ArtikelMenghidupkan Kembali Peran Majelis Rakyat Papua

Menghidupkan Kembali Peran Majelis Rakyat Papua

Oleh: Debi Debora Okowali*
*) Penulis adalah mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah

Majelis Rakyat Papua (MRP) adalah representasi kultural Orang Asli Papua (OAP) yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka pelindungan hak-hak OAP dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.

Tugas dan wewenang MRP diatur dalam Pasal 20 Undang-undang nomor 2 tahun 2021, antara lain:

(a) Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon gubernur dan wakil gubernur yang dipersyaratkan lembaga penyelenggara pemilihan kepala daerah;

(b) Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap rancangan Perdasus yang diajukan oleh DPRP bersama-sama dengan gubernur;

(c) Memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rencana perjanjian kerja sama, baik yang dibuat oleh pemerintah maupun pemerintah provinsi Papua dengan pihak ketiga yang berlaku di provinsi Papua, khusus yang menyangkut perlindungan hak OAP;

(d) Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak OAP, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya;

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

(e) Memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRK, dan bupati/wali kota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hak-hak OAP.

Sejak lembaga MRP terbentuk memang memiliki keterbatasan dalam mempengaruhi atau mengubah keadaan, atau memiliki keterbatasan dalam menjalankan fungsi legislasi dan pengawasan dengan efektif. Hadirnya lembaga ini tidak memiliki kekuatan atau pengaruh yang cukup untuk membuat perubahan atau mempengaruhi kebijakan dari pemerintah, DPRP, TNI/Polri, dan perusahaan.

Beberapa hal yang kurang dari MRP, yaitu:

Pertama, MRP memiliki keterbatasan kewenangan atau wewenang yang membuatnya sulit untuk mempengaruhi kebijakan atau keputusan secara signifikan.

Kedua, MRP sering menghadapi hambatan politik atau kurangnya dukungan dari pemerintah pusat atau pihak-pihak politik lainnya, yang dapat mengurangi kemampuannya untuk bertindak secara efektif.

Ketiga, MRP menghadapi keterbatasan dalam hal sumber daya manusia, keuangan, atau teknis, yang dapat menghambat kemampuannya untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya.

Keempat, MRP dihadapkan pada tantangan kebijakan atau konflik internal yang menghalangi kemampuannya untuk menghasilkan yang efektif.

Baca Juga:  Indonesia Berpotensi Kehilangan Kedaulatan Negara Atas Papua

Namun, penting bagi lembaga seperti MRP untuk terus berupaya meningkatkan advokasi, kapasitas, transparansi, dan akuntabilitasnya guna memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat Papua. Adanya lembaga MRP kiranya dapat mendorong upaya pemecahan berbagai problem di Tanah Papua.

Pertama, Memantau kebijakan dan program yang berdampak pada kependudukan orang asli Papua. Kemudian harus pastikan bahwa keberadaan dan hak-hak orang asli Papua dihormati dan diperhatikan dalam perencanaan pembangunan.

Kedua, Memastikan bahwa orang asli Papua memiliki kesempatan yang adil dan setara di pasar tenaga kerja. Mereka juga harus memberikan masukan terkait kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung pemberdayaan ekonomi masyarakat Papua.

Ketiga, MRP bertugas untuk melindungi dan mempertahankan hak-hak ulayat masyarakat adat Papua terkait dengan tanah, sumber daya alam, dan warisan budaya. Kemudian mengadvokasi keberlanjutan budaya dan kehidupan tradisional masyarakat adat.

Keempat, MRP memastikan bahwa orang asli Papua memiliki akses yang setara dan adil terhadap partisipasi politik. Mereka juga dapat memberikan advokasi terkait dengan hak suara, keterwakilan politik, dan kebebasan berekspresi.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kelima, MRP memantau akses pendidikan dan kesehatan orang asli Papua. Kemudian memberikan masukan dan rekomendasi untuk memastikan bahwa layanan pendidikan dan kesehatan tersedia, terjangkau, dan berkualitas bagi masyarakat Papua.

Keenam, MRP melindungi ekologi dan lingkungan hidup Papua. Kemudian harus memperjuangkan keberlanjutan lingkungan dan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggungjawab.

Ketujuh, MRP memperjuangkan kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan Papua. Mereka juga dapat memberikan advokasi terkait dengan hak-hak perempuan, termasuk akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan peluang ekonomi.

Kedelapan, MRP memastikan bahwa hak-hak ekonomi masyarakat Papua dihormati dan dilindungi. Mereka juga berupaya untuk meningkatkan akses masyarakat Papua terhadap kesempatan ekonomi dan pembangunan yang berkelanjutan.

Kesembilan, MRP berperan dalam menghormati dan mempromosikan keberagaman keagamaan di Papua. Kemudian memastikan bahwa hak-hak keagamaan semua individu dan kelompok dihormati dan dilindungi tanpa diskriminasi.

Dengan melakukan berbagai tindakan ini, MRP dapat berperan aktif dalam mendorong terwujudnya kesejahteraan dan keadilan bagi masyarakat Papua serta memperkuat esensi otonomi khusus (Otsus) yang diberikan kepada Papua. (*)

Terkini

Populer Minggu Ini:

Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

0
“Jadi tidak semua Gubernur bisa menjawab semua itu, karena punya otonomi masing-masing. Kabupaten/Kota punya otonomi begitu juga dengan provinsi juga punya otonomi. Saya hanya bertanggung jawab untuk formasi yang ada di provinsi. Maka ini yang harus dibicarakan supaya apa yang disampaikan ini bisa menjadi perhatian kita untuk kita tindaklanjuti. Dan pastinya dalam Rakor Forkopimda kemarin kita juga sudah bicarakan dan sepakat tentang isu penerimaan ASN ini,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.