Amnesty: Vonis Bersalah Victor Yeimo Menunjukkan Pengabaian Negara Atas Penghormatan HAM

0
1139
Usman Hamid, direktur eksekutif Amnesty International Indonesia. (Dok. Pri.)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Direktur Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan, putusan vonis bersalah Mejelis Hakim PN Jayapura terkait protes antirasisme pada 2019 terhadap aktivis KNPB Victor Yeimo menunjukan pengabaian negara terhadap penghormatan akan Hak Asasi Manusia (HAM).

“Meskipun kami menghormati Majelis Hakim PN Jayapura menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum, kami menilai vonis bersalah menunjukkan pengabaian negara terhadap penghormatan hak asasi manusia. Kita perlu meninggalkan penggunaan pasal-pasal makar dan penghinaan dalam KUHP untuk menghukum aktivis dan pengunjuk rasa damai di Papua, Maluku, dan di mana pun,” kata Usman Hamid, Jumat (5/5/2023).

Usman mengatakan, pola kekerasan yang terjadi di Papua sudah berlangsung cukup lama, terutama kepada mereka yang mengadvokasi dan bahkan mereka yang sekadar mempraktikka kebebasan berekspresi.

“Di Papua, pola kekerasan sudah berlangsung lama terhadap mereka yang mengadvokasi dan bahkan sekadar mempraktikkan kebebasan berekspresi serta pemenuhan hak-hak asasi manusia lainnya. Hukuman terhadap Victor Yeimo hari ini hanyalah salah satu contoh dari kurangnya jaminan hak asasi manusia,” ujarnya.

“Ini akan mengirimkan pesan kepada para aktivis dan pengunjuk rasa lainnya bahwa perbedaan pendapat dan ekspresi pandangan mereka secara damai tidak ditolerir oleh negara. Padahal negara telah berkomitmen untuk menghormatinya.

ads

Oleh sebab itu Amnesty mendesak negara untuk membebaskan Victor Yeimo dan aktivis lainnya yang dipenjara hanya karena menyampaikan pendapat secara damai di Papua.

Baca Juga:  20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

“Kami mendesak negara untuk membebaskan Victor Yeimo dan aktivis lainnya yang dipenjara hanya karena menyampaikan ekspresinya secara damai di Papua. Sebab itu semua dijamin oleh konstitusi.”

Latar Belakang
Victor Yeimo, aktivis dan juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) pada persidangan yang digelar di PN Jayapura pada, Jumat 5 Mei 2023 dijatuhi hukuman delapan (8) bulan penjara terkait dengan keterlibatannya pada aksi unjuk rasa antirasisme di Papua yang berujung kerusuhan pada Agustus 2019.

Hukuman dari Majelis Hakim lebih ringan dari yang dituntut Jaksa Penuntut Umum yang menuntut tiga tahun penjara.

Dalam menjatuhkan vonis kepada terdakwa, Majelis Hakim menggunakan Pasal 155 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang berisi menyiarkan atau menunjukkan surat atau gambar yang mengandung pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, penghinaan atau merendahkan Pemerintah Indonesia.

Pasal yang digunakan Majelis Hakim itu berbeda dengan empat pasal yang digunakan Jaksa Penuntut Umum.

Pada tanggal 21 Februari 2022, Jaksa Penuntut Umum mendakwa Viktor Yeimo dengan empat pasal dalam KUHP, yaitu Pasal 106 tentang aksi makar, Pasal 110 Ayat 1 tentang permufakatan untuk makar, Pasal 110 Ayat 2 tentang mempersiapkan aksi makar, dan Pasal 160 mengenai penghasutan.

Viktor Yeimo membantah semua tudingan tersebut dengan mengatakan dirinya tidak terlibat dalam perencanaan aksi unjuk rasa anti rasisme pada 2019 dan hanya ikut aksi karena merasa terpukul atas perlakuan rasis terhadap orang-orang Papua.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Pihak berwenang di Indonesia telah menggunakan hukum pidana, terutama pasal makar, untuk mengadili puluhan aktivis politik damai pro-kemerdekaan di Papua yang secara sah menggunakan hak mereka atas kebebasan berekspresi, berserikat, dan berkumpul secara damai.

Menurut data pemantauan Amnesty International sejak 2019 hingga 2022, sedikitnya 78 orang di Papua telah ditangkap karena tuduhan melanggar pasal makar berdasarkan Pasal 106 dan 110 KUHP lama.

Dalam hukum nasional, hak atas kebebasan berpendapat, berkumpul dan berserikat juga dijamin di dalam UUD 1945, khususnya Pasal 28E ayat (3), Pasal 23 ayat (2) dan Pasal 24 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999. Perlu diingat bahwa Pasal 23 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga menjamin bahwa setiap orang bebas untuk memiliki keyakinan politiknya serta untuk mengeluarkan pendapat sesuai hati nuraninya.

Hak atas kebebasan berekspresi, termasuk ekspresi politik, juga dijamin dalam Pasal 19 Kovenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), yang selanjutnya dijelaskan dalam Komentar Umum No. 34 tentang Pasal 19 ICCPR.

Perlu digarisbawahi bahwa Indonesia telah meratifikasi ICCPR melalui UU No. 12 Tahun 2005, yang juga berarti bahwa Indonesia memiliki kewajiban yang mengikat untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak tersebut.

Vonis 8 bulan harus diterima, tapi negara tidak adil
Dr. Benny Giay, menyatakan, vonis delapan bulan penjara terhadap anak muda Papua yang juga juru bicara internasional KNPB itu harus diterima. “Ya, ini sekarang, Victor [Yeimo] harus bebas,” ujarnya.

Baca Juga:  Seorang Fotografer Asal Rusia Ditangkap Apkam di Paniai

Tetapi Benny kesalkan perlakuan negara melalui aparatus memperlakukan orang Papua. Sebab, Victor Yeimo representasi orang Papua, tampil sebagai salah satu tokoh muda, memprotes ujaran rasisme, malah dikriminalisasi hingga kenakan Pasal Makar.

“Dicap makar, separatis, padahal hanya bicara wajar, memprotes rasisme di Surabaya itu. Tetapkan DPO [Daftar Pencarian Orang], ditangkap, diinterogasi, dikriminalisasi dan dipenjarakan, ditambah lagi sidangnya sampai tunda beberapa kali. Baru saja putusan dibacakan. Ya, sudahlah.”

“Semua anak muda, anak bangsa Papua harus bersatu itu yang paling penting. Tuduhan dengan pasal-pasal tidak benar itu, semua sudah ketahui sebagai permainan untuk kriminalisasi orang Papua. Negara berusaha mau hancurkan persatuan kita, tapi Papua tetap satu,” tutur Dr Benny usai hadiri sidang putusan di PN Jayapura.

Benny akui solidaritas rakyat Papua sungguh luar biasa, apalagi selalu hadir kawal proses persidangan, memberikan tekanan ke Jaksa dan hakim untuk bebaskan Victor Yeimo dari semua tuduhan.

Tuduhan makar yang dialamatkan kepada Victor Yeimo, kata Giay, sudah terbantahkan.

“Tidak terbukti [makar]. Saksi ahli semuanya bantah habis itu tuduhan. Victor hadapi dengan tenang. Luar biasa juga penasehat hukum yang berjuang sampai putusan hari ini. Terima kasih banyak adik-adik mahasiswa, adik-adik aktivis, dan semua rakyat Papua,” ucap Benny.

 

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaBertemu Pj Gubernur Papua Tengah, Komisi IV DPR Diminta ke Mimika
Artikel berikutnyaKemiskinan Historis Sebagai “Wajah” Kristus Yang Konkret