Isu Papua Merdeka Apakah Relevan di dalam Pilkada Gubernur Papua?

0
3991

Oleh: Pares L. Wenda)*

Pada tanggal 23 Februari 2018 pagi ada diskusi yang menarik yang diangkat oleh Lamadi de Lamato di dalam diskusi Group WA Spirit of Papua dan ditanggapi serius oleh Abang Paskalis Kossay salah satu Politisi terbaik Papua. Isu yang dibahas tentang pasangan kandidat Gubernur Papua saat ini. Paling tidak ada dua hal, kandidat A didukung oleh kelompok masyarakat pro Merdeka dan kandidat B atau kandidat lainnya didukung oleh kelompok pro Indonesia, kira-kira intinya seperti itu, dan banyak tokoh Nasional, tokoh Papua yang tergabung di dalam Sosmed WA SoP mengikutinya dengan sangat baik.

Dan karena itu, saya tidak harus menjelaskan lebih jauh tentang hal itu, tetapi intinya bahwa dua kandidat saat ini berada di dalam dua opsi tersebut dalam arena Pilkada Gubernur Papua untuk periode 2018-2023.

Terlepas dari membangun opini di atas, ada opini lain yang juga ditulis oleh Dr. Neles Tebay bahwa OPM tidak akan mengganggu proses Pilkada di Pemilihan Gubernur Papua dan mungkin juga 6 (enam) Kabupaten yang melaksanakan Pilkada saat ini. Apa isinya tentang tulisan Neles Tebay, saya belum membacanya, tetapi bahwa isu tentang OPM atau Papua merdeka minimal terus dijadikan alat politik yang ampuh di dalam setiap Pilkada di Papua atau minimal di dalam setiap jabatan strategis pertimbangan politik pro NKRI atau pro Papua M ini terus ada di berbagai level pekerjaan sebagai pengambil kebijakan atau yang menghasilkan uang banyak.

Bahkan di beberapa kabupaten di Papua, tokoh-tokoh kunci yang berjuang Papua merdeka, atau berbicara keras soal isu Hak Asasi Manusia, keluarga dekatnya dicatat betul oleh aparat maupun politisi yang mau meraih kekuasaan bahwa keluarga-keluarga itu tidak boleh menjadi pejabat penting di dalam kekuasaan pemerintah, bisnis, dan pekerjaan sosial di Tanah Papua. Ini jugalah barangkali disebut Papua Makan Papua.

ads

Fakta dalam isu ini tidak dapat hindarkan bahwa banyak bupati yang menggunakan isu M dan NKRI menggulingkan tokoh Papua lainnya yang mempunyai kualitas untuk bangun Papua keguguran alias tidak menjadi bupati. Itu fakta yang tidak dapat disangkal. Pada akhirnya dengan sistem negara, perangkat hukum, dan demokrasi yang tersedia saat ini memberikan garansi kepada mereka yang menjadi bupati dan wakil bupati dengan isu pro NKRI. Karena motivasinya tidak benar, maka ketika mereka menjadi Bupati pun tidak banyak yang mereka perbuat, tidak banyak yang mereka hasilkan kecuali memperkaya diri.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Hal itu terlihat bahwa tidak indikator perubahan yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Minimal tidak ada pengusaha besar yang dilahirkan oleh mereka yang menjadi Bupati, mereka lebih banyak menggunakan orang luar Papua dalam kepentingan mengejar target, mengejar laporan penggunaan uang negara, dan takut dikejar-kejar KPK dan BPK RI.

Namun sepanjang analisa saya, orang-orang yang dicurigai kemudian kalah Pilkada Kabupaten/Kota dan Gubernur hingga saat ini tidak pernah berjuang Papua merdeka, dan tidak ada bukti yang dapat kita lihat hal seperti itu.

Sebagai salah seorang penulis Buku Pilkada Gubernur Papua tahun 2013 tidak demokratis dan analisa tentang para kandidat yang kalah Pilkada di seluruh Papua dan Papua Barat sejak 2005 dimana kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang dikalahkan karena isu M mereka tidak berjuang untuk Papua merdeka, malah mereka selalu siapkan diri untuk maju Pilkada periode berikutnya.

Misalnya alm. Bupati Selsius Watae, Lukas Enembe sendiri, Gubernur Papua Barat sekarang. Justru mereka menyusun kekuatan baru untuk merebut Pilkada periode berikutnya dan itu terbukti. Demikian juga di beberapa daerah termasuk mereka yang kalah Pilkada Gubernur 2006 dan Pilkada Gubernur 2013, mereka tidak pernah berjuang untuk keluar dari Indonesia alias NKRI.

Lukas Enembe misalnya tidak berjuang untuk Papua Merdeka, tetapi beliau mempersiapkan diri selama 5 tahun dan pada tahun 2013 berhasil memenangkan kursi Gubernur Papua. Artinya, saya ingin memberi pesan bahwa Jakarta dan orang di Papua yang mengelola informasi di Papua tentang politisi-politis ini juga harap sadar bahwa isu M di dalam Pilkada Gubernur Papua tidak relevan lagi atau tidak seksi untuk dijual sebagai isu politik untuk meraih kursi bupati maupun kursi gubernur. Karena tidak memberikan kontribusi signifikan bagi Papua Merdeka atau sebaliknya.

