Tanah PapuaMamtaPengakuan Laurenzus Kadepa Tentang Aksi Anti Rasisme 2019 di Kota Jayapura

Pengakuan Laurenzus Kadepa Tentang Aksi Anti Rasisme 2019 di Kota Jayapura

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — “Aksi anti rasisme 2019 di Papua adalah aksi spontanitas rakyat Papua. Victor Yeimo bagian dari korban. Semua pihak terutama penegak hukum harusnya bijaksana.”

Demikian penegasan Laurenzus Kadepa, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), sebagaimana dikutip dari catatan tertulisnya yang dikirim ke redaksi Suara Papua, akhir pekan kemarin.

Kadepa menyatakan, aksi lawan rasisme rakyat Papua pada tahun 2019 di Tanah Papua, termasuk di kota Jayapura, ibu kota provinsi Papua, adalah dampak dari ujaran rasis dan kebencian oleh oknum tertentu terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur.

“Oknum yang rasis terhadap ras Melanesia tersebut sudah pernah diproses hukum, namun sangat ringan vonisnya, tidak sebanding dampaknya yang membuat Papua gejolak saat itu,” kata Kadepa.

Baca Juga:  Nomenklatur KKB Menjadi OPM, TNI Legitimasi Operasi Militer di Papua

Khusus di Jayapura, kata dia, aksi demonstrasi lawan rasisme terhadap orang Papua dilakukan dua kali.

Menurut Kadepa, pada aksi demonstrasi pertama, penanggungjawabnya BEM Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura. Aksi berjalan aman dan lancar. Sedangkan, aksi kedua, sebagai penanggungjawab adalah BEM USTJ dan terjadi kericuhan yang layak dijadikan pelajaran atas apa yang terjadi pada orang Papua selama ini.

“Pelanggaran HAM, ujaran kebencian dan rasisme terhadap orang Papua dibiarkan begitu lama hingga saat ini. Saya pikir aksi rasisme 2019 adalah akumulasi kekecewaan rakyat Papua yang tidak ingin disamakan dengan binatang,” ujarnya.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Lanjut Kadepa, “Saya juga peserta aksi demonstrasi baik demonstrasi pertama maupun yang kedua. Saya ikut protes kepada oknum yang samakan saya dengan monkey. Padahal saya manusia. Seperti manusia lain di muka bumi.”

Dalam aksi tersebut diakuinya dihadiri berbagai pihak, baik orang Papua maupun non Papua yang juga prihatin terhadap aksaus ujaran rasis tersebut.

“Tidak hanya saya. Semua tokoh Papua dan non Papua yang ikut merasakan kepeduliannya pun ikut serta dalam aksi tersebut. Termasuk Victor Yeimo adalah peserta aksi, bukan penanggungjawab aksi. Sayangnya, penegak hukum mengambil langkah hukum menetapkan beberapa orang baik dari kalangan mahasiswa maupun aktivis KNPB dan PNWP sebagai aktor kericuhan pada aksi demo 2019. Mereka telah mempertanggungjawabkan dan menjalani proses hukum dengan berjiwa besar,” tuturnya.

Baca Juga:  Hindari Jatuhnya Korban, JDP Minta Jokowi Keluarkan Perpres Penyelesaian Konflik di Tanah Papua

Dari fakta di lapangan, kata Laurenzus, aksi merespon rasisme tersebut adalah aksi spontanitas rakyat Papua yang dimotori organisasi mahasiswa dan Cipayung, bukan oleh KNPB ataupun organisasi lainnya.

“Saya meminta kepada Jaksa Penuntut Hukum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi bersama para hakim Pengadilan Negeri Jayapura agar memahami dan mempertimbangkan baik dalam penuntutan maupun putusan perkara Victor Yeimo yang sedang berjalan di PN Jayapura,” ujar Kadepa.

REDAKSI

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.