Komite Nasional Papua BaratMahasiswa Papua dan KNPB Konsulat Mendesak Indonesia Akui Kedaulatan Bangsa Papua

Mahasiswa Papua dan KNPB Konsulat Mendesak Indonesia Akui Kedaulatan Bangsa Papua

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Memperingati Hari Tri Komando Rakyat (Trikora) oleh Sukarno pada 19 Desember 1961 di Jogya, Mahasiswa Papua dan KNPB Konsulat Indonesia menggelar aksi damai di Kantor DPRD Kota Tomohon, Sulawesi Utara pada, Selasa (19/12/2023).

Dalam aksi itu, mahasiswa Papua dan KNPB Konsulat Indonesia menyampaikan sikap politiknya kepada pihak DPRD Kota Tomohon, Provinsi Sulawesi Utara.

Dalam pernyataan itu, pihak mahasiswa dan KNPB Konsulat Indonesia mengatakan bahwa operasi Trikora atau Tri Komando Rakyat adalah tindakan yang dilakukan Indonesia selama 2 tahun untuk menggabungkan wilayah Irian Barat (Papua) ke dalam Indonesia secara paksa.

“Trikora yang dikumandangkan pada 19 Desember 1961 di Alun-Alun Utara Yogyakarta oleh Soekarno adalah bentuk pemaksaan untuk gabungkan Papua ke dalam NKRI dan juga membentuk Komando Mandala. Mayor Jenderal Soeharto diangkat sebagai Panglima.”

“Tugasnya untuk merencanakan, mempersiapkan, dan menyelenggarakan operasi militer untuk menggabungkan Irian [Barat Papua] dengan Indonesia,” kata Hiskia Meage, Ketua KNPB Konsulat Indonesia dalam pernyataan yang diterima suarapapua.com.

Setelah Trikora berakhir katanya, terjadilah New York Agreement pada 15 Agustus 1962 atau perjanjian untuk gabungkan Papua ke NKRI, di mana dalam pelaksanaannya tidak melibatkan orang Papua yang memiliki wilayah tanah Papua.

Baca Juga:  Ketua KNPB Pegubin Ajak Suku Ngalum dan Ketengban Bersatu

Berlanjut katanya pada 1 Mei 1963, di mana terjadi Aneksasi Bangsa Papua yang dipaksakan untuk bergabung dengan Indonesia.

Di situlah kata Meage terjadi perlawanan oleh orang Papua yang tidak ingin bergabung dengan Indonesia dan mulai terjadi gerakan sipil yang menolak untuk tidak bergabung dengan Indonesia. Sehingga lahirlah Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk tetap berjuang dan merebut kembali hak kedaulatan bangsa Papua Barat.

“Mulai terjadi konflik bersenjata OPM dengan militer Indonesia. Di situlah intervensi PBB melalui UNTEA, maka terjadilah pelaksanaan PEPERA pada 1969. Di mana dalam pelaksanaan PEPERA tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan PBB, yaitu satu orang satu suara.”

“Dalam proses pelaksanaannya, tidak terjadi sesuai dengan hukum yang ditetapkan untuk diambil dari setiap daerah, namun dari beberapa orang itu sudah ditentukan dan diberi ancaman kalau tidak memilih Indonesia, maka ancamannya nyawa. Orang yang memilih juga bukan orang Papua, jadi PEPERA memang benar -benar cacat moral dan cacat hukum,” tukas Meage.

Baca Juga:  KNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di Tanah Papua

Tindakan yang salah itu kata dia menimbulkan terjadinya operasi militer besar -besaran di tanah Papua, hingga saat ini yang terus menelan banyak korban.

Maka KNPB sebagai media nasional bangsa Papua Barat wajib memediasi keinginan dan cita-cita luhur rakyat pejuang di seluruh Indonesia dari Sabang hingga Amboina di Indonesia dan teritori West Papua.

Trikora kata dia merupakan akar jalan yang ditempuh Indonesia menganeksasi bangsa Papua Barat ke dalam NKRI.

Isi Tri Komando Rakyat;

  1. Bubarkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.
  2. Kibarkan sang Merah Putih di seluruh Irian Barat – Tanah Air Indonesia.
  3. Segera memobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan Indonesia.

Usai operasi Trikora berlangsung, katanya pihak Indonesia, Amerika dan Belanda melangsungkan perundingan yang dikenal dengan perundingan New York Agrement pada 15 Agustus 1962.

Hasil dari perundingan tersebut adalah Belanda menyerahkan administrasi sementara (Papua Barat) kepada Indonesia untuk membangun Papua selama selama 25 tahun. Namun faktanya Indonesia terus berkuasa atas Papua.

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

Dengan demikian mahasiswa Papua dan KNPB Konsulat Indonesia menyatakan sikap;

  1. Indonesia mempunyai kewajiban segera mengakui kemerdekaan kedaulatan bangsa Papua Barat sesuai Mukadimah UUD 1945.
  2. TNI-Polri dan TPNPB-OPM segera melakukan gencatan senjata, stop melakukan pengiriman militer ke tanah Papua dan lakukan perundingan damai yang di mediasi internasional (PBB).
  3. Indonesia melalui BIN segera berhenti untuk mengkriminalisasi dan mengkambinghitamkan KNPB sebagai organisasi yang eksis memediasi keinginan dan cita-cita bangsa Papua Barat untuk menentukan hak penentuan nasib sendiri.
  4. Indonesia hentikan mengkriminalisasi aktivis HAM dan bebaskan mereka tanpa syarat demi Hukum. Seperti Agus Kossay, Benny Murib, Yanto Awerkion, Willem Yekwam, Urbanus Kamat, Yeremias Yesnat, Abraham Fatemte, Melkias KY, Haris Azhar, Fatiah Maulidiyanti dan seluruh tahanan politik Papua.
  5. Hentikan kapitalisasi tanah adat, dan tutup semua ijin operasi tambang milik perusahaan asing (PT. Freepoert Indonesia) LNG di Teluk Bintuni, dan Blok Wabu di Intan Jaya dan lainnya.
  6. Segera tarik aparat militer organik dan non organik dari seluruh tanah Papua.
  7. Segera adili pelaku pelanggar HAM berat di Tanah Papua.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Parpol Harus Terbuka Tahapan Penjaringan Bakal Calon Bupati Tambrauw

0
SORONG, SUARAPAPUA.com --- Forum Komunikasi Lintas Suku Asli Tambrauw mengingatkan pengurus partai politik di kabupaten Tambrauw, Papua Barat Daya, untuk transparan dalam tahapan pendaftaran...

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.