BeritaPT BKI Diminta Ganti Rugi Kerusakan Hutan Adat Gelek Same U dan...

PT BKI Diminta Ganti Rugi Kerusakan Hutan Adat Gelek Same U dan Same T

SORONG, SUARAPAPUA.com — Masyarakat adat Aifat Timur menuntut PT Bangun Kayu Irian (BKI) yang beroperasi sejak tahun 2021 di kabupaten Maybrat, Papua Barat, segera mengganti kerusakan hutan adat milik marga Same U dan Same T.

Tobias Same, salah satu tetua marga Same U dan Same T mendesak pihak PT BKI secepatnya mengganti segala kerugian yang berdampak pada kerusakan flora dan fauna di wilayah adatnya.

“Perusahaan masuk operasi kayu besi di Aifat Timur sejak tahun 2021. Sampai hari ini belum ganti rugi kerusakan flora dan fauna. Kami minta ganti rugi semua barang, hewan dan tumbuhan yang telah dirusakkan oleh alat berat saat masuk operasi kayu. Tempat keramat yang rusak, kali Kamundan yang tercemar. Perusahaan segera ganti rugi. Kalau tidak, kami akan gugat PT BKI,” ujar Tobias saat dijumpai suarapapua.com, Rabu (16/11/2022) di kota Sorong.

Baca Juga:  Penolakan Memori Banding, Gobay: Majelis Hakim PTTUN Manado Tidak Mengerti Konteks Papua

Sejak perusahaan kayu tersebut masuk beroperasi, kata Tobias, dampak buruk dialami masyarakat setempat karena hancurkan semua habitat yang hidup berdampingan di atas tanah adat.

Menurutnya, sejak awal, PT BKI tidak melibatkan semua pemilik hak ulayat untuk musyawarah bersama saat penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Karena itu, Tobias minta pihak perusahaan dalam waktu secepatnya segera adakan pertemuan ulang dengan masyarakat adat pemilik hak ulayat untuk meninjau kembali MoU yang dibuat setahun lalu.

“Tidak semua pemilik hak ulayat dilibatkan dalam musyawarah untuk tanda tangan MoU. Hanya dua marga saja yang dilibatkan. Itu harusnya semua keterwakilan marga. Kami minta pihak perusahaan segera melakukan pertemuan ulang dengan pemilik hak ulayat,” ujarnya.

Baca Juga:  Berlangsung Mulus Tanpa Masalah, KPU Maybrat Diapresiasi

Tobias menilai sikap yang ditunjukkan perusahaan seperti pencuri. Sebab perusahan tersebut terbukti melakukan kejahatan terhadap masyarakat adat Same U dan Same T.

“Seharusnya perusahaan melaporkan kepada masyarakat, berapa kayu sudah diambil. Kami juga mau tahu. Kami pemilik tanah juga mau melihat kembali isi perjanjiannya.”

Keberadaan PT BKI juga dipertanyakan Tobias Same.

“Perusahaan ini tidak punya kantor yang jelas. Kami cari untuk ketemu sulit. Kantor kadang di warung kopi. Terus pindah ke warung makan. Sekretariat kantornya tra jelas,” imbuhnya.

Sementara itu, Soleman Mate, tokoh masyarakat adat Aifat Timur mengatakan, PT BKI memiliki izin HPH dengan nomor SK.7875/MENLHK-PHPL/KHPHP.0/12/202C, yang dikeluarkan 23 Desember 2020 oleh pemerintah pusat.

“HPH dibuat di Jakarta seolah hutan adat kami di Jakarta. Sebaiknya Jakarta jangan suka menciptakan konflik horizontal antar warga masyarakat pemilik hak ulayat. Perusahan ini seenaknya tebang kayu-kayu di wilayah Aifat Timur tanpa ganti rugi kepada pemilik hak ulayat,” ujar Soleman.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Soleman dan Tobias sangat menyayangkan sikap pemerintah pusat yang hanya merugikan masyarakat adat, karena suatu saat akan berujung pada terciptanya konflik horizontal antar marga.

“Masyarakat adat tidak pernah kasih izin HPH kepada perusahaan manapun untuk melakukan operasi dan membabat hutan adat kami,” tegasnya.

Data yang dirilis di SI-PNBP.online, PT BKI telah melakukan pembayaran Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dari Januari 2022 hingga Oktober senilai Rp1,599,140,380. Jenis kayu yang dibayar adalah Merbau atau kayu besi.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

Orang Mee dan Moni Saudara, Segera Hentikan Pertikaian!

0
“Kami tegaskan, jangan terjadi permusuhan sampai konflik diantara orang Mee dan Moni. Semua masyarakat harus tenang. Jangan saling dendam. Mee dan Moni satu keluarga. Saudara dekat. Cukup, jangan lanjutkan kasus seperti ini di Nabire, dan di daerah lain pun tidak usah respons secara berlebihan. Kita segera damaikan. Kasus seperti ini jangan terulang lagi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.