Tanah PapuaMeepagoTitus Pekei Kembalikan Penghargaan UNESCO ke Pemilik Noken

Titus Pekei Kembalikan Penghargaan UNESCO ke Pemilik Noken

PANIAI, SUARAPAPUA.com — Noken mendunia berkat perjuangan tak kenal lelah Titus Pekei. Sebagai penggagas sekaligus pejuang hingga tampil di markas UNESCO pada awal Desember 2012, Noken akhirnya disahkan dan diakui sebagai warisan budaya dunia tak benda yang memerlukan perlindungan mendesak.

Dengan keputusan UNESCO di Paris, Prancis, 4 Desember 2012, Titus Pekei terus memperjuangkan keleluasaan mama-mama pengrajin sebagai pemilik tunggal Noken Papua.

Kehadiran Agiya’dokii di kawasan Oyehe, Nabire, tepatnya di Taman Gizi, tempat mama-mama Papua saban hari jual Noken beragam jenis, Sabtu (25/2/2023) siang disambut isak tangis. Pertemuan berlangsung dalam suasana haru dan gembira, bertujuan serahkan sertifikat penghargaan UNESCO kepada mama-mama pengrajin Noken.

Sertifikat penghargaan UNESCO diserahkan langsung Titus Pekei dengan harapan mama-mama Noken Papua terus melanjutkan aktivitasnya.

“Seluruh perempuan, mama-mama perajin Noken di tujuh wilayah adat Papua tidak boleh menyerah. Tetap setia merajut, menganyam dan menyulam noken kehidupan yang selama ini dipaksa robek dan dirusak tanpa menghargai nilai-nilainya,” ujar Titus dalam keterangan tertulis ke Suara Papua.

Menurut Titus, apapun situasinya Noken harus terus dipegang erat dan dilestarikan sebagai warisan budaya Papua.

“Mulai hari ini, mari memulihkan dengan semangat merajut, menganyam dan menyulam noken kehidupan di tanah ini, seperti dari dulu, sekarang dan selamanya,” ujar Titus.

Sertifikat dari UNESCO untuk pengesahan Noken, 4 Desember 2012 di Paris, Prancis. (Ist – SP)

Diharapkan agar dalam berbagai kebijakan negara harus hargai esensi Noken. Presiden dan jajarannya tidak boleh memaksakan kehendak apapun motivasinya. Segala upaya pemaksaan melalui berbagai cara harus dihentikan.

Baca Juga:  Heboh! Banyak Bangkai Babi di Mimika Dibuang ke Aliran Sungai

“Cara-cara yang tidak sesuai dengan kehendak manusia dan tanah Papua ini harus dihentikan,” tegasnya.

Pengesahan Noken sebagai warisan budaya dunia mesti disambut baik melalui kebijakan negara untuk pemberdayaan masyarakat. Terutama komunitas Noken yang nota bene kaum perempuan, mama-mama Papua.

Sebab UNESCO akui Noken telah mengangkat nama baik Indonesia di mata dunia internasional. Meski kemudian negara gagal melaksanakan komitmen Konvensi 2003 tentang perlindungan warisan budaya takbenda.

“Pemerintah Indonesia gagal laksanakan hukum internasional Pasal 17, Noken membutuhkan perlindungan mendesak karena sedang mengalami kepunahan,” ujarnya.

Kegagalan negara melindungi Noken selama satu dekade pasca disahkan UNESCO selaras perlakuan buruk dan derita orang Papua semenjak proses aneksasi terjadi. Hingga kini kebijakan politik menguasai Papua dengan segala isinya bahkan terus berlanjut. Kata Titus, kebijakan pembangunan tidak manusiawi atas nama negara justru berujung konflik berdarah di Tanah Papua. Konflik berdarah yang seakan tiada akhir hingga menjadi daerah konflik sejak 19 Desember 1961.

