ArtikelArnold Ap Dilenyapkan, Mens Rea Pemusnahan Bangsa

Arnold Ap Dilenyapkan, Mens Rea Pemusnahan Bangsa

Oleh: Marthen Goo*
*) Penulis adalah Aktivis HAM, Peminat HTN, Anggota PapuaItuKita

Punahnya sebuah bangsa terjadi jika kebudayaannya dihancurkan/dilenyapkan. Karenanya, kebudayaan itu menjadi hal prinsipil yang bersifat wajib dilindungi karena itu bagian dari aspek kemanusiaan yang harus dijaga. Esensi dari kebudayaan selalu menjelaskan nilai, baik nilai kemanusiaan, nilai keaslian, nilai ketuhanan, dan lainnya. Dalam semangat nilai itulah dikenal dengan martabat dan harga diri sebuah bangsa tersimpan dan terjaga dalam sanubarinya.

Atas dasar itu, ketika memunahkan kebudayaan, maka sebuah bangsa juga akan lenyap dan kehilangan nilai serta punah. Setiap orang datang dari keasliannya sendiri, memiliki hak hidup, dan hal lebih besar lagi adalah memiliki hak kesukuan bahkan kebangsaan. Sebuah realita hidup yang bersumber hanya dari Pencipta.

Jika merujuk pada hal-hal dalam kebudayaan, selalu dilihat dalam konteks: (1) Manusia; (2) Nilai; (3) Kebiasaan. Pada poin (2) dan (3) hanya bisa berjalan jika manusia sebagai aktor utama mengalami perlindungan atas jaminan hak hidup. Manusia sendiri menjelaskan seseorang yang berlatarbelakang suku dan bangsa. Aktivitas manusia kemudian dikenal dengan kebiasaan, dan kebiasaan yang baik yang dapat diwariskan itu sebagai nilai.

Karena manusia menjadi pusat dari sebuah kebudayaan, maka hak hidup manusia menjadi penting dijaga dan dilindungi. Apalagi jika manusia tersebut dilihat dalam aspek nilai yakni kemanusiaan. Kemanusiaan tersebut dalam konstitusi Indonesia menyebutkan hak, tetapi juga adanya kewajiban negara untuk turut melindungi setiap manusia. Jadi, dalam perspektif konstitusi Indonesia, kebudayaan harus dilindungi. Kebhinekaan ada pada aspek kebudayaan.

Mereka yang tidak melindungi kebudayaan dan malah turut menghancurkan kebudayaan dapat disebut sebagai penjahat kebudayaan atau pelaku pemusnahan kebudayaan atau lebih besarnya lagi adalah memiliki mens rea untuk memusnahkan sebuah bangsa.

Tindakan ini dapat dilihat sebagai tindakan kejahatan kemanusiaan, tindakan rasialisme atau tindakan politik apartheid. Tentu untuk menyimpulkan hal itu dapat dilihat dari pelaku, korban dan berhubungan dengan kuasa.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tokoh Kebudayaan Dibunuh, Kebudayaan Mati, Publik Mendapatkan Teror Traumatik

Papua punya Arnold Clemens Ap. Arnold Ap dikenal sebagai budayawan yang hebat dan tersohor di Tanah Papua. Lagu-lagunya memberikan semangat dan harapan hidup bagi orang Papua. Walau suku-suku di Papua lebih dari 250 suku, lagu yang dinyanyikan mampu menusuk relung yang bisu, memberikan semangat juang akan kehidupan yang tinggi, nilai kebersamaan tumbuh, dan sukacita selalu terpancar di wajah. Lagu yang menyatukan manusia dan sesama, manusia dan alam, serta manusia dan Tuhan.

Fahri Salam dalam reportasenya di Tirto.id edisi 26 April 2021, “pada akhir 1970-an dan setelahnya, Mambesak begitu populer di Tanah Papua. Lima volume kaset mereka ludes terjual dan terus-terusan diproduksi ulang, menjadi pemasukan dan bagi kegiatan kebudayaan mereka. Popularitas mereka juga menyebar luas berkat siaran radio yang diasuh Arnold Ap dkk bernama Pelangi Budaya dan Pancaran Sastra di Studio RRI Jayapura setiap Minggu siang. Aditjondro, yang menyaksikan mereka dari dekat dan karib Arnold Ap, mengisahkan program radio mereka diterima dengan penuh antusiasme oleh masyarakat asli Papua Barat, baik di kota maupun di desa, baik yang terpelajar maupun orang kampung. Kunci keberhasilannya, tulis Aditjondro, mereka memakai bahasa Indonesia logat Papua, menguraikan masalah kebudayaan Papua dengan bahasa yang mudah dipahami, dan mereka menyisipkan lagu-lagu rakyat dan mop-mop Papua”.

Sayangnya, ada yang tidak senang jika Arnol Ap hidup. Ada yang tidak senang jika kebudayaan di Papua hidup. Tokoh budayawan dibunuh sebagai upaya menghancurkan kebudayaan Papua. Kejahatan konstitusional dalam kebudayaan dilakukan. Upaya politisasi gaya dungu dibangun kala itu. Negara yang mestinya melindungi tokoh kebudayaan dikarenakan esensi kebhinnekaan dan tujuan negara, malah faktanya alat negara melakukan kejahatan.

