Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Barat Didesak Tegakkan Hukum dan HAM

0
4118

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Gubernur Papua barat, Dominggus Mandacan dan wakilnya, Muhammad Lakatoni didesak untuk tegakkan hukum dan HAM di Papua Barat dengan mengedepankan aspek penegakan hukum dan perlindungan hak asasi  sejak memulai tugas jabatannya berdasarkan aturan perundangan yang berlaku di Tanah Papua.

“Seharusnya kedua pimpinan daerah tersebut harus mengedepankan penyelesaian segenap masalah-masalah sosial kemasyarakatan yang terkait dan atau menyentuh aspek hukum agar diselesaikan senantiasa berdasarkan hukum,” kata Yan Christian Warinussy, direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari pada Senin (22/5/2017).

Dalam konteks tersebut, LP3BH Manokwari mendesak gubernur dan wakil gubernur Papua Barat untuk bersinergi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua Barat (DPR PB) untuk membentuk Komisi Hukum Ad Hoc sebagai wadah yang diamanatkan di dalam pasal 32 Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus (Otsus) Bagi Provinsi Papua sebagaimana diubah dengan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2008.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

“Komisi Hukum Ad Hoc mendesak dan urgen serta diperlukan saat ini guna membantu tugas-tugas pemerintah daerah bersama DPR dan MRP di Provinsi ini dalam membentuk peraturan daerah (perdasus dan perdasi) sebagai implementasi dari UU No.21 Tahun 2001,” katanya.

Selain itu, kata Warinussy, pembentukan segera Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnas HAM) di Manokwari-Papua Barat sebagai bagian dari amanat pasal 44 dan 45 Undang Undang Otsus menjadi hal yang semestinya menjadi perhatian Gubernur dan Wakil Gubernur di masa pertama lima tahun pemerintahannya.

ads
Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Ini penting demi menopang segenap upaya penegakan hukum dan perlindungan hak asasi manusia dalam arti seluas-luasnya di wilayah provinsi Papua Barat, terlebih utama dalam konteks pemberdayaan dan perlindungan terhadap Orang Asli Papua (OAP) dan hak-hak dasarnya,” ujar Warinussy.

LP3BH, kata Warinussy, manokwari secara khusus menitipkan sejumlah catatan kasus dugaan pelanggaran HAM yang Berat yang telah terjadi sepanjang lebih dari 50 tahun di wilayah provinsi Papua Barat, tetapi hingga saat ini belum ada penyelesaian secara hukum oleh Negara.

Disebutkan, kasus-kasus dimaksud seperti Kasus dugaan pembunuhan kilat terhadap 53 orang warga sipil OAP pada tahun 1965 di Arfay-Manokwari, kasus dugaan penghilangan paksa terhadap Ferry Awom dan Josep Inden pada tahun 1965 di sekitar perairan Teluk Doreh-Manokwari, kasus Manokwari berdarah September 1999, kasus Wasior 2001, kasus Aimas 2013, dan kasus Sanggeng berdarah Oktober 2016.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

“Kasus-kasus tersebut sudah disampaikan oleh LP3BH Manokwari bersama masyarakat sipil di Manokwari kepada DPR Provinsi Papua Barat melalui Fraksi Otonomi Khusus pada tanggal 20 Oktober 2016 dan memerlukan tindak-lanjut yang termasa dari Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Barat yang baru dewasa ini,” pungkas Peraih Penghargaan Internasional di Bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” Tahun 2005.

 

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaLP3BH Manokwari Sambut Wacana Pembukaan Kejati Papua Barat dan Kejari Bintuni
Artikel berikutnyaWilayah Meepago Utus Empat Orang sebagai Anggota MRP