ArtikelNegara Lain Ambil Peran Mediasi, Bukan Terlibat Konfrontasi Atas Perang Israel Vs...

Negara Lain Ambil Peran Mediasi, Bukan Terlibat Konfrontasi Atas Perang Israel Vs Hamas

Oleh: Selpius Bobii
*) Koordinator Jaringan Doa Rekonsiliasi untuk Pemulihan Papua (JDRP2)

Saat ini mata dunia sedang tertuju ke Timur Tengah. Berawal dari serangan mendadak pada Sabtu 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 250 jiwa oleh militan Hamas. Warga Israel dan warga negara asing yang sedang mengadakan festival diserang secara membabi buta. Hari suka cita berubah menjadi hari kelam, hari duka cita.

Serangan balasan Israel yang dimulai pada 8 Oktober 2023 sedang menggempur jalur Gaza. Korban jiwa dari kedua belah pihak semakin bertambah setiap hari.

Banyak pihak mengutuk keras serangan membabi buta yang dilakukan oleh militan Hamas. Berbagai media di luar negeri menyebut “militan Hamas” sebagai teroris. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan bendera ISIS di perbatasan pada hari lalu. Militer Infanteri Israel menemukan bendera ISIS itu di Pos Pertahanan Israel di perbatasan yang dikuasai oleh militan Hamas.

Konflik antara Hamas dan Israel bukan hal yang baru. Sudah berulang kali terjadi konflik bersenjata antara Hamas dan Israel. Tentu konflik ini punya akar masalah. Masalahnya adalah perebutan tanah (wilayah) dan menuntut hak kemerdekaan atas bangsa Palestina.

Soal perebutan wilayah (tanah) memiliki latar belakang sejarah. Tanah (wilayah) yang diduduki Israel adalah tanah pemberian Bapa Yahwe Pencipta, di dalam Alkitab sudah secara jelas tertulis bahwa Tanah Kanaan dihibahkan oleh Tuhan Pencipta kepada leluhur bangsa Israel yaitu Abraham. Kita tahu bahwa Abraham punya dua anak: satu dari istri “Sarah” yaitu Ishak; dan satunya dari gundik “Hagar” (hambanya) yaitu Ismail. Yang mendapat hak warisan dan berkat dari Tuhan melalui Abraham adalah Ishak, bukan Ismail.

Ishak memperanakkan Esau dan Yakob. Hak kesulungan Esau dijual kepada adiknya Yakob dengan semangkok kacang bubur. Dan ibunya dan Yakob mencuri juga berkat dari Abraham dengan tipu daya yang dirancang ibunya, dan tentu langkah itu dikehendaki oleh Tuhan, karena kakaknya Esau kawin dengan orang asli Kanaan. Jadi, hak kesulungan dan berkat dari Abraham jatuh ke tangan Yakob.

Kemudian Yakob memperanakkan 12 anak laki-laki. Dan kemudian Tuhan menyebut Yakob sebagai Israel. Tertulis dalam Kejadian 32:28.

Lalu kata orang itu: “Namamu tidak akan disebutkan lagi Yakub, tetapi Israel, sebab engkau telah bergumul melawan Allah dan manusia, dan engkau menang.” Kedua belas anak Yakob itulah yang disebut Israel.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Tanah Kanaan adalah pemberian Tuhan Pencipta kepada leluhur bangsa Israel (Abraham) dan menjadi tanah pusaka bagi bangsa Israel. Jadi, Israel bertindak untuk menegakkan kembali tanah pusaka yang diberikan oleh Bapa Yahwe kepada leluhurnya.

Dalam tulisan ini saya mengutip latar belakang Palestina yang dinaikan di website abbaloveministries.org. Palestina di sepanjang sejarah tidak pernah merupakan nama bangsa atau negara. Palestina adalah daerah geografis saja untuk menunjuk suatu wilayah di Timur Tengah.