“Fakta sejarah ini memiliki data kronologis yang paling panjang hingga Februari 2023 ini. Yang pada intinya negara melalui aparatur sipil maupun militer berhasil merobek Noken tanpa menghargai sedikitpun upaya, usaha, komitmen kemanusiaan yang selama ini diperjuangkan oleh orang asli Papua,” bebernya.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Komunitas Noken hanya butuh dihargai, kata Titus, yang hingga kini selalu dinantikan. Karena Noken ada dan hidup bersama orang Papua. Mama-mama melalui hasil karyanya boleh ada noken dalam beragam jenis dapat dinikmati siapapun.

“Noken atau Agiya adalah pemersatu bahasa ucapan tradisi suku bangsa, dan tentu hampir semua suku di Papua memilikinya dengan beragam bentuk dan jenis Noken. Saya perjuangkan untuk itu.”

Noken anggrek karya komunitas pengrajin noken Papua. (Ist – SP)

Tanah Papua diurapi Tuhan semenjak kehadiran dua misionaris di pulau Mansinam 5 Februari 1855, Charl Wilhelm Ottow dan Johann Gottlob Geissler, dengan doa sulungnya “Dengan nama Tuhan, kami menginjak kaki di tanah ini” (Inn Gottes namen bettraten wir das land), disusul Pastor Cornelis Le Cocq d’Armanville, SJ mendarat di kampung Sekru dekat Fakfak pada 22 Mei 1894, merupakan fakta sejarah yang tak dapat direkayaasa apalagi dipermainkan dengan apapun target dan motivasinya.

“Fakta sejarah bagi tanah ini, Papua, sejak awal, dari dulu, kini dan esok, tetap merupakan tanah Injil. Sebelum kitab suci pihak lain, Injil sudah lebih duluan hadir dan masuk sampai kedalaman Tanah Papua. Injil sudah urapi tanah ini. Tuhan sudah urapi Papua,” ujar Titus.

Jika ada catatan sejarah lain, ia tegaskan, itu resmi buatan tanpa fakta sejarah yang jelas tentang Papua sejak masa silam.

Baca Juga:  Suku Abun Gelar RDP Siap Bertarung Dalam Pilkada 2024

“Artinya, mulai mengenal setelah Injil sudah hadir masuk dalam Noken Kehidupan di tanah ini. Akhirnya, pada bulan Injil masuk Tanah Papua, pencetus gagasan Noken warisan budaya leluhur orang asli Papua serahkan sertifikat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) bidang ilmu pengetahuan, pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, pada hari ini dari pinggiran jalan raya Oyehe pusat kota Nabire.”

Lanjut Titus, “Dalam nama Allah bangsa Papua, saya kembalikan sertifikat penghargaan Noken Papua ini kepada pemiliknya yaitu perempuan, ibu, mama Noken Papua. Dengan pesan, lanjutkan aktivitas merajut, menganyam dan menyulam Noken Kehidupan.”

Jebolan program Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) itu menitipkan harapan, sertifikat penghargaan UNESCO sebagai solusi Papua tanah damai. UNESCO hadir bagi Papua menjadi solusi kebenaran hidup manusia Melanesia di tanah leluhur Papua.

Titus Pekei, penggagas Noken ke UNESCO, memperlihatkan sertifikat dari UNESCO tentang pengesahan Noken sebagai warisan budaya takbenda yang membutuhkan perlindungan mendesak. (Ist – SP)

Sertifikat tersebut diterima Hana Herlina Kotouki mewakili komunitas Mama-mama Noken Papua kabupaten Nabire.

Mama Kotouki mengaku sangat senang bisa ditemui sang pejuang langsung di tempat usaha.

Sembari menyeka linangan air mata, ia terharu juga merasa sangat kagum dengan perjuangan gigih dari Agiya’dokii melewati berbagai tahapan hingga Noken diterima negara-negara anggota UNESCO.

“Terima kasih banyak anak Titus Pekei atas kerja kerasnya bawa Noken sampai di PBB. Perjuangan anak telah mengangkat harkat dan jati diri kami mama-mama Papua,” ucap Hana.

Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.