Diduga Oknum Anggota Brimob Lakukan Tindakan Kekerasan Terhadap Masyarakat Adat Iwaro

0
2504

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pada tanggal 23 Oktober 2017, aparat Brimob yang bertugas di areal perkebunan kelapa sawit PT. Permata Putera Mandiri (PPM, anak perusahaan ANJ Group) diduga telah melakukan tindakan brutal dan kekerasan terhadap korban bernama Yan Ever Mengge alias Bowake, warga Kampung Puragi, Distrik Metamani, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat.

Dalam pernyataan solidaritas untuk masyarakat adat Iwaro yang diterima suarapapua.com dari Solidaritas untuk Korban Kekerasan dan Masyarakat Adat Iwaro, Papua Barat, dijelaskan, aparat Brimob berjumlah tiga orang mengeroyok korban Bowake, memukul dengan popor senjata laras panjang ke tubuh korban bagian belakang, pinggang dan punggung, serta leher korban.

“Aparat menggunakan sepatu laras dan tangan menendang rusuk dan perut korban, kepala dan lutut, sehingga korban tidak mampu berjalan, sekujur tubuh memar, muntah darah, pusing dan tidak bisa tidur. Saat ini korban Bowake menderita kesakitan, trauma dan belum mendapatkan keadilan maupun pemulihan atas penderitaan yang dialami dirinya dan keluarga,” ungkapnya dalam surel yang diterima pada 20 November 2017.

Yan Ever Mengge alias Bowake, warga Kampung Puragi, Distrik Metamani, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Papua Barat, yang menjadi korban dari oknum anggota Brimob.

Dijelaskan, kekerasan terhadap masyarakat adat Papua kerap terjadi dilakukan oleh aparat TNI dan atau Polisi yang terlibat dalam pengamanan areal usaha perkebunan, pertambangan, pembalakan kayu dan usaha pemanfaatan sumberdaya alam lain di Tanah Papua.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

Disebutkan, tindakan kekerasan disertai ancaman oleh aparat Brimob terhadap penduduk asli setempat, Suku Iwaro, sudah beberapa kali terjadi dalam tahun 2017.

ads

“Peristiwa ini terjadi sejak Suku Iwaro yang berada di Kampung Puragi dan kampung sekitarnya, melakukan “pemalangan adat” atas tanah adat, hutan dan dusun sumber pangan mereka, yang dibongkar, digusur dan dihilangkan oleh perusahaan PT. PPM, tanpa musyawarah dan persetujuan pemilik tanah,” katanya.

Baca: Kronologis Kekerasan Brimob Penjaga PT. PPM Terhadap Masyarakat Adat di Sorsel

Katanya, pada 2015 lalu, ada empat orang penduduk asli setempat, pemilik tanah, dipenjarakan, setelah melakukan demonstrasi, protes dan menuntut haknya yang dirampas perusahaan. Tuntutan tidak diterima dan warga dipenjarakan. Aparat kepolisian tidak mempedulikan laporan dan tuntutan masyarakat.

“Perusahaan PT. PPM tidak mempunyai keinginan baik menyelesaikan tuntutan masyarakat dan menggunakan pendekatan keamanan menjadi tameng bisnisnya,” tulisnya.

Baca Juga:  Pemprov PB Diminta Tinjau Izin Operasi PT SKR di Kabupaten Teluk Bintuni

Tindakan kekerasan yang dilakukan aparat Brimob dan melibatkan PT. PPM sebagai pemilik kebun kelapa sawit adalah tindakan tidak berperikemanusiaan, tidak adil, melanggar hak konstitusi untuk tidak disiksa, hak atas rasa aman, dan perbuatan tersebut juga melanggar atas kebebasan berpendapat.

“Seharusnya aparatus negara, TNI dan Polri (termasuk Brimob), menjalankan konstitusi untuk melindungi rakyat dan tidak melakukan kekerasan atas nama dan kepentingan investasi,” tegasnya.

Tuntutan Solidaritas untuk Masyarakat Adat Iwaro

  • Kami meminta kepada pemerintah provinsi Papua Barat dan pemerintah daerah Kabupaten Sorong Selatan, serta Kapolda Provinsi Papua Barat, untuk mengambil “tindakan segera”, menarik aparat Brimob yang bertugas di lokasi usaha perkebunan, memeriksa dan memberikan hukuman terhadap aparat Brimob, yang terlibat dalam tindakan kekerasan tersebut.
  • Kami meminta supaya pendekatan keamanan dihentikan, segala bentuk intimidasi baik secara fisik dan verbal kepada masyarakat adat Papua, segera dihentikan.
  • Kami meminta kepada Menteri Pertanian, Menteri ATR/BPN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pemerintah provinsi Papua Barat dan pemerintah Kabupaten Sorong Selatan, untuk melakukan audit penilaian dan memberikan sangsi terhadap keberadaan aktivitas dan ijin-ijin dan hak usaha dari keseluruhan anak perusahaan ANJ Group, yang beroperasi di Kabupaten Sorong Selatan, yang terlibat dalam aksi kekerasan dan pelanggaran HAM, serta diduga melakukan perampasan tanah, pengrusakan hutan dan gambut, tidak sesuai dengan ketentuan.
  • Kami mendesak kepada pihak PT. PPM dan ANJ Group untuk bertanggungjawab atas peristiwa ini, segera memenuhi dan memulihkan hak-hak korban maupun tuntutan masyarakat adat Iwaro.
Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

Solidaritas untuk Korban Kekerasan dan Masyarakat Adat Iwaro, Papua Barat: Franky Samperante, Yayasan PUSAKA, Jakarta, Simon Soren, Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Iwaro, Sorong, Feki Mobalen, Papua Forest Watch, Sorong, Charles Tawaru, Greenpeace Indonesia, Sorong, John Gobay, Dewan Adat Papua Meepago, Nabire, Esau Yaung, aktivis lingkungan, Manokwari, Konstan Magablo, AMAN Sorong Raya, Sorong, Markus Binur, Perkumpulan Belantara Papua, Sorong, Pdt. Magdalena Marlina Kafiar, KPKC GKI Papua, Jayapura, LBH APIK, Jayapura, Asep Komarudin, Civil Liberty Defender, Jakarta, Wirya Supriyadi, SOS untuk Tanah Papua, Jayapura, Maurits J. Rumbekwan, Walhi Papua, Jayapura dan Andi Muttaqien, ELSAM, Jakarta.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaBupati Nabire Serahkan Sejumlah Bantuan kepada Ratusan Pedagang Asli Papua
Artikel berikutnyaKronologis Kekerasan Brimob Penjaga PT. PPM Terhadap Masyarakat Adat di Sorsel