Kata “Palestina” berasal dari Bahasa Ibrani, “peleshet” yang berarti “Orang Laut”. Yang disebut orang Filistia atau Filistin adalah para migran yang berasal dari Mesir, Turki, dan Yunani yang pindah ke daerah pesisir Israel dan tinggal di sana. Antara kota yang didirikannya adalah Gaza, Askalon, Ashdod, Ekron dan Gat.

Dari zaman Herodotus, orang Yunani menyebut pantai timur Laut Tengah sebagai “Siria Palestina”. Orang Filistin disebut sebagai keturunan Kasluhim, anak Mesir dalam Kejadian 10:14 dan Keluaran 13:17.

Orang Filistin terkenal sebagai bangsa yang melaut dan merupakan suku non-Semitik, non-Arab dan non-Ibrani, tidak berbahasa Arab dan tidak pernah berhubungan sama sekali dengan suku atau kebudayaan Arab. Jadi, siapakah berhak atas wilayah Palestina-Israel? Semua sumber catatan sejarah, baik di Alkitab maupun di Al Qur’an, menyatakan bahwa tanah Palestina adalah Negeri Perjanjian yang telah diberikan Allah kepada bangsa Israel.

Dalam kitab Surah Al Maidah 5:20-21, Keseganan Bangsa Yahudi mentaati perintah Nabi Musa a.s. memasuki Palestina dan akibatnya: “Dan ingatlah, ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu dan menjadikan kamu bangsa yang merdeka. Dan diberikan-Nya kepadamu apa-apa yang belum pernah diberikan kepada seorangpun di antara umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci Palestina yang telah ditentukan Allah bagimu.”

Dalam kitab Keluaran 6:7, Perjanjian Allah kepada Musa agar Israel masuk Palestina sebagai milik Israel: “Aku akan membawa kamu ke negeri yang dengan sumpah telah Kujanjikan memberikannya kepada Abraham, Ishak dan Yakub, dan Aku akan memberikannya kepadamu untuk menjadi milikmu; Akulah Tuhan.” (Baca selengkapnya di: https://www.abbaloveministries.org).

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Yerusalem adalah kota tertua yang menjadi situs terpenting bagi Agama Yahudi, Islam, dan Kristen. Yerusalem adalah kota Daud. Karena bangsa Israel menyembah berhala, sehingga kota Daud itu dihancurkan, termasuk Bait Allah menjadi reruntuhan dibawah pimpinan Jenderal Titus sekitar tahun 70 sesudah masehi. Bangsa Israel banyak yang dibawa ke Babilonia menjadi budak.

Sekitar ribuan tahun lamanya bangsa Israel menjadi pengembara di berbagai manca negara. Baru pada tanggal 14 Mei 1948 bangsa Israel “proklamasi” menyatakan berdiri sebagai negara bangsa. Dari sinilah, bangsa Israel modern memperluas wilayahnya melalui beberapa kali perang melawan Palestina yang didukung oleh negara-negara Arab di Timur Tengah. Selama ini Israel tidak pernah terkalahkan walaupun negara-negara Arab mengepungnya dari segala arah.

Perang Israel dan Hamas kali ini, Israel jauh lebih siap ketimbang Hamas. Walaupun demikian, Hamas didukung oleh negara-negara Arab tertentu dan negara Islam radikal tertentu (termasuk Indonesia), serta negara komunis tertentu lainnya.

Perlu dipertegas di sini bahwa perang antara Hamas dan Israel bukan soal agama, bukan perang antara penganut Islam dan Yahudi/Kristen, tetapi ini konflik soal wilayah (tanah) dan kedaulatan (kemerdekaan bangsa Palestina).

Kalau berbicara tentang “kemerdekaan kedaulatan” bangsa Palestina itu adalah hak mutlak yang tidak bisa diganggu gugat. Bangsa manapun di dunia harus taat pada hukum “hak mutlak” yang dimiliki masyarakat pribumi karena “kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa”. Namun, persoalan “pengakuan kemerdekaan” dari Israel kepada bangsa Palestina menjadi rumit karena sengketa atas wilayah Yerusalem. Karena di situ ada berdiri Mesjid Al Aqsa.

