JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ketua Kelompok Khusus (Poksus) DPR Papua, Jhon NR Gobai menyarakan untuk melakukan pemecatan secara terbukan kepada dua orang anggota TNI yang melakukan penyiksaan dan pengeroyokan kepada pemuda tuna rungu wicara (Steven) di Kab. Merauke, Papua pada 27 Juli 2021 lalu.
Menyikapi kejadian itu Kepala Satuan Angkatan Udara telah copot Penyiksaan terhadap Seteven, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto memerintahkan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Fadjar Prasetyo untuk mencopot Komandan Pangkalan Udara (Danlanud) Johanes Abraham Dimara di Merauke, Kolonel Pnb Herdy Arief Budiyanto. Hadi juga memerintahkan Fadjar mencopot Komandan Satuan Polisi Militer (Dansatpom) Lanud setempat.
“Saya sudah memerintahkan KSAU untuk mencopot Komandan Lanud dan Komandan Satuan Polisi Militernya. Jadi saya minta malam ini langsung serah-terimakan (jabatan). Saya minta malam ini sudah ada keputusan itu,” tegas Hadi pada Rabu 28 Juli 2021 lalu seperti dilansir detik.com.
Gobai mengatakan, pencopotan juga mesti dilakukan kepada dua prajurit TNI AU di Merauke agar kepercayaan masyarakat Papua terhadap Jakarta dalam penanganan kasus rasis kembali.
“Pemecatannya harus secara terbuka. Karena dengan begitu, akan memberikan Trust/Kepercayaan masyarakat Papua terhadap intitusi negara karena persoaalan Papua dan Jakarta ini soal kepercataan, dan rasis ini sering terjadi di Papua tapi berakhir dengan hukum yang tidak memuaskan,” tegas Gobay kepada media ini di Kota Jayapura.
Sementara itu, Sekaertaris Komis I DPR Papua, Feryana Wakerkwa, mengatakan rasisme terhadap orang Papua sudah lama terjadi. Kejadian sejak 2019 yang memicuh terjadinya protes besar-besaran di Papua dan beberapa kasus terakhir akan terus diingat oleh orang Papua.
Kata dia, Komisi I DPR Papua memberikan rekomendasi diantaranya memastikan proses hukum yang dilakukan melalui Peradilan Militer harus terbuka untuk umum agar proses hukumnya dapat diikuti semua pihak. Karena kasus ini bukan yang pertama dan juga bukan terakhir kalinya.
“Agar proses hukum nya juga dapat dilanjutkan di peradilan umum melalui pengadilan negeri Merauke secara terbuka. Selain itu korban merupakan penyandang disabilitas atau berkebutuhan khusus yang selayaknya mendapat hak hidup yang harus dipenuhi oleh negara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk itu DPR Papua meminta kepada pemerintah daerah untuk dapat membangun rumah panjat sosial memperhatikan pendidikan dan pembinaan agar dapat mempersiapkan masa depan,” katanya.
Diharapkan juga pemerintah dapat memberikan jaminan kepada masyarakat agar tindakan aparat keamanan dalam menjaga stabilitas dan keamanan tidak lagi Arogan dan bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat khususnya masyarakat Papua kejadian serupa tidak terulang lagi.
“Kami menegaskan bahwa permohonan maaf tidaklah cukup harus diikuti dengan adanya kenyataan bahwa kejadian-kejadian mu tidak diulang oleh anggota-anggota lain dari institusi TNI maupun Polri yang bertugas di Papua,” katanya.
Anggota DPR Papua Las Niri juga menambahkan orang Papua lain juga merasa bagian dari korban ini.
“Kami kurang enak bagi kami sudah cukup dari tahun lalu sekarang begini terus kapan berlalu minta maaf saja tidak cukup. Harus pecat secara terbuka, semua di 29 Kabupaten merasakan ini masalah kami pihak TNI harus cepat,” katanya.
Pewarta: Agus Pabika
Editor: Arnold Belau