Rilis PersULMWP: Sikap Indonesia Terhadap Palestina Adalah Suatu Hipokrisi

ULMWP: Sikap Indonesia Terhadap Palestina Adalah Suatu Hipokrisi

Editor :
Elisa Sekenyap

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Dalam debat terbuka Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 23 Januari 2024, Retno Marsudi selaku Menteri Luar Negeri Republik Indonesia menyampaikan pandangan pemerintah Indonesia terkait konflik Israel-Palestina bahwa agar dilakukan gencatan senjata permanen, Palestina diterima sebagai anggota penuh PBB dan penghentian pasokan senjata kepada Israel.

Sementara Joko Widodo selaku Presiden RI pada 26 Januari 2024 menyampaikan penentangan terhadap pernyataan Perdana Menteri Israel yang menolak “solusi dua negara” terkait pembentukan negara Palestina, mengutuk serangan militer Israel terhadap pengungsi Palestina di Khan Younis, termasuk eskalasi korban konflik Israel-Palestina yang telah melanggar sejumlah instrumen hukum internasional.

Peryataan dan sikap pemerintah Indonesia terhadap konflik Palestina dan Israel itu ditanggapi United Liberation Movement for West Papua (ULMWP).

Di mana ULMWP menganggap bahwa sikap Indonesia itu hanya menunjukkan bahwa Indonesia memiliki solusi penanganan konflik secara demokratis.

“Seperti sikap dan pandangan pemerintah Indonesia dalam menghadapi berbagai konflik yang terjadi di dunia seperti kasus etnis Uighur di Cina atau etnis Rohingya di Myanmar, seringkali menampilkan bahwa Indonesia memiliki solusi penanganan konflik secara demokratis.”

Baca Juga:  Stop Kriminalisasi dan Pengalihan Isu Pemerkosaan dan Pembakaran Rumah Warga!

“Sementara dalam menangani konflik di Tanah Papua, Indonesia tidak memiliki peta jalan penyelesaian konflik,” tugas Manase Tabuni, Presiden Eksekutif ULMWP dalam pernyataannya di Jayapura, Rabu (31/1/2024).

Ia lalu menyatakan bahwa sejumlah sikap pemerintah Indonesia yang menampilkan kemunafikan tercermin.

Di mana katanya, ketika Indonesia berbicara tentang gencatan senjata permanen dalam konflik Israel-Palestina, di saat yang sama mereka sedang menggelar operasi militer di Tanah Papua.

Ketika Indonesia berbicara tentang penghentian pasokan senjata ke Israel, mereka justru memasok senjata dari Australia dan Amerika Serikat untuk menggelar operasi militer di Tanah Papua.

Ketika Indonesia berbicara tentang keanggotaan penuh Palestina di PBB, mereka justru melakukan manuver diplomatik untuk menghadang upaya ULMWP untuk memperoleh status keanggotaan penuh dalam forum Melanesian Spearhead Group (MSG).

Indonesia juga ketika berbicara tentang penarikan pasukan Israel dari Gaza, di saat yang sama mereka justru memobilisasi kekuatan militer ke Tanah Papua.

Baca Juga:  Freeport Setor Rp3,35 Triliun Bagian Daerah atas Keuntungan Bersih 2023

“Indonesia berbicara tentang pengungsian internal yang terjadi di Gaza, pada saat yang bersamaan mereka melupakan pengungsi di beberapa wilayah konflik tanah Papua.”

“Indonesia berbicara tentang jeda kemanusiaan untuk menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada korban yang mengungsi akibat konflik di Palestina, mereka justru membatalkan kesepakatan jeda kemanusiaan dalam menangani korban pengungsi akibat konflik di Tanah Papua.”

Sementara, ketika Indonesia berbicara tentang invasi darat ke wilayah Palestina, mereka melupakan aksi invasi militer Indonesia pada tahun 1962 yang diikuti dengan agresi militer Indonesia pada 1963 – 1969 di Tanah Papua.

“Indonesia berbicara tentang kehancuran fasilitas sipil di Palestina, mereka melupakan perusakan dan penghancuran fasilitas publik seperti gereja, sekolah, klinik kesehatan, puskesmas termasuk pembakaran rumah penduduk yang sering dilakukan dalam operasi militer di Papua.”

“Indonesia berbicara tentang tindakan genosida terhadap rakyat Palestina, mereka melupakan tindakan genosida lambat yang sedang mereka lakukan terhadap rakyat Papua. Indonesia berbicara tentang solusi dua negara, mereka justru sedang melakukan penindasan dan pendudukan atas wilayah Papua Barat.”

Baca Juga:  F-MRPAM Kutuk Tindakan Kekerasan Aparat Terhadap Massa Aksi di Jayapura 

“Mengamati sikap yang ditunjukkan pemerintah Indonesia, kami menilai bahwa pemerintah Indonesia sama sekali tidak memiliki niat baik untuk menyelesaikan konflik di Papua, sebaliknya terus mendorong penggunaan kekuatan militer sebagai langkah menciptakan teror secara meluas demi menguasai sumber daya alam di Tanah Papua.”

Oleh sebab itu katanya pihaknya menyerukan intervensi internasional mendesak pemerintah Indonesia segera menyelesaikan konflik di tanah Papua.

“Kami menyerukan agar masyarakat internasional dapat mengambil inisiatif untuk mendesak pemerintah Indonesia segera melakukan upaya penyelesaian konflik di tanah Papua, sehingga tidak menimbulkan korban yang lebih banyak.”

“Selain itu, kami menyarankan format “solusi dua negara” sebagai langkah demokratis untuk menyelesaikan konflik di tanah Papua yang telah berlangsung selama lebih dari enam dekade,” pungkasnya.

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.