Rilis PersMahasiswa Papua di Sulut Desak Komnas HAM RI Investigasi Kasus Penganiayaan di...

Mahasiswa Papua di Sulut Desak Komnas HAM RI Investigasi Kasus Penganiayaan di Puncak

Saat umat Kristen di seluruh dunia sedang menyiapkan diri menyambut hari paskah dan umat Muslim yang sedang berpuasa, rakyat Papua dihebohkan dengan video penyiksaan yang diduga dilakukan oleh oknum aparat TNI di Puncak Papua, Provinsi Papua belum lama ini.

Sementara, hari Jumat Agung yang merupakan momentum peringatan pada hari penyaliban Yesus yang adalah revolusioner untuk penyelamatan umat manusia dari penindasan pemerintahan Pontius Pilatus.

Di mana Yesus mengorbankan dirinya hanya untuk menyelamatkan manusia dari penindasan dan penjajahan pemerintahan Romawi.

Secara spiritual, Yesus menjadi pahlawan bagi umat manusia di seluruh dunia, termasuk bagi orang asli Papua. Yesus telah membebaskan manusia dari penindasan dan perbudakan, namun faktanya sampai hari ini orang Papua masih tertindas dan terjajah dalam pemerintahan Indonesia.

Baca Juga:  HRM Melaporkan Terjadi Pengungsian Internal di Paniai

Bangsa Papua saat ini hidup dalam ketakutan, intimidasi, teror, penyiksaan, pembantaian, diskriminasi dan rasisme. Tindakan kekerasan terus terjadi di Papua dan dianggap sebagai ‘binatang’.

Tindakan kekerasan militer Indonesia terus terjadi di Papua dan bertentangan dengan visi dan misi Yesus yang mengorbankan dirinya mati di Kayu salib untuk umat manusia. Kekerasan dan kekejaman tidak pernah berhenti, orang Papua justru semakin jauh dari keadilan dan penghormatan terhadap kemanusiaan dengan harapan hidup yang terancam punah.

Kasus kekerasan militer terhadap orang Papua awal tahun 2024 di Puncak Papua, di mana 3 orang ditangkap, disiksa dan mengakibatkan salah satunya meninggal dunia.

Kasus kekerasan berikutnya pada 22 Februari 2024 di Yahukimo di mana 2 pelajar usia 15 tahun dianiaya dan ditahan.

Baca Juga:  ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

Kasus penyiksaan yang terjadi di Puncak dan yang terus terjadi di Papua sangat bertentangan dengan prinsip kemanusiaan.

Mahasiswa Papua di Sulut ketika bertemu dengan aparat kepolisian di Kantor Polda Sulawesi Utara, di Kota Menado. (Supplied for SP)

Maka, untuk menyikapi beberapa kasus tersebut, kami Ikatan Mahasiswa Papua (IMAPA), Komite Nasional Papua Barat-Konsulat Indonesia (KNPB-KI) dan Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Papua (DPW AMPTPI) di Sulawesi Utara melakukan aksi di Kantor Polda Sulawesi Utara di Kota Menado sebagai bentuk protes atas tindakan penganiayaan terhadap orang Papua.

Berikut pernyataan sikap kami:

  1. Komnas HAM RI dan lembaga kemanusiaan lainnya segera membentuk tim investigasi independen untuk mengungkap kasus penyiksaan di Puncak Papua.
  2. Mendesak Pangdam XVII/Cenderawasih untuk segera dicopot dari jabatannya dan adili pelaku penganiayaan di Pengadilan Umum.
  3. Negara segera tarik militer organik dan non organik dari atas tanah Papua Barat dan hentikan pendropan aparat militer yang terus dilakukan secara besar-besaran.
  4. Negara segera bebaskan dua orang remaja yang ditangkap kepolisian di Yahukimo dan yang sedang di tahan di Polda Papua.
  5. Negara melalui Kepolisian stop melakukan penangkapan dan kriminalisasi aktivis kemerdekaan Papua di atas tanah Papua, Indonesia bahkan di luar negeri.
Baca Juga:  Hari Konsumen Nasional 2024, Pertamina PNR Papua Maluku Tebar Promo Istimewa di Sejumlah Kota

KordinatorLapangan:

  1. Manu Daby
  2. Aguusten Goo

Penanggung Jawab aksi:

  1. Jepti Loho (Ikatan Mahasiswa Papua Sulawesi Utara)
  2. Matulesi Giban (Komote Nasional Papua Barat konsulat Indonesia.
  3. Elmau Mossip (Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Indonesia)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Jurnalis Senior Ini Resmi Menjabat Komisaris PT KBI

0
Kendati sibuk dengan jabatan komisaris BUMN, dunia jurnalistik dan teater tak pernah benar-benar ia tinggalkan. Hingga kini, ia tetap berkontribusi sebagai penulis buku dan penulis artikel di berbagai platform media online.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.