Gerakan anak muda seperti KNPB sudah dan tidak berminat dalam isu Pilkada, mereka justru lawan Pilkada dan fokuskan perjuangan mereka untuk Merdeka, dan mereka juga tidak menjadi tim sukses Jhosua atau Lukmen (Lukas Klemen Jilid II). Kalau Lukmen representasi Papua M, buktikan dimana mereka (Lukmen) bekerja untuk Papua M selama mereka Bupati Mimika dan Bupati Puncak Jaya? Juga sebaliknya dengan Jhosua. Tidak ada data tentang journey itu. Mereka dua (Lukmen) atau pasangan Jhosua adalah sosok anak emas NKRI di Papua, sehingga hari ini mereka sama-sama mencalonkan diri untuk menjadi kepala daerah Provinsi Papua, bukan hanya gubernur dan wakil gubernur, tetapi hari ini mereka menjadi Bapak bagi Papua dalam kerja nyata mereka.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Kesimpulannya adalah orang-orang ini adalah anak-anak emas yang besar dan belajar politik di dalam NKRI dan menjadi kepala daerah sekaligus memproklamirkan diri mereka sebagai pemimpin bagi rakyat Papua.

Lain soal misalnya Ketua KNPB Viktor Yeimo, atau Benny Wenda ketua ULMWP menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, jangankan lolos pencalonan, baru diusulkan mau maju gubernur dan wakil gubernur saja, mereka sudah tidak memenuhi syarat karena mereka mempunyai ideologi yang berbeda. Toh ketika Lukmen memimpin Papua, Papua belum Merdeka juga, Papua masih di dalam bingkai NKRI? Artinya, Lukmen dianggap pro Papua merdeka tidak bisa dipertanggungjawabkan. Lalu, apakah ketika misalkan pasangan Jhosua menang gubernur dan wakil gubernur, apakah isu Papua merdeka otomatis dengan sendirinya hilang? Sama sekali tidak! Karena idelogi sulit untuk dihapus dari sebuah perjuangan ideology itu sendiri.

Ideologi Papua merdeka mampu bertahan selama lebih dari 50 tahun sejak OPM didirikan. Sehingga siapapun gubernur, tidak akan menghapus perjuangan Papua merdeka. Kecuali orang mau dialog tentang kedua ideologi yang saling tidak ketemu ini dirundingkan di tempat lain, bukan dalam rana Pilkada.

Satu catatan penting yang tidak boleh dilupakan oleh rakyat, pasangan Lukmen, pasangan Jhosua dan pasangan Pilkada Kabupaten di Papua bahwa para kandidat setelah kamu jadi Gubernur atau Bupati kamu urus pembangunan daerah Papua itu amanat UU Otonomi Khusus Nomor 21/2001, itu rananya gubernur, walikota, bupati seluruh Indonesia dan di Papua. Urusan Politik Papua Merdeka atau tidak itu singkatnya urusan Pemerintah Pusat.

Baca Juga:  Politik Praktis dan Potensi Fragmentasi Relasi Sosial di Paniai

Gerakan anak muda yang dimotori oleh KNPB saat ini mendengar kata Pilkada bagi mereka itu program pemerintah Indonesia, mereka sangat tidak respek akan Pilkada itu. Sebaliknya, kami yang urus pilkada, kami juga tidak memikirkan perjuangan KNPB atau organisasi perjuangan Papua merdeka lainnya. Tetapi sayang dan beribu sayang, kalau kami yang mengurus Pilkada memanfaatkan isu ideologi orang lainnya, menjadikan isu itu sebagai harga jual, nilai tawar politik yang ingin dicapai. Memang dalam hal politik, isu apa saja bisa digunakan untuk mencapai tujuan politik. Tetapi dalam konteks Papua, dua isu Papua M dan Pilkada yang muaranya berbeda ini, tidak saling memanfaatkannya, tetapi isu Pilkada memanfaatkan isu M di dalam Pilkada.

Kiranya dalam hal seperti ini tidak terjadi, karena kedua kandidat yang maju hari ini, sama-sama anak emas NKRI dan di atas dan atas nama NKRI mereka maju Pilkada, bukan atas nama Papua Merdeka.

Karena itu, opsi yang ingin saya tawarkan adalah bahwa pertama, dengan sangat hormat jualan politik dengan isu “M” untuk Papua dihindari dan tidak penting dijadikan sebagai alat politik untuk menjadi gubernur. Kedua, kandidat harus mampu menjual program kerja yang akan dilakukan dalam lima tahun mendatang.

Ketiga, kandidat mempunyai pengalaman segudang di dalam memimpin pemerintahan. Dan masing-masing tahu dengan pasti pisau, parang, sekop, perjuangan yang itu untuk memenangkan suara rakyat.

Keempat, kemenangan telak atau kemenangan mutlak menjadikan Anda sebagai primadona atau aktor yang dikagumi oleh pengemar kita yang adalah rakyat Papua. Karena kami tahu track record bagi calon gubernur kita saat ini. Kecuali tangan besi yang dapat mengendalikan untuk kemenangan kanididat tertentu, tetapi kalau kandidat yang dipilih rakyat, maka rakyat akan memilih dengan manis, tulus, terhormat, siapa kepala daerah sekaligus pemimpin dan orang tua bagi mereka.

Semoga catatan kecil ini dibaca oleh pasangan Lukmen, Jhosua dan Rakyat Papua.

)* Penulis adalah Pengamat sosial politik dan salah satu penulis buku-buku dan artikel seputar Pilkada di Provinsi Papua.

Artikel sebelumnyaBerstatus Pengamat di MSG, West Papua akan Diundang dalam Festival Budaya Melanesia
Artikel berikutnyaULMWP Minta Rakyat Papua Dukung