BeritaAparat Keamanan Diingatkan Berhenti Main Tangkap Sembarang

Aparat Keamanan Diingatkan Berhenti Main Tangkap Sembarang

NABIRE, SUARAPAPUA.com — Penangkapan disertai penganiayaan kerap menimpa warga masyarakat Papua. Aparat keamanan diminta tidak melakukan penangkapan tanpa bukti kuat, apalagi korban dianiaya.

Yones Douw, aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Papua di wilayah Meepago, mengingatkan, aparat keamanan mesti profesional dalam menindaklanjuti setiap laporan yang diterima. Oknum warga yang hendak ditangkap tak disertai pemukulan sebelum diselidiki lebih dulu.

“Main tangkap sembarang itu stop. Itu tidak bisa dibenarkan. Apalagi pukul orang yang ditangkap. Padahal, kasusnya tidak jelas, belum juga diproses. Itu mempertontonkan tindakan tidak profesional aparat,” ujarnya kepada wartawan di halaman kantor Perum Damri cabang Nabire, usai peresmian dua unit bus eks PON XX Papua, Selasa (20/12/2022).

Penegasan sama dilontarkan Yones Douw saat diberi waktu menyampaikan kesan pesan mewakili aktivis kemanusiaan dalam acara itu.

Menurut Yones, tindakan semena-mena aparat keamanan seringkali menyalahi aturan meskipun menangkap atau mengamankan oknum tertentu karena ada kasus tertentu merupakan tugas melekat.

Baca Juga:  Tiga Yayasan GKI di Tanah Papua Disatukan Menjadi Yayasan Pendidikan Kristen

Sekalipun begitu, aparat harus bertindak profesional dengan tidak main hakim, melepaskan tindakan fisik.

Kasus salah tangkap dua mahasiswa yang dituduh membawa senjata api, ET dan DT, di pelabuhan laut Samabusa, Nabire, Sabtu (17/12/2022) siang, kata Yones, contoh nyata yang tak dapat dibenarkan. Sebab faktanya terbukti, dua orang tersebut hanya membawa senjata mainan.

“Dua mahasiswa itu bukan bawa senjata api benaran. Tetapi aparat sudah main pukul sampai babak belur. Itu sudah salah besar. Tindakannya mempermalukan diri dan institusi, karena kan terbukti setelah diperiksa, polisi sendiri malu karena dikira senjata api ternyata barang bukti yang diamankan itu senjata mainan,” tuturnya.

Begitupun penangkapan lima warga di Kalibobo beberapa waktu lalu.

Baca Juga:  Mahasiswa Desak Aparat TNI dan Polri Hentikan Intimidasi Warga Tiga Kampung di Intan Jaya

Kasus salah tangkap disertai penganiayaan kepada warga diingatkan untuk tak diulangi lagi di waktu mendatang.

“Saya minta pak Kapolres, anggotanya tidak boleh melakukan tindakan-tindakan begitu. Kalau memang ada laporan tentang kasus apapun, pelaku diperiksa baik-baik. Jangan main tangkap dengan tindakan fisik. Tahan orangnya secara baik-baik sesuai prosedural. Ini sangat penting supaya tidak muncul kasus baru. Kita semua menghendaki jangan ada masalah atau konflik,” ujar Yones.

Yones menambahkan, menahan seseorang untuk dimintai keterangan merupakan tugas kepolisian. Hanya saja, penangkapan sembarang disertai pemukulan tak dapat dibenarkan apalagi tanpa proses penyelidikan.

“Tangkap sembarang baru pukul lagi itu bukan sama binatang. Ini manusia. Harus perlakukan dengan baik-baik,” imbuhnya sembari menyatakan, aparat keamanan tak berdiri sebagai aktor pencipta konflik di tengah masyarakat.

Pelaku yang terlibat dalam tindakan semena-mena terhadap ET dan DT diminta diproses.

Baca Juga:  SRP Bilang Transmigrasi Mesin Genosida di Tanah Papua

Kasus salah tangkap dua mahasiswa disertai penganiayaan itu menurut Richardani Nawipa, direktur Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan (LBH-TK) Papua, telah dilaporkan ke Propam Polres Nabire.

“Hari Senin kemarin sudah adukan kasus salah tangkap dan pemukulan terhadap dua klien kami ini,” kata Nawipa.

Saat ditangkap bahkan sedang diperiksa dari Mapolres Nabire, katanya, ET dan ET dipukul okum polisi.

Richardani menyatakan, Propam Polres Nabire harus selidiki oknum polisi yang main hakim dan tak profesional itu.

“Para pelaku pemukulan harus ditindak tegas sesuai dengan Pasal 351 KHUP yang berlaku di negara ini,” ujarnya.

ET dan DT setelah diperiksa dan dugaan membawa senjata api tak terbukti, akhirnya dibebaskan Minggu (18/12/2022) sekira Pukul 14.00 WIT.

Pewarta: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.