BeritaGermas PMKRI Desak Pemerintah Pulangkan Pengungsi Maybrat Dari Hutan

Germas PMKRI Desak Pemerintah Pulangkan Pengungsi Maybrat Dari Hutan

SORONG, SUARAPAPUA.com— Gerakan Kemasyarakat (Germas) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Jayapura St. Efrem mendesak Pemerintah Papua Barat dan Kabupaten Maybrat untuk segara mengembalikan masyarakat sipil yang sedang menggungsi ke hutan.

“Gubernur Papua Barat, bupati dan DPRD Maybrat segera pulangkan warga sipil yang lagi mengungsi di hutan. Para pengungsi di Kabupaten Maybrat apakah sudah ada perhatian serius dari pemerintah daerah atau belum. Jika belum maka segera carikan langkah kongkrit untuk selamatkan para pengungsi itu karena ulah kerakusan kekuasaan elit politik dan jadikan rakyat korban adu domba,” tegas Nikodemus Momo, Presidium Germas PMKRI Cabang Jayapura melalui pesan singakat yang terima suarapapua.com, Rabu (8/9/2021).

Ia mendesak Pemerintah Papua Barat, Pemkab Maybrat segera membentuk Pansus dan mencari solusi untuk mengembalikan masyarakat sipil yang saat ini mengungsi kembali ke kampung-kampung mereka, akibat dari penyisiran pasca penyerangan Posramil Kisor yang menyebabkan empat prajurit TNI meninggal dunia pada (2/9/2021).

Baca Juga:  Tiga Warga Sipil Disiksa, Begini Sikap Mahasiswa Puncak se-Jawa dan Bali

“Kami turut berduka atas inseden itu. Peristiwa di Maybrat dan Papua pada umumnya adalah pukulan keras untuk Pemerintah Indonesia, agar segara mengevaluasi total militer di Papua, serta membuka ruang dialog antara kubu pro Papua Merdeka dan pemerintah Indonesia. Jika tidak, maka banyak orang yang tidak bersalah akan terus menjadi korban karena ini bukan masalah yang baru tetapi sudah puluhan tahun,” jelas Momo.

Ketua Ikatan Mahasisa Tambrauw (IMT) Jayapura itu juga mendorong konsep dialog Jakarta-Papua yang diperjuangkan almarhum pastor Neles Tebay untuk selesaikan konflik berkepanjangan di tanah Papua

Baca Juga:  Ini Respons Komnas HAM Terkait Video Penyiksaan di Puncak Papua

­­­­­“Segera dorong dialong Jakarta-Papua, agar tuntaskan masalah pelanggaran HAM berat di tanah Papua. Masalah di Kabupaten Maybrat, saya minta diselesaikan secara persuasif dan mengedepankan asas kekeluargaan. Jangan dengan militerisme,” harap Momo.

Sebelumnya, salah satu warga distrik Aifat Selatan kepada suarapapua.com melalui saluran telepon dari Maybrat, Senin (6/9/2021) mengabarkan, perkampungan di Aifat telah sepi tanpa penghuni.

“Aparat keamanan kejar para pelaku penyerangan posramil Kisor. Sedang penyisiran di dalam kampung, bikin masyarakat takut dan lari ke hutan. Kampung –kampung sudah kosong,” kata Eli, warga distrik Aifat Selatan.

“Banyak Tentara dan Polisi  sudah kuasai kampung,” sambungnya.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Aparat gabungan yang di tugaskan untuk mengejar para pelaku penyerangan Posramil Kisor menempati beberapa gedung sebagai posko, dan tiap hari mendatangi rumah-rumah warga.

“Masyarakat dari delapan belas kampung di distrik Aifat Selatan semuanya sudah lari ke hutan, karena panik dan takut,” kata Eli.

Eli mengaku sejauh ini belum bisa memastikan jumlah warga yang menggungsi ke hutan.

“Tidak bersama-sama satu tempat. Semua terpencar. Kalau sesuai data penduduk di Aifat Selatan, ada sekitar 3.000orang.”

Selain orang tua, katanya, ada banyak anak-anak dan perempuan yang sedang bertahan di tengah rimbah.

“Paling banyak kami temui anak-anak dan perempuan. Perkiraannya 2.000 orang, karena ini dari empat distrik,”pungkasnya.

 

Pewarta: Reiner Brabar

Editor: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Menteri Luar Negeri NZ Bertemu PM Baru Kepulauan Solomon Bahas Program...

0
“Pertemuan ini merupakan kesempatan yang disambut baik untuk membahas prioritas pemerintah baru Kepulauan Solomon untuk 100 hari pertama masa jabatannya, dan kemitraan pembangunan Selandia Baru dengan Kepulauan Solomon yang mencakup bidang-bidang prioritas termasuk infrastruktur penting, pendidikan, tata kelola pemerintahan, dan reformasi ekonomi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.