Satu Dekade JKN, BPJS Kesehatan Berkontribusi Wujudkan Indonesia Lebih Sehat

0
480

WAMENA, SUARAPAPUA.com — Selama hampir 10 tahun berjalan, kehadiran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai penyelenggara program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah merevolusi sistem layanan kesehatan Indonesia.

Ali Ghufron Mukti, direktur utama BPJS Kesehatan, dalam diskusi publik outlook 2023 dengan tema ‘10 Tahun Program JKN’, Senin (30/1/2023), menyatakan, tak hanya menyatukan berbagai skema asuransi jaminan kesehatan sosial di Indonesia yang sebelumnya terkotak-kotak, BPJS Kesehatan juga menciptakan ekosistem JKN yang kuat dan saling bergantung satu sama lain dalam mewujudkan universal health coverage (UHC) bagi penduduk Indonesia.

Diskusi publik dikuti seluruh cabang BPJS Kesehatan se-Indonesia, termasuk BPJS Kesehatan cabang Wamena, Papua Pegunungan.

“Sudah hampir satu dekade ini, program JKN telah berkembang menjadi program strategis yang memiliki kontribusi besar dan mampu membuka akses layanan kesehatan bagi masyarakat. Banyak negara sangat tertarik pada BPJS Kesehatan sebagai sebuah program gotong-royong berkonsep single payer. Ini sulit ditemukan di negara lain. Jika dibandingkan negara-negara lain yang butuh belasan hingga ratusan tahun untuk mencapai UHC, progres di Indonesia terbilang luar biasa pesat,” ujar Mukti.

Dalam diskusi publik yang diikuti wartawan itu, ia memaparkan, kepesertaan JKN melonjak pesat dari 133,4 juta jiwa pada tahun 2014 menjadi 248,7 juta jiwa pada 2022. Artinya, saat ini lebih dari 90% penduduk Indonesia telah terjamin program JKN.

ads

“Khusus untuk peserta JKN dari segmen non penerima bantuan iuran (PBI), yang mencakup pekerja penerima upah (PPU), pekerja bukan penerima upah (PBPU), dan bukan pekerja, pada tahun 2014 berjumlah 38,2 juta jiwa. Tahun 2022, angka itu naik tajam menjadi 96,9 juta jiwa,” bebernya.

Baca Juga:  Aksi Hari Aneksasi di Manokwari Dihadang Aparat, Pernyataan Dibacakan di Jalan

Sepanjang kurun waktu hampir 10 tahun, kata Mukti, penerimaan iuran JKN juga mengalami peningkatan menjadi lebih dari Rp100 Triliun. Dari tahun 2014 sebesar Rp40,7 Triliun menjadi Rp144 triliun pada tahun 2022 (unaudited).

Dikemukakan, di masa-masa awal beroperasi, BPJS Kesehatan sempat mengalami defisit. Berbagai upaya pun dilakukan hingga dana jaminan sosial (DJS) Kesehatan yang dikelola BPJS Kesehatan berangsur membaik, bahkan kini dalam kondisi amat sehat.

“Kesehatan keuangan DJS per 31 Desember 2022 tercatat sebesar 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim kedepan, sesuai ketentuan yang berlaku,” rincinya.

Kata Mukti, saat ini tak ada lagi istilah gagal bayar rumah sakit. Bahkan pihaknya bisa membayar sebagian biaya klaim rumah sakit sebelum diverifikasi untuk menjaga cashflow, sehingga rumah sakit bisa optimal melayani pasien JKN.

“Ini belum pernah terjadi dalam sejarah kami. Bahkan, pemerintah juga sudah menaikkan tarif pembayaran layanan kesehatan di Puskesmas dan di rumah sakit untuk memotivasi fasilitas kesehatan meningkatkan mutu pelayanannya.”

Dikemukakan, dengan bertumbuhnya cakupan kepesertaan JKN, angka pemanfaatan layanan kesehatan pun turut meningkat. Dari 92,3 juta pemanfaatan pada tahun 2014, menjadi 502,8 juta pemanfaatan pada tahun 2022.

Di sisi lain, kata Ghufron, BPJS Kesehatan juga giat mengusung program promotif preventif, termasuk melalui skrining kesehatan. Langkah ini dilakukan untuk mendeteksi resiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari penyakit tertentu.

