JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pelayanan kesehatan di Keneyam, ibu kota kabupaten Nduga, provinsi Papua Pegunungan, dikabarkan macet total sejak 29 November 2023 lalu. Masyarakat setempat sangat kesulitan untuk berobat.
Sebagaimana dilaporkan Narik Yimin Tabuni dari Keneyam, penyebab tidak beroperasinya Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Nduga lantaran hingga kini pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan belum menuntaskan honor tenaga kesehatan (Nakes). Haknya selama lima bulan (Juli-November 2023) belum dibayar.
Hal itu terlihat dengan jelas dari sebuah papan informasi yang ditempel di pintu masuk gedung RSUD Pratama Elvira Sara Nduga.
“Sehubungan dengan honor yang belum dibayarkan selama lima bulan terhitung dari bulan Juli-November 2023, serta stok obat dan BMHP yang sudah habis, maka kami mengambil keputusan untuk tidak melakukan pelayanan di RSUD mulai dari tanggal 30 November 2023 sampai batas yang tidak ditentukan. Atas perhatian kami ucapkan terima kasih”.
Pengumuman tertanggal 29 November 2023, ditandatangani dr. Maria Clara Giyai, M.Kes, direktur RSUD Nduga.
Bukan hanya RSUD Nduga saja yang menghentikan sementara pelayanan medis bagi warga masyarakat gara-gara honor Nakes tak kunjung dibayarkan.
Situasi tambah pelik lagi bagi pasien karena satu-satunya Puskesmas yang biasa beroperasi di ibu kota kabupaten Nduga juga ditutup sejak 7 Desember 2023 dini hari. Pelayanan di Puskesmas Keneyam dihentikan dengan alasan tidak ada stok obat dari Dinas Kesehatan kabupaten Nduga.
Sebuah pengumuman ditempel di depan pintu masuk dan pintu IGD di Puskesmas Keneyam oleh petugas medis, disaksikan sejumlah orang.
Informasi itu berbunyi: “Berhubung karena stok obat habis, maka pelayanan untuk sementara ditutup sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Waa!!!”
“Saya sebagai anak asli Nduga melihat pemimpin dengan kebijakan yang dibuat terhadap dinas-dinas memberikan dampak bagi masyarakat Nduga dan juga pemerintah daerah sendiri. RSUD dan Puskesmas berhentikan pelayanan kesehatan merupakan bagian dari keterpurukan pelayanan publik dari pemerintah terhadap masyarakat,” kata Yimin.
Tak beroperasinya RSUD dan Puskesmas dengan alasan hak para Nakes belum dibayar dan kehabisan stok otak-obatan merupakan bukti hancurnya tata kelola pemerintahan yang sangat tidak efektif.
Buruknya tata kelola pemerintahan berdampak terhadap pelayanan publik dari pemerintah di setiap dinas ada. Kata Yimin, salah satu yang paling fundamental adalah pelayanan kesehatan.
Situasi ini menurutnya ekses dari ketidakbecusan pemerintah daerah bersama dinas teknis memprioritaskan pelayanan kesehanaan masyarakat.
“Pelayanan kesehatan terlalu dianggap sepele, padahal dampaknya sangat besar terhadap kesehatan dan keselamatan nyawa manusia.”
Semua pihak tahu, Nduga merupakan daerah konflik. Banyak warga mengungsi butuh pelayanan medis. Faktanya pemerintah tidak perduli dengan hal tersebut. Dampak dari dihentikannya pelayanan kesehatan di Nduga yakni penutupan satu rumah sakit dan satu puskesmas jelas berdampak signifikan terhadap masyarakat setempat.
“Hal ini tidak hanya mempengaruhi akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, tetapi juga berpotensi menimbulkan konsekuensi negatif dalam jangka panjang. Dari perspektif kesehatan publik, terhentinya pelayanan kesehatan di Nduga menyulitkan pasien menerima pelayanan medis. Sudah pasti banyak orang akan kesulitan untuk mendapatkan perawatan medis yang amat dibutuhkan,” tuturnya
Kondisi tersebut dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, peningkatan angka kematian, dan penyebaran penyakit. Pasien dengan kondisi kronis, seperti diabetes, hipertensi, atau penyakit jantung, menjadi rentan terhadap komplikasi akibat tak mampu mengakses obat-obatan dan layanan medis yang diperlukan warga masyarakat Nduga.
Kata Narik, terhentinya pelayanan kesehatan juga berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan anak. Keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan maternal dan perinatal meningkatkan resiko komplikasi pada saat persalinan dan masa neonatal. Hal ini dapat berkontribusi terhadap peningkatan angka kematian ibu dan bayi di wilayah Nduga.
Dengan melihat langsung fakta tersebut, Yimin menyampaikan beberapa saran.
Pertama, Kementerian Kesehatan Negara Republik Indonesia segera bertanggungjawab dalam memeriksa pelayanan kesehatan di provinsi Papua Pegunungan, kabupaten Nduga, yang mana dengan berhentinya pelayanan kesehatan, angka kematian dan jumlah pasien serta tenaga kesehatan tidak dapat diperhatikan oleh pemerintah.
Kedua, Nduga merupakan bagian dari wilayah konflik yang berkepanjangan hingga saat ini. Situasi daerah tidak kondusif, maka tata kelola pemerintah daerah Nduga harap memberikan perhatian serius kepada masyarakat terlebih khusus pengungsi yang ada di berbagai titik.
Ketiga, mendesak pemerintah kabupaten Nduga segera mendatangkan stok obat-obatan di rumah sakit dan membayar honor Nakes.
“Saya minta pemerintah jangan membunuh masyarakat melalui sistem, dengan menghentikan pelayanan publik, seperti pelayanan kesehatan, akses ekonomi, dan sosial budaya.”
Sebagai putra asli Nduga, Narik Tabuni yang sedang berada di Keneyam menyaksikan langsung buruknya pelayanan publik terutama bidang kesehatan.
“Rumah sakit dan Puskesmas sudah ditutup. Saya dan masyarakat saya terancam karena tidak ada layanan kesehatan,” keluhnya. []