Tanah PapuaDomberaiLemata Akan Gelar Musdat Tampung Aspirasi Lima Suku Besar Tambrauw

Lemata Akan Gelar Musdat Tampung Aspirasi Lima Suku Besar Tambrauw

SORONG, SUARAPAPUA.com— Lembaga Masyarakat Adat Tambrauw (Lemata) dibangun dengan tujuan sebagai rumah bersama untuk menampung lima suku besar, yaitu Miyah, Abun, Ireres, Mpur, Moi Kelim dan komunitas Biak di Kabupaten Tambrauw. Sebab 14 tahun masyarakat adat dan tokoh pemekaran tidak dilibatkan dalam proses pembangunan.

Oleh sebab itu, Lemata akan melaksanakan musyawarah untuk menghimpun empat suku pada tanggal 18-21 Januari 2023, di Fef, ibu kota Kabupaten Tambrauw.

Paul Baru, Ketua Panitia Musyawarah Adat (Musdat Lemata mengatakan, kegiatan Musdat dilakukan bukan sekadar sebagai suatu kepentingan pribadi ataupun kebutuhan pribadinya, tapi merupakan tugas yang telah dipercayakan tokoh adat di Kabupaten Tambrauw untuk menciptakan suatu rumah bersama sebagai tempat bertemu, berbagai, menampung aspirasi, dan mengawal proses pembangunan di Kabupaten Tambrauw.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Karena semenjak hadirnya Kabupaten Tambrauw selama 14 tahun, masyarakat adat dan tokoh pelaku pemekaran tidak dilibatkan dalam proses pembangunan.

“Di tahun 2019, semua kepala suku diundang dan duduk untuk membicarakan kegelisahan hatinya. Mereka menilai selama 11 tahun Kabupaten Tambrauw hadir, orang tua adat dan tokoh pemekaran tidak pernah jumpa.”

“Dari pertemuan tersebutlah telah menghasilkan suatu rekomendasi bahwa di Kabupaten Tambrauw harus ada rumah bersama untuk kebutuhan bersama. Selama ini masing-masing tokoh tahan diri dan berjalan masing-masing. Semua orang tua yang hadir mempercayakan saya menjadi ketua panitia,” ujar Paul ketika pertemuan dirinya bersama tokoh lembaga masyarakat Adat Karon (Lemaka) di kota Sorong Papua Barat, Kamis (12/1/2023).

Ia juga mengatakan, kehadiran Lemata tidak semata-mata untuk menghilangkan lembaga adat yang sudah ada di setiap suku di Kabupaten Tambrauw. Tetapi Lemata hadir sebagai rumah besar bersama yang mempunyai empat kamar untuk menampung empat suku di Kabupaten Tambrauw.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan

Oleh sebab itu diharapkan kepada masyarakat untuk tidak salah paham. Masyarakat juga diharapkan untuk mendukung proses Musdat yang direncanakan dilakukan dalam waktu dekat ini.

Lukas Yekwan, tokoh masyarakat adat menilai gerakan yang dilakukan Paul sebagai ketua panitia musyawarah adalah langkah yang baik dan harus didukung oleh masyarakat adat Tambrauw. Karena menurutnya upaya Musdat sebagai hal yang positif, namun tokoh politik memandang berbeda.

Kepada pihak yang tidak sepaham untuk hadir pada musyawarah tersebut, karena itu momen yang tepat untuk saling berdebat dan berargumentasi.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

“Saya pribadi mendukung kegiatan Musdat. Adik Paul mempunyai jiwa semangat yang kita butuhkan. Ombak besar dari luar sedang datang. Saya sebagai masyarakat melihat proses dan langkah ini adalah hal positif, namun orang politik melihat kegiatan ini seperti apa. Kita belum terlambat, masih ada kesempatan. Jadi Musdat adalah forum resmi dan terhormat.”

Dukungan serupa juga datang dari Ikinasius Baru, kepala suku Miyah, yang mana dirinya mendukung proses Musdat tersebut. Karena ke depan jika ada yang ingin ke provinis baru bisa melalui wadah ini.

“Papua Barat Daya sudah hadir jika kita tidak punya kekuatan, kita masuk di mana. Kita harus ada lembaga sehingga ada kekuatan.”

 

Pewarta: Maria Baru
Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Aparat Hadang dan Represi Aksi Demo Damai Mahasiswa Papua di Bali

0
“Kondisi hari ini, rakyat Papua menghadapi situasi represif, intimidasi serta pembunuhan yang sistematis dan terstruktur oleh negara pasca otonomi khsusus diberlakukan tahun 2001. Akibatnya, konflik berkepanjangan terus terjadi yang membuat aparat TNI/Porli menuduh warga sipil dengan sembarangan,” tutunya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.