Baca Juga:  Pertamina Patra Niaga Regional Papua Maluku Lakukan Sidak ke Sejumlah SPBU Sorong

“Tahun 2022, tercatat sebanyak 15,2 juta peserta JKN telah memanfaatkan layanan skrining BPJS Kesehatan, mulai dari skrining riwayat kesehatan, skrining diabetes melitus, skrining kanker serviks, dan skrining payudara,” bebernya.

Ghufron menyebutkan faktanya bukan orang kaya yang paling banyak menggunakan BPJS Kesehatan. Justru kelompok PBI karena tercatat jumlah kasus pemanfaatannya lebih dari 31 juta kasus dengan biaya lebih dari Rp27,5 triliun.

“Sementara, penyakit dengan biaya terbesar yang paling banyak dimanfaatkan oleh PBI adalah penyakit jantung, yaitu sebesar 4,2 juta kasus dengan biaya Rp3,2 triliun. Terlihat paling diuntungkan dan terbantu atau paling banyak dana JKN digunakan adalah peserta PBI,” tuturnya.

BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara Program JKN menurut Mukti, sudah matang menjalankan tugasnya. Pelaksanaan JKN selama ini sudah on the right track, bahkan ada perbaikan terus menerus yang nyata.

Menurutnya, untuk menciptakan ekosistem JKN yang sehat, semua pihak harus mengoptimalkan kerja sama sesuai dengan peran, kewenangan, dan tanggungjawabnya masing-masing.

“Sebagai single payer institution, kemandirian lembaga BPJS Kesehatan perlu dijaga bersama agar terhindar dari intervensi manapun supaya hal-hal baik yang sudah dirasakan manfaatnya bagi Indonesia ini, bisa terus berkelanjutan. Program jaminan sosial ini satu-satunya bentuk gotong-royong bangsa yang riil dirasakan masyarakat luas dan terasa sekali negara hadir di dalamnya,” tegas Ghufron.

Sementara itu, Emanuel Melkiades Laka Lena, wakil ketua Komisi IX DPR RI, mengatakan, meski penyelenggaraan program JKN saat ini sudah mengalami banyak perbaikan di berbagai aspek, tetap ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan. Mulai dari isu kepesertaan, mutu layanan kesehatan, efektivitas pembiayaan, hingga soal pembiayaan.

Baca Juga:  KPU Tambrauw Resmi Tutup Pleno Tingkat Kabupaten

“Dari aspek kepesertaan, ada data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang dipakai seluruh kementerian/lembaga untuk menentukan semua jenis bantuan sosial di negeri ini. Dampak DTKS ini besar sekali bagi masyarakat, sehingga perlu dukungan BPJS Kesehatan agar kepesertaan PBI benar-benar menjangkau orang yang benar-benar membutuhkan,” kata Emanuel.

Di kesempatan sama, Abetnego Tarigan, Deputi Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), mengatakan, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan program JKN ke depan.

Abetnego mengungkapkan tiga hal yang perlu diperhatikan itu antara lain terkait peningkatan kualitas pelayanan, memastikan iuran terjangkau, dan upaya mewujudkan UHC.

Menurut Tulus Abadi, ketua Pengurus Harian YLKI, standarisasi pelayanan kesehatan merupakan hal yang perlu diperhatikan.

“Program JKN menjadi wujud konkrit transformasi pelayanan kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat. Yang diperlukan masyarakat saat ini adalah, bukan kelas rawat inap standar (KRIS). Kemudian dengan naiknya tarif pelayanan kesehatan, maka fasilitas kesehatan wajib meningkatkan mutu pelayanannya,” kata Tulus.

Sejumah narasumber ternama lainnya, seperti Kunta Wibawa Dasa, sekretaris jenderal Kementerian Kesehatan, Yustinus Prastowo, staf khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Piter Abdullah, direktur eksekutif Segara Research, Timbul Siregar, koordinator Advokasi Jaminan Sosial BPJS Watch, Chazali Situmorang, pengamat Jaminan Sosial, serta Yuli Farianti, kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan, hadir dalam diskusi publik itu.

Pewarta: Onoy Lokobal
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaEkses Eksploitasi Kali Ueima Terhadap Perkebunan Petani di Tanah Wouma
Artikel berikutnyaBupati Meki Nawipa Siap Kirim Tim Persipani Tour ke Jawa