Tanah PapuaMamtaTobing Menilai Pelantikan Enam Pejabat Eselon II Pemkab Jayapura Tidak Cacat Hukum

Tobing Menilai Pelantikan Enam Pejabat Eselon II Pemkab Jayapura Tidak Cacat Hukum

SENTANI, SUARAPAPUA.com— Ketua Fraksi Bhinneka Tunggal Ika (BTI) DPRD Kabupaten Jayapura, Sihar Tobing,  menyatakan pelantikan terhadap enam Pejabat Eselon II yang dilakukan (mantan) Bupati Jayapura Mathius Awoitauw pada, Rabu 7 Desember 2022 itu tidak cacat hukum.  Karena rotasi atau mutasi pejabat eselon II bukan dalam menghadapi pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu).

Tobing meyakini mutasi atau rotasi yang dilakukan mantan Bupati Jayapura telah sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku, di mana telah mendapatkan rekomendasi dari KASN.

“Kalau menurut saya, tidak ada cacat hukum ya. Saya juga sudah baca pernyataan dari beliau yang mengacu pada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, wali kota dan bupati atau kepala daerah menjadi pengganti UU,” jelas Tobing saat dikonfirmasi terkait pelantikan yang dinilai cacat hukum di Sentani, Rabu (4/1/2023).

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Ia mengatakan, pelantikan pejabat yang dilakukan bupati Jayapura waktu itu bukan dalam konteks sedang melakukan Pemilu atau Pilkada.

“Yang disampaikan saudara Edison Awoitauw itu dalam konteks sedang ada tahapan Pemilu atau Pilkada. Ini kan tidak! Kalaupun bupati saat itu melakukan rolling atau pergantian itu adalah hak beliau, dan tidak perlu mendapatkan persetujuan tertulis daripada Menteri Dalam Negeri. Karena kita tidak sedang dalam tahapan pemilihan umum kepala daerah. Itu aturannya jelas!” tukasnya.

“Yang dilakukan mantan bupati itu dalam konteks normal. Bukan dalam konteks situasi kita sedang tahapan Pilkada. Kalau dia (Edison Awoitauw) bilang cacat hukum, bukan begitu bunyi aturannya. Tolong saudara itu bisa membaca baik-baik pasal yang ada di dalam UU tersebut,” ucapnya.

Baca Juga:  AMAN Sorong Malamoi Gelar Musdat III di Wonosobo

UU yang dimaksud adalah ketika Pemilu dilangsungkan pada tahun 2022, namun dalam berjalannya waktu tahapan Pemilu di 2022 itu telah ditunda hingga 2024, yang mana ditentukan guna dilaksanakan secara serentak.

“Nanti di 2024 baru kita lakukan Pilkada, jadi UU atau pasal dalam aturan UU yang dia sebut itu bicara soal dalam konteks Pilkada. Yakni gubernur, wali kota dan bupati maupun kepala daerah tidak boleh melakukan rolling atau mutasi jabatan di enam bulan sebelum mengakhiri masa jabatan suatu kepala daerah,” ujar Tobing.

“Jadi dari pendapat hukum saya, yang dilakukan mantan bupati dalam pelantikan jabatan baru-baru ini, tidak ada norma atau aturan hukum yang dilanggar,” tambah pria yang juga sebagai Praktisi Hukum itu.

Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

“Jadi kalau ada pihak yang belum dapat menerima atas keputusan rolling, ya silakan protes dan lakukan melalui cara-cara yang konstitusional, yaitu ajukan gugatan ke PTUN. Tapi menurut pendapat hukum saya, rolling itu tidak ada yang dilanggar,” pungkasnya.

Sebelumnya, diberitakan bahwa pelantikan 6 pejabat eselon II di lingkungan Pemkab Jayapura pada 7 Desember 2022 yang dilakukan mantan Bupati Awoitauw dinilai melanggar aturan atau cacat hukum.

Rolling atau rotasi jabatan itu dinilai melanggar Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, wali kota dan bupati menjadi UU.

 

Pewarta: Yance Wenda
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

10 Nakes Mimika Ikuti Konferensi Internasional Neurovaskular

0
“Dengan mengikuti konferensi ini membantu mereka mendapatkan insight terkini mengenai pengetahuan dan teknologi Neurovaskular serta membangun jejaring dengan pakar-pakar di tingkat nasional dan dunia,” katanya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.