Israel selama ini berjuang untuk Yerusalem seluruhnya menjadi wilayah kekuasaannya, tetapi Palestina selama ini tidak mau mengalah. Karena di Mesjid itu Nabi Muhammad SAW pernah singgah, sehingga situs itu dipandang penting bagi agama Islam sebagai kota suci, selain Mekkah-Medina.

Perang yang sedang berlangsung ini bukan dengan bangsa Palestina secara keseluruhan, tetapi Israel berperang dengan salah satu Partai dari Palestina yaitu militan Hamas yang menduduki jalur Gaza, bukan dengan faksi Fatah yang menduduki di wilayah bagian tepi Barat.

PBB sudah pernah menengahi konflik ini dan menawarkan “solusi dua bangsa”. Tetapi Israel dan Palestina tetap pada pendiriannya masing masing memperebutkan Yerusalem Barat dan Timur. Israel sudah memindahkan ibu kota Israel di Yerusalem Barat atas dukungan penuh dari Amerika Serikat, walaupun langkah ini ditentang oleh banyak negara.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Sekarang sekitar lima negara sudah membuka kedutaan besarnya di Yerusalem Barat yaitu Amerika Serikat (AS), Kosovo, Guatemala, Honduras, dan PNG. Hal ini akan menjadi lebih sulit untuk melepaskan sebagian wilayah Kota Daud itu kepada bangsa Palestina. Dan langkah ini akan menjadi masalah yang berkepanjangan antara Palestina dan Israel, sehingga pengakuan atas kemerdekaan Palestina dari Israel kemungkinan besar tak akan didapat, kecuali Palestina mengalah mengembalikan wilayah yang disengketakan kepada Israel karena kota suci Yerusalem itu adalah Kota Daud.

Ataukah demi kedamaian, Israel mengalah dan melepaskan wilayah yang disengketakan itu kepada Palestina? Entahlah!

Dalam situasi perang antara Israel dan Hamas saat ini, negara-negara di dunia sebaiknya menahan diri. Menyatakan dukungan kepada salah satu pihak akan berdampak fatal, yang kemungkinan mengarah ke perang dunia ketiga.

Boleh saja menyatakan dukungan kepada salah satu pihak, tetapi jangan sampai masuk dalam medan tempur untuk konfrontasi perang berhadap-hadapan. Jika ada negara tertentu terlibat langsung di medan perang untuk bergabung dengan salah satu pihak, maka negara tertentu juga akan terpancing untuk membela pihak yang satu, sehingga akan memicu perang nuklir yang mengarah ke perang dunia ketiga.

Lebih baik negara negara di dunia mengambil peran diplomasi “memediasi” kedua belah pihak agar “mendorong gencatan senjata untuk berdamai”, dan melahirkan solusi yang bermartabat untuk mengantisipasi jatuhnya korban dari kedua belah pihak. Dari pada negara lain mengambil sikap provokasi atau terlibat langsung yang berdampak fatal bagi Timur Tengah, dan bahkan dunia.

Mari kita ikuti episode selanjutnya dari konflik senjata yang berkepanjangan di Timur Tengah ini, sambil kita terus berdoa bagi perdamaian Israel versus Hamas, Rusia versus Ukraina, serta jangan lupa berdoa bagi pemulihan tanah air dan bangsa Papua. Juga berdoa bagi para pengungsi lokal di beberapa kabupaten di Tanah Papua yang terdampar di rimba raya Papua akibat konflik bersenjata antara TNI Polri dan TPNPB OPM, serta berdoa bagi kesembuhan bapak Lukas Enembe, mantan gubernur provinsi Papua. (*)

Deiyai, 14 Oktober 2023

Terkini

Populer Minggu Ini:

Partai Demokrat se-Papua Tengah Jaring Bakal Calon Kepala Daerah Jelang Pilkada...

0
Grace Ludiana Boikawai, kepala Bappiluda Partai Demokrat provinsi Papua Tengah, menambahkan, informasi teknis lainnya akan disampaikan panitia dan pengurus partai Demokrat di sekretariat pendaftaran masing-masing tingkatan.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.