Infrastruktur PapuaPenanganan Pasca Bencana Alam di Nabire akan Dikerjakan Berbagai Pihak

Penanganan Pasca Bencana Alam di Nabire akan Dikerjakan Berbagai Pihak

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Sejak 4 Desember 2021 hingga awal Desember 2022, seantero kabupaten Nabire dilanda bencana alam akibat tingginya curah hujan yang menyebabkan banjir dan longsor hingga korban materil yang tidak sedikit baik milik masyarakat maupun fasilitas umum.

Imanuel Monei, pelaksana tugas kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) kabupaten Nabire, provinsi Papua Tengah, mengatakan, kabupaten Nabire bisa dikategorikan sebagai kabupaten rawan bencana alam karena banjir dan longsor rutin terjadi di kala hujan bahkan kian bersahabat dengan warga di sekitar kawasan rawan bencana.

Kondisi tersebut memaksa pihaknya terus menerus memberikan perhatian serius sekaligus berusaha mencari jalan keluar untuk upaya penanganannya terutama rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam.

“Sejak tanggal 4 Desember 2021 sampai awal Desember 2022 ini, sebagian besar kabupaten Nabire selalu dilanda bencana alam seperti longsor dan banjir akibat curah hujannya cukup tinggi. Dalam penanganannya, kami selalu memberikan perhatian serius. Saat ini kami sedang berjuang mencari jalan keluar untuk upaya rehabilitasi dan rekonstruksi di titik-titik rawan bencana dan pemulihan semua fasilitas publik yang terdampak bencana alam di kabupaten Nabire,” jelasnya kepada suarapapua.com melalui telepon seluler, Selasa (6/12/2022).

Imanuel menyebutkan sejumlah kawasan yang selalu langganan banjir dan longsor adalah kampung Sima distrik Yaur, kampung Yaro I dan Yaro II distrik Yaro, kampung Wanggar distrik Wanggar, kelurahan Kalibobo, kelurahan Wonorejo, kelurahan Girimulyo, Nabarua, dan kelurahan Oyehe distrik Nabire, kampung Waroki, SP I, SP II dan Wadio distrik Nabire Barat, serta kampung-kampung lainnya.

Baca Juga:  COP16: Menanti Komitmen Nyata bagi Masyarakat Adat dan Keanekaragaman Hayati

“Wilayah kabupaten Nabire ini 78% rawan bencana banjir. Hampir semua kampung dan kelurahan terdapat kali, seperti kali Nabire, kali Nabarua, kali Siriwini, kali Sanoba, kali Kimi, kali Bumi, kali Yaro, kali Sima, dan ada banyak kali kecil juga. Setiap hujan, pasti banjir dan warga sekitar pinggiran kali pasti terkena dampak. Terus, biasa terjadi penyumbatan di selokan-selokan air, sehingga rumah-rumah di sekitar otomatis terendam, seperti Oyehe, Girimulyo, dan Wonorejo,” bebernya.

Tak hanya warga yang terdampak, fasilitas publik terutama jalan dan jembatan juga tidak lolos dari amukan banjir dan longsor.

“Jembatan ada yang jatuh, ada yang patah. Badan jalan terkikis perlahan-lahan sampai putus. Itu pasti berdampak pada terganggunya aktivitas warga terutama dalam kegiatan perekonomian,” kata Imanuel.

Untuk pemulihan dan mengatasi titik-titik rawan bencana alam, ia akui memang butuh keseriusan, ketekunan dan ketersediaan anggaran. Soal anggaran, nilainya bahkan melebihi dua kali lipat APBD kabupaten Nabire.

Baca Juga:  WALHI Papua Sebut Perjuangan Masyarakat Adat Kian Berat Pasca Putusan MA

Karena itu, pemerintah menurutnya tidak bisa jalan sendiri. Tentu perlu bersinergi dan berkolaborasi dengan seluruh pemangku kepentingan dalam rangka merehabilitasi dan merekonstruksi pasca bencana.

“Upaya pemulihan dan mengamankan daerah-daerah rawan bencana butuh keseriusan, ketekunan dan anggaran yang cukup besar dan angkanya itu berlipat ganda dari APBD Nabire. Nah, mau tidak mau kami harus melakukan lobi ke BPBD provinsi Papua di Jayapura dan BPBN di Jakarta untuk bisa bersinergi dan berkolaborasi dalam penanganannya,” jelas Imanuel.

Perjuangan yang dilakukannya boleh dikatakan cukup berhasil. Sebab, BPBD Papua dan BPBN telah memberi respons positif untuk merehabilitasi dan merekonstruksi kawasan terdampak bencana alam di kabupaten Nabire.

Sejumlah syarat yang diminta, salah satunya menginventarisir dan verifikasi data kerugian dan kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, diakui sudah rampung bahkan beberapa waktu lalu telah diserahkan ke BPBD Papua dan BPBN di Jakarta.

“Saat ini memang masih ada banyak yang perlu ditangani secara maksimal, seperti hunian tetap, tanggul sungai, saluran drainase, jaringan air bersih, sanitasi, jalan, jembatan, bangunan sekolah, kantor, dan pasar. Kondisi ini yang mendasari untuk dilakukan upaya bersama secara multipihak, dan itu kami sudah berkolaborasi, tinggal menunggu pengalokasian anggaran dan waktu pelaksanaannya saja,” tuturnya.

Baca Juga:  Festival Hutan Papua Upaya Melindungi Hutan Adat di Tanah Papua

Untuk itu, Monei berharap dukungan dari bupati bersama DPRD kabupaten Nabire selalu pengambil kebijakan untuk memberikan perhatian serius dalam menangani tahapan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana.

“Saya berharap agar bapak bupati dan DPRD memperhatikan dan mendukung BPBD dalam program penanganannya.”

Ia juga ucapkan terima kasih kepada BPBD Papua dan BPBN yang telah memberikan atensi untuk bersama-sama melakukan penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana alam di kabupaten Nabire.

“Kami merasa sangat bersyukur karena pihak BPBD provinsi dan BPBN di Jakarta telah bersedia menerima kami untuk membicarakan perlunya kolaborasi dalam rangka penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi. Responsnya sangat luar biasa,” kata Monei.

Monei optimis dengan upaya yang dilakukan akan berhasil untuk selanjutnya bisa mengatasi persoalan urgen di daerah ini.

Dengan hasil dari perjuangan pihaknya, diharapkan tetap didukung oleh seluruh komponen masyarakat agar permasalahan krusial ini mulai diatasi.

“Saya mewakili pemerintah daerah meminta dukungan doa dari warga terdampak agar upaya yang kami perjuangkan ini berjalan dengan lancar untuk mengakhiri keluh kesah kitong semua selama ini,” pintanya.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.