PolhukamHAMKonflik Bersenjata Kian Meluas Akibat Berlanjutnya Pendekatan Keamanan

Konflik Bersenjata Kian Meluas Akibat Berlanjutnya Pendekatan Keamanan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Kebijakan negara Republik Indonesia memilih pendekatan keamanan menangani persoalan Papua tiada ada ujungnya. Rangkaian aksi kekerasan justru kian meluas hingga warga sipil jadi sasaran, terutama yang ada di wilayah konflik bersenjata antara TNI-Polri dan TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat).

Usulan hingga desakan berbagai pihak agar pola pendekatannya diganti seakan tidak mendapat respons sedikitpun. Bahkan terkesan angin lalu, sedangkan eskalasinya kian meningkat hingga korban berjatuhan terus bertambah.

Dalam siaran pers pada Jumat (16/12/2022), Jaringan Damai Papua (JDP) kembali mengingatkan negara tidak melanjutkan pendekatan kekerasan dalam menyelesaikan masalah Papua. Sebab konflik bersenjata diantara kedua kubu yang terus berlanjut telah menelan korban jiwa, selain orang asli Papua, juga warga pendatang baik pedagang, tukang ojek, bahkan tenaga medis dan guru rentan dari aksi kekerasan.

Yan Christian Warinussy, juru bicara JDP, menilai semakin meluasnya aksi kekerasan di Tanah Papua seperti sulit diatasi. Pemerintah dianggap membiarkan konflik bersenjata terus berlanjut. Pendekatan keamanan yang diberlakukan sudah seharusnya diakhiri agar Tanah Papua segera pulih dan damai.

Dikemukakan dalam siaran persnya, akar persoalan mesti ditangani serius tidak dengan pendekatan keamanan lagi agar rentetan aksi kekerasan selama puluhan tahun segera diatasi. Solusi damai untuk menyudahi konflik bersenjata di seluruh Tanah Papua sudah harus diambil. Upaya perdamaian dengan mengedepankan pendekatan persuasif harus dilakukan. Papua harus segera damai kembali.

Baca Juga:  Koalisi: Selidiki Penyiksaan Terhadap OAP dan Seret Pelakunya ke Pengadilan

Hal itu disampaikan menyikapi kasus penembakan warga sipil di kabupaten Puncak dan pembakaran kendaraan polisi serta penembakan seorang warga sipil di kabupaten Kepulauan Yapen.

Kian meluasnya aksi kekerasan di Papua menurut Yan, buah dari kegagalan pemerintah memberlakukan pendekatan keamanan dalam menangani persoalan Papua. Sementara, konflik dan kekerasan terus berlanjut hingga makin meluas ke berbagai wilayah, makin jauh dari upaya damai yang dinantikan selama ini.

Masih berlanjutnya konflik dan kekerasan, kata Yan, justru menambah persoalan baru yang bakal memperumit upaya penyelesaiannya.

“Pemerintah semestinya mulai memilih untuk menyelesaikan persoalan Papua. Presiden Indonesia sudah saatnya mengambil langkah mula dalam mendorong diakhirinya konflik bersenjata yang sudah terjadi berulang terjadi selama lebih dari 50 tahun terakhir,” ujarnya.

Untuk itu, kepala negara diingatkan agar segera mengambil keputusan tegas untuk menarik kembali seluruh pasukan non organik TNI dan Polri dari Tanah Papua. Hal ini semata-mata untuk kepentingan membangun perdamaian.

Baca Juga:  Komnas HAM RI Didesak Selidiki Kasus Penyiksaan Warga Sipil Papua di Puncak

JDP menyerukan, pemerintah sebaiknya mengedepankan cara persuasif melalui satuan-satuan organik TNI dan Polri yang sudah ada.

Selain itu, para pihak yang terlibat konflik, baik TNI, Polri, maupun kelompok TPNPB diminta segera menempuh jalan damai berbentuk dialog. Upaya perundingan dianggap mendesak untuk menyudahi konflik bersenjata di seluruh Tanah Papua.

Menurut JDP, lanjut Yan, sampai kapanpun angkat senjata dan saling serang tidak akan pernah bisa menyelesaikan persoalan perbedaan pandangan di antara para pihak.

“Presiden Joko Widodo segera mempertimbangkan untuk memulai langkah dialog dengan para pihak yang terlibat konflik bersenjata di seluruh Tanah Papua.”

Presiden mesti menginisiasi adanya ruang bagi warga masyarakat di sekitar wilayah konflik.

Harapan JDP, imbuh Warinussy, rakyat sipil juga mesti diberikan ruang untuk memperoleh akses terhadap pelayanan kesehatan, layanan pendidikan dan layanan sosial yang diperlukan.

Para pemimpin TPNPB juga disarankan ikut memiliki kemauan baik dalam mengakhiri konflik bersenjata demi kedamaian dan keselamatan rakyat Papua di atas tanah airnya sendiri.

Sebelumnya, Emanuel Gobay, direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua, menyatakan, pemerintah berkewajiban mengakhiri konflik bersenjata antara TNI-Polri dan TPNPB.

Baca Juga:  Velix Vernando Wanggai Pimpin Asosiasi Kepala Daerah se-Tanah Papua

“Presiden Republik Indonesia segera menggunakan pengalaman di Aceh atau Timor-Timur untuk menyelesaikan persoalan politik di Papua demi menghentikan konflik bersenjata antara TNI-Polri dan TPNPB yang mengorbankan masyarakat sipil di Papua,” ujarnya melalui siaran pers, Rabu (14/12/2022).

Kedua kubu yang terlibat dalam konflik bersenjata di Papua juga diminta segera menaati dan menjalankan prinsip-prinsip Konvensi Jenewa 1949.

“TNI-Polri dan TPNPB wajib melindungi masyarakat sipil dalam konflik bersenjata di Papua sesuai perintah Pasal 3 angka 1 Konvensi Jenewa 1949,” tegasnya.

Sementara, kepada Palang Merah Indonesia (PMI), LBH Papua mendesak segera menangani pengungsi akibat konflik bersenjata di Tanah Papua.

Korban dari konflik bersenjata dialami masyarakat sipil baik orang asli Papua maupun non Papua yang ada di wilayah konflik bersenjata antara TNI-Polri versus TPNPB. Karena itu, kata  Emanuel, pemerintah harus memfasilitasi PMI untuk melakukan tugasnya dalam menangani pengungsi dengan cara pendirian atau pengelolaan darurat, pelayanan kesehatan, dan pelayanan sosial.

“Hal itu sesuai perintah Pasal 10 Peraturan Pemerintah nomor 7 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan dalam wilayah konflik bersenjata.”

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

KPK Menang Kasasi MA, Bupati Mimika Divonis 2 Tahun Penjara

0
“Amar Putusan: Kabul. Terbukti Pasal 3 jo Pasal 18 UU PTPK jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP. Pidana penjara 2 tahun dan denda Rp200 juta subsidair 2 tahun kurungan,” begitu ditulis di laman resmi Mahkamah Agung.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.