Komite Nasional Papua BaratKNPB Konsulat Indonesia Apresiasi Vonis Bebas Fatia dan Haris

KNPB Konsulat Indonesia Apresiasi Vonis Bebas Fatia dan Haris

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Konsulat Indonesia bersama mahasiswa Papua di Menado, Sulawesi Utara menyampaikan apresiasi kepada Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar yang telah divonis bebas di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).

“Kami KNPB Konsulat bersama mahasiswa Papua di Manado memberi hormat dan apresiasi kepada Fatia dan Haris Azhar atas perjuangan pergumulan rakyat Papua dari tindakan militeristik di tanah Papua,” tukas M. Matulesy Giban, penanggung jawab aksi spontan peduli Fatia dan Azhar di Menado, Sulawesi Utara, Senin (8/1/2024).

Selain itu, “kami juga mengapresiasi Hakim yang memutuskan vonis bebas atas tuntutan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan.

“Apresiasi yang setinggi-tingginya juga kepada semua koalisi pengacara lokal, nasional dan internasional yang turut mengambil peran aktif berupa moril, dan materil dalam proses pengawalan hukum sebanyak 32 kali hingga hari ini [8 Januari 2024] yang terbukti [Fatia dan Haris] tidak terbukti bersalah.”

Baca Juga:  KNPB Yahukimo Desak Komnas HAM RI Libatkan Stakeholder Investigasi Kasus Kekerasan di Tanah Papua

“Vonis ini merupakan vonis bersama Rakyat Papua yang selama ini berteriak dan memprotes atas sejarah Ekosop dalam hal pemaksaan bangsa Papua masuk NKRI selama 62 tahun.”

Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, mejelis hakim memvonis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti terbukti tidak melakukan pencemaran nama baik Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan (LBP). Keduanya divonis bebas dalam sidang pembacaan putusan itu.

Sebelum putusan bebas kasus pencemaran nama baik itu, KNPB Konsulat Indonesia dan mahasiswa Papua di Menado dalam pernyataannya mendesak aparat penegak hukum untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi kepada pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.

Baca Juga:  Ketua KNPB Pegubin Ajak Suku Ngalum dan Ketengban Bersatu

“Aparat penegak hukum baik kepolisian dan kejaksaan untuk menghentikan segala bentuk kriminalisasi yang ditunjukkan kepada pembela HAM, aktivis dan masyarakat sipil yang menyuarakan pendapatnya demi kepentingan umum,” kata Matulesy Giban di Menado pada, Senin (8/1/2024).

Matulesy Giban menegaskan agar pemerintah Indonesia menghentikan segala bentuk dan upaya pembungkaman terhadap masyarakat sipil yang aktif menyuarakan pendapat kritisnya.

“Negara Indonesia agar hentikan intimidasi dan diskriminasi terhadap para aktivis pembela HAM di seluruh Indonesia dan juga para aktivis Papua. KNPB Konsulat Indonesia mendesak agar proses penegakan hukum terhadap Fatia dan Haris dilakukan secara adil, imparsial, dan transparan.”

Mereka bahkan mendesak Jaksa dan aparat penegak hukum untuk bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan profesionalisme.

Baca Juga:  DPRP dan MRP Diminta Membentuk Pansus Pengungkapan Kasus Penganiayaan di Puncak

“Pernyataan yang merendahkan dan merusak proses peradilan tidak seharusnya menjadi bagian dari penegakan hukum yang berintegritas,” tukas Matulesy Giban.

Menuntut Hakim agar memutuskan bebas Fatia dan Haris Azhar untuk membela hak konstitusional warga yang melakukan kritik terhadap penyelenggara negara yang tidak memenuhi kaidah good governance dan sekaligus menjunjung nilai demokrasi.

Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk merevisi UU ITE dengan menghapus duplikasi pasal KUHP, UU PDP, UU TPKS. Mencabut pasal yang mengkebiri demokrasi dan tidak proporsional, dan memperbaiki tata kelola internet yang tidak selaras dengan standar hukum internasional.

Kasus ini mencerminkan permasalahan lebih besar terkait dengan UU ITE dan penyalahgunaannya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

20 Tahun Menanti, Suku Moi Siap Rebut Kursi Wali Kota Sorong

0
"Kami ingin membangun kota Sorong dalam bingkai semangat kebersamaan, sebab daerah ini multietnik dan agama. Kini saatnya kami suku Moi bertarung dalam proses pemilihan wali kota Sorong," ujar Silas Ongge Kalami.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.