Menurut Yan Christian Warinussy di Suara Papua 27 April 2017, “beberapa hari sebelum ditemukan tak bernyawa, Arnold Ap berada di penjara Jayapura, tempat ia ditahan sejak 30 November 1983. Arnold bersama rekan-rekannya sedang menjalani status sebagai tahanan di Markas Polda Papua di Jalan Koti, APO, Jayapura, karena sesuatu tuduhan hukum. Tetapi entah bagaimana caranya, Arnold yang juga saat itu sebagai Kurator Museum Antropologi Universitas Cenderawasih, bisa dibawa keluar dari ruang tahanan hingga menemui ajalnya di Pantai Base-G.”

Baca Juga:  Hak Politik Bangsa Papua Dihancurkan Sistem Kolonial

Yason Ngelia di media Lao-lao Papua 25 April 2021, “pada 26 April 1984, Arnold Clemens Ap seorang musisi pendiri grup musik dan tari Mambesak dibunuh oleh Komando Pasukan Sandi Yudha (Kopasanda) atau yang kini lebih dikenal sebagai Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di Pantai Base-G, kota Jayapura, Papua”.

Catatan Wikipedia, “pada bulan November 1983, ia ditangkap oleh pasukan khusus militer Indonesia, Kopassus, lalu dipenjara dan disiksa atas dugaan menjadi simpatisan Organisasi Papua Merdeka (OPM) meski pada akhirnya tidak ada tuduhan yang ditetapkan. Pada April 1984, ia tewas akibat tembakan senjata api di punggungnya. Kesaksian resmi mengklaim ia berusaha kabur dari penjara. Banyak pendukungnya percaya bahwa Arnold Ap dieksekusi oleh Kopassus. Musisi lain bernama Eddie Mofu juga tewas”.

Arnold Ap ditangkap, kemudian dieksekusi mati di tempat yang berbeda. Bahkan jika didalami dengan seksama, stigmatisasi terhadap Arnold Ap sebagai simpatisan separatis hanya sebagai alasan untuk membunuh korban dan sebagai upaya mematikan kebudayaan Papua karena mestinya aspek hukum yang dikedepankan. Harus dibuktikan di meja hijau.

Padahal banyak musisi yang lahir bagai jamur di seluruh daerah Papua karena diinspirasi Arnold Ap. Sayangnya, setelah Arnold Ap dibunuh, kekawatiran dan ketakutan kemudian menghantui orang Papua. Ekspresi kebudayaan mengalami kesenyapan karena ketakutan.

Publik ketakutan dan trauma. Bahkan memasang lagu Arnold Ap saja ketakutan. Semangat Arnold Ap kemudian mulai muncul setelah reformasi 1998. Ada proses hilangnya kebudaan Papua karena ketakutan (terteror mental) selama 14 tahun.

Daerah lain, ekspresi kebudayaan diberi apresiasi, didukung, bahkan negara turut melindungi. Pendidikan kebudayaan dibangun di sekolah-sekolah. Di pulau Jawa, khususnya, pendidikan kebudayaan dianggap penting sekali karena itu kekuatan kebhinnekaan dan kekuatan negara.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Sementara di Papua, dilabeli negatif, bahkan ruang demokrasi untuk mengekspresikan kebudayaan sangat susah. Arnold Ap sebagai Bapak Bangsa Papua dalam kebudayaan, yang mestinya oleh konstitusi dilindungi karena aset kebhinnekaan, harus dieksekusi. Karena jika bicara seni dalam budaya tentu bicara jiwa. Dan jika jiwa orangnya dibunuh, tentu seninya hilang, semangatnya juga hilang.

Papua yang malang. Mencari Bapak Budaya yang membangkitkan spirit, menghidupkan jiwa, memancarkan nilai dalam karya seperti Bapak Bangsa dalam budaya seperti Arnold Ap, mungkin butuh 1000 tahun, bahkan lebih. Apakah 1000 tahun itu orang Papua masih hidup di atas Tanah Papua, tanah moyang Papua, sementara kejahatan HAM terus bagai jamur di Tanah Papua tanpa kenal henti, demokrasi ditutup, pendudukan dan pengurasan SDA jalan terus, dan genosida di depan mata?

Negara harus adili pelaku pembunuh Arnold Ap, apapun alasannya. Karena para pembunuh tidak hanya melakukan pembunuhan terhadap Arnold Ap, tetapi juga telah melakukan pembunuhan terhadap kebudayaan Papua, pembunuhan terhadap sebuah bangsa.

Punahnya kebudayaan menegaskan punahnya bangsa. Tentu ini kejahatan konstitusional dan merusak nilai serta kebhinnekaan. Praktek-praktek rasialisme dan kejahatan politik apartheid mestinya dihapus.

“… Walau kau di Sorga para kudus, siulan dan nyanyian-mu s’lalu bergema dalam jiwa…
Alunan syair-mu menarikan jiwa-kami, Papua pun tersenyum karena s’paruh dewa-mu …
Kau dipaksakan lenyap agar spirit-mu tak menyatu di alam dan manusia Papua…
Kebenaran masih meneteskan berkas cahaya, alunan-mu tlah melaju melewati cahaya mentari.
Arnol Ap, walau kau telah pergi saat timah panas menembus tubuh-mu…
Syair-syair-mu masih terus hidup, masih memberikan harapan bahwa mentari masih terbit hari esok…
Walau genosida kini di depan mata, siulan syair-mu mensyaratkan masih ada cahaya kebenaran di esok hari
Keteguhan iman yang hidup tanpa mengenal sedikit letih.
Penyair: Marthen Goo

 

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai Demokrat se-Papua Tengah Jaring Bakal Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada...

0
Grace Ludiana Boikawai, kepala Bappiluda Partai Demokrat provinsi Papua Tengah, menambahkan, informasi teknis lainnya akan disampaikan panitia dan pengurus partai Demokrat di sekretariat pendaftaran masing-masing tingkatan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.