BeritaTidak Elok Insiden Wamena Diselesaikan Dengan Proses ‘Restorative Justice’

Tidak Elok Insiden Wamena Diselesaikan Dengan Proses ‘Restorative Justice’

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Zhelsius Henius Asso, salah satu tokoh pemuda Papua Pegunungan menyesalkan proses penyelesaian konflik Wamena yang dilakukan pada 28 Februari 2023 di lapangan pendidikan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan dengan cara Restorative Justice atau keadilan restoratif.

Menurut Henius, mestinya para oknum-oknum pelaku yang terlibat dalam kejadian pada 23 Februari 2023 harus diproses hukum. Di mana insiden yang terjadi akibat informasi penculikan anak itu.

Dalam kasus itu 11 orang meninggal dunia, di mana 9 diantaranya diduga tertembak peluru senjata api.

Restorative Justice merupakan alternatif penyelesaian perkara pidana dengan mekanisme yang berfokus pada pemidanaan yang diubah menjadi proses dialog dan mediasi yang melibatkan semua pihak terkait. Prinsip dasar restorative justice adalah adanya pemulihan pada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya. Sebagaimana termuat dalam Pasal 1 huruf 3 Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021.

Dasar hukumnya pada Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 205 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHP) dan peraturan lainnya.

“Dalam penanganan konflik itu kita melihat aparat TNI dan Polri tidak profesional, di mana aparat harus  memahami antropologi masyarakat setempat. Dilihat ada sebuah skenario yang perlu ditelusuri secara  akuntabel.”

Baca Juga:  10 Nakes Mimika Ikuti Konferensi Internasional Neurovaskular

“Mengapa proses penyelesaian tidak dilakukan di Polres, namun diselesaikan di bawa tontonan masyarakat [lapangan Pendidikan Wamena]. Di sini seakan ada sebuah skenario yang dimainkan sekelompok orang tertentu yang tidak ingin kedamaian. Oleh sebab itu kita kutuk,” tegas Henius kepada suarapapua.com di Jayapura pada, Rabu (1/3/2023).

Ia juga mengatakan, proses hukum dengan mekanisme Restorative Justice dengan bayar membayar ganti rugi dalam bentuk uang maupun barang merupakan cara yang tidak elok.

“Sebab apapun alasannya, nyawa manusia tidak bisa digantikan dengan jenis barang apapun, termasuk dengan uang maupun ternak babi. Karena sekalipun membayar dengan nilai uang triliunan rupiah, tidak akan mengakhiri konflik, terutama di wilayah Papua Pegunungan. “

“Cara ini justru akan terus menyuburkan konflik di kemudian hari. Hal ini karena setiap adanya persoalan ada kelompok -kelompok tertentu yang sering memanfaatkan sebagai tempat mencari makan,” tukasnya.

Penyelesaian dan mediasi yang dilakukan para pihak di lapangan Pendidikan Wamena pada 28 Februari 2023 justru akan melahirkan sentimen yang panjang. Mestinya aparat yang diduga menyalahgunakan kewenangan dalam insiden ini mesti gentelment untuk diproses hukum.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

“Hal ini dikatakan semata-mata hanya untuk menciptakan kedamaian di Wemena dan pegunungan tengah Papua. Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Papua akan tumbuh,” tukasnya.

Dengan demikian, untuk terciptanya kedamaian di Provinsi Papua Pegunungan, Henius sebagai tokoh pemuda merekomendasikan sejumlah hal:
Pertama, usut tuntas kasus tersebut hingga pada akar persoalan tersebut, terutama para aktor -aktor pembuat skenario.
Kedua, semua oknum pelaku harus di proses hukum positif.
Ketiga, para pelaku harus diproses dan di hukum seberat-beratnya sesuai perbuatan, karena yang memiliki hak mencabut nyawa manusia adalah Tuhan, bukan manusia.

Proses penyelesaian
Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan mengakui telah melakukan proses penyelesaian kasus Wamena secara budaya, terkait kasus yang terjadi pada 23 Februari 2023 di Sinakma Wamena. Di mana telah memberikan kompenisasi kepada 11 keluarga korban meninggal dan luka-luka.

Hadir dalam pertemuan itu adalah Bupati Jayawijaya, Nduga, Yahukimo, Lanny Jaya dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan. Pertemuan dilakukan di Kantor Bupati Jayawijaya pada, Kamis (2/3/2023). Sementara proses menjembatani penyelesaian diserahkan kepada pihak Lanny Jaya.

Baca Juga:  Aktivitas Belajar Mengajar Mandek, Butuh Perhatian Pemda Sorong dan PT Petrogas

Kompensasi yang dibayarkan senilai Rp4,5 miliar, baik Jayawijaya, Nduga dan Yahukimo yang masing-masing Rp1 miliar dan pemerintah provinsi Papua Pegunungan Rp1,5 miliar.

Sementara Didimus Yahuli, Ketua Asosiasi Bupati Pegunungan Tengah Papua mengatakan, terkait proses hukum ia menyampaikan jika hal itu tetap berjalan baik itu oleh kepolisian, TNI maupun tim kemanusiaan secara independen telah mulai berjalan.

Ia pun meminta agar masyarakat pro aktif dalam upaya penyelidikan dan pengungkapan peristiwa tersebut, dengan memberikan informasi ketika akan dijadikan saksi sehingga kasus ini menjadi terbuka.

“Semua sudah jalan, saling tukar informasi, masyarakat juga wajib ketika dijadikan saksi. Jangan meminta proses hukum tetapi tidak mau jadi saksi, apa yang kita bicarakan di polisi itu yang akan diuji di kejaksaan dan diputuskan di pengadilan nantinya, sehingga saya harap semua masyarakat pro aktif untuk persoalan ini karena ada 11 orang meninggal dalam sekejap mata,” ucapnya sebagaimana dikutib dari jubi.id.

 

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Rakyat Papua Menolak Pemindahan Makam Tokoh Besar Papua Dortheys Eluay

0
Pemindahan Makam almarhum Dortheys H Eluay, salah satu bentuk penghinaan terhadap martabat orang Papua, tetapi juga salah satu bentuk pelecehan terhadap struktur sosial masyarakat Sentani. Karena beliau adalah salah satu tokoh besar, termasuk ondofolo besar masyarakat Sentani.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.