Tanah PapuaDomberaiWarga Maybrat Demo Tolak Kehadiran Pasukan TNI

Warga Maybrat Demo Tolak Kehadiran Pasukan TNI

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Warga masyarakat Maybrat dari komunitas suku Aifat, kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya, yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Maybrat Peduli Kenyamanan, memprotes penempatan pasukan TNI di sejumlah kampung di distrik Aifat Utara dan distrik Aifat, kabupaten Maybrat.

Aksi protes dilancarkan dari halaman kantor DPRD Maybrat di kota Kumurkek, Senin (17/4/2023).

Sebagaimana dilaporkan Yohanis Mambrasar, advokat PAHAM Papua, yang turut hadir sebagai pendamping, dalam aksi protes itu warga Maybrat mendesak penjabat bupati Maybrat dan TNI segera menarik kembali seluruh pasukan TNI yang ditempatkan di kampung-kampungnya di distrik Aifat dan distrik Aifat Utara.

“Para demonstran menyatakan bahwa Kampung mereka bukan wilayah perang, juga bukan merupakan wilayah yang selama ini menjadi wilayah konflik bersenjata antara TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat) dan TNI Polri. Mereka menyatakan selama ini kampungnya aman-aman saja dan tidak ada konflik, dan kampunnya tidak terlibat dalam konflik militer bersenjata,” ujarnya mengutip aspirasi warga saat aksi protes.

Baca Juga:  Soal Pembentukan Koops Habema, Usman: Pemerintah Perlu Konsisten Pada Ucapan dan Pilihan Kebijakan

Para demonstran menyatakan, kehadiran anggota TNI di kampung mereka membuat warga tak nyaman dan ketakutan. Rasa takut terhadap aparat bersenjata akan menciptakan kekerasan terhadap warga kampung yang bisa mendatangkan konflik baru lagi.

“Warga juga mengatakan kehadiran TNI di kampungnya membuat mereka tidak nyaman dan tidak bebas lagi seperti sebelumnya. Warga yang awalnya bebas ke hutan berkebun atau berburu menjadi takut dan tidak bebas beraktivitas setelah TNI ditempatkan di beberapa kampung,” lapor Mambrasar.

Baca Juga:  Sikap Mahasiswa Papua Terhadap Kasus Penyiksaan dan Berbagai Kasus Kekerasaan Aparat Keamanan
Aliansi Masyarakat Maybrat Peduli Kenyamanan saat aksi unjuk rasa di depan kantor DPRD kabupaten Maybrat, Senin (17/4/2023) kemarin. (Supplied for SP)

Karena itu, dalam aksi protes disampaikan desakan untuk segera tarik kembali seluruh pasukan TNI dari kampung mereka. Masyarakat juga menyarankan agar dalam menjalankan kebijakan keamanan, TNI Polri dan pemerintah fokus saja mengurus keamanan di wilayah konflik agar tindakannya terarah pada TPNPB OPM sebagai sasaran. Kehadiran TNI dalam tindakan tak mau menyasar masyarakat sipil.

“Penempatan aparat militer ini juga menurut warga bukti ketidakseriusan pemerintah Maybrat dan TNI Polri menjamin keamanan di Maybrat. Karena sebelumnya pada bulan Desember 2022, Januari, Februari 2023 lalu, pemerintah bersama TNI Polri  memulangkan para pengungsi Maybrat dan menyatakan bahwa Maybrat telah aman. Tetapi kehadiran banyak anggota TNI yang baru ditempatkan di sejumlah kampung itu membuat warga tidak nyaman dan ragu dengan kebijakan pemerintah,” bebernya.

Baca Juga:  Empat Terdakwa Pembunuhan Bebari dan Wandik Dibebaskan, Wujud Impunitas

Beberapa hari sebelumnya, Pangdam XVII/Kasuari Papua Barat Mayjen TNI Gabriel Lema memimpin upacara penerimaan 1.200 personil TNI yang dikirim dari Yonif 133/YS dan Yonif 623/BWU di lapangan upacara Yonif 762/VYS Sorong.

Para prajurit tersebut kemudian ditempatkan ke sejumlah kampung di Maybrat, Tambrauw dan kabupaten lainnya di provinsi Papua Barat Daya.

Pangdam mengatakan, 1.200 prajurit TNI itu ditugaskan untuk mengamankan pembangunan, menjaga keamanan dan sebagai katalisator yang dapat mengedukasi warga.

Pewarta: Agus Pabika
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo Belum Seriusi Kebutuhan Penerangan di Kota Dekai

0
“Pemerintah kita gagal dalam mengatasi layanan penerangan di Dekai. Yang kedua itu pendidikan, dan sumber air dari PDAM. Hal-hal mendasar yang seharusnya diutamakan oleh pemerintah, tetapi dari pemimpin ke pemimpin termasuk bupati yang hari ini juga agenda utama masuk dalam visi dan misi itu tidak dilakukan,” kata Elius Pase.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.