Tanah PapuaDomberaiPemuda Adat se-Papua Komitmen Pertahankan Tanah dan Hutan

Pemuda Adat se-Papua Komitmen Pertahankan Tanah dan Hutan

SORONG, SUARAPAPUA.com — Konflik agraria terus terjadi hingga kini di seluruh wilayah di Tanah Papua. Masyarakat adat tak mau kehilangan tanah dan hutan adat sebagai warisan leluhur yang harus dijaga, sehingga muncul sikap perlawanan terhadap perusahaan perusak lingkungan.

Hal itu mengemuka dalam kegiatan Forest Defender Camp (FDC) yang dihadiri sedikitnya 150 orang generasi muda perwakilan dari 10 kabupaten yang tersebar di empat provinsi di Tanah Papua.

Tresya Imelda Yhosuah, perwakilan komunitas lembah Grime Nawa (Grina) kabupaten Jayapura, Papua, mengatakan, masyarakat adat suku Namblong sekarang sedang berjuang untuk mempertahankan tanah adat dari korporasi dan melestarikan budaya mereka.

“Kami terus berjuang menjaga tanah adat kami, selain itu kami juga terus berupaya untuk lestarikan budaya kami lewat sekolah adat,” katanya kepada suarapapua.com di arena FDC.

Pembacaan tujuh poin seruan pemuda Adat se-Tanah Papua pada kegiatan Forest Defender Camp di kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, Jumat (22/9/2023) malam. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Bagi Tresya, kehilangan budaya berarti kehilangan identitas diri mereka. Katanya, jika budaya tidak dilestarikan, maka budaya akan hilang.

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

“Budaya dan adat istiadat kami hilang, maka kami kehilangan jati diri kita. Jadi, sangat penting untuk lestarikan budaya. Oleh sebab itu, saya mengajak pemuda untuk terlibat dalam menjaga tanah serta melestarikan budaya,” ujarnya.

Robert Meanggi, pemuda dari kabupaten Boven Digoel, Papua Selatan, menyatakan, konflik agraria terus terjadi hingga saat ini. Karenanya masyarakat adat di Tanah Papua terus berjuang untuk melawan perusahaan perusak lingkungan.

“Suku Awyu dan semua suku di Tanah Papua sedang berjuang jaga tanah adat mereka. Sebelum perjuangan suku Awyu, sudah adat suku Moi di Sorong yang berjuang melawan perusahaan. Artinya, masyarakat adat Papua tidak mau ada investasi yang terus merampas tanah milik masyarakat adat Papua,” tutur Robert.

Pembukaan kegiatan Forest Defender Camp (FDC) di kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, provinsi Papua Barat Daya, Rabu (20/9/2023) lalu. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Obaja Saflesa, relawan tolak sawit di kabupaten Sorong Selatan, mengakui perampasan tanah adat terus terjadi di Tanah Papua.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

“Ini fakta perusahaan-perusahaan terus melakukan eksplorasi sumber daya alam di Tanah Papua. Satu izin perusahaan dicabut, perusahaan lain masuk. Ini membuktikan pemerintah tidak punya niat untuk selamatkan tanah, hutan dan sumber daya alam di Papua,” tandasnya.

Saflesa mengajak generasi muda Papua harus terlibat aktif dalam melihat masalah yang terjadi saat ini. Karena itu, ditegaskan perjuangan melawan investasi tidak akan berhenti.

“Kami akan terlibat dan melawan investasi yang terus merampas tanah, hutan dan sumber daya alam. Kami tetap akan melawan, lawan dan akan terus lawan,” ujar Obaja.

Jimmy Saifi, perwakilan suku Moi di Sorong, menyoroti dalil mensejahterakan masyarakat sebagai pintu masuk bagi para investor untuk merampas ruang hidup masyarakat adat.

“Pemerintah selalu gunakan alasan ingin mensejahterakan masyarakat, sehingga berikan izin bagi perusahaan-perusahaan. Namun faktanya hingga saat ini belum ada masyarakat adat yang sejahtera. Artinya, tidak ada sejarah kapitalis mensejahterakan masyarakat,” tegas Saifi.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor
Sebagian peserta kegiatan Forest Defender Camp (FDC) di hutan adat Knasaimos, kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. (Reiner Brabar – Suara Papua)

Sementara itu, Kiki Taufik, Global Head of Indonesia Forest Campaign, mengatakan, FDC melibatkan perwakilan anak muda adat dari Sorong Raya, Pegunungan Arfak, Manokwari, Bintuni, Jayapura, Merauke hingga Boven Digoel, sebagian komunitas masyarakat adat yang terdampak ekspansi industri ekstraktif.

Kiki berharap, kegiatan FDC makin menyadarkan generasi muda untuk menjaga wilayah-wilayah adat mereka.

Selesai FDC, setiap peserta diminta harus tindaklanjuti di lapangan.

“Setelah pulang dari sini nanti pemuda semakin sadar untuk menjaga tanah, hutan adat,” harap Kiki.

FDC diakhiri dengan pembacaan tujuh poin seruan Pemuda Adat se-Tanah Papua.

Kegiatan FDC diselenggarakan selama tiga hari, 20-22 September 2023 di kampung Manggroholo-Sira, distrik Saifi, kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat Daya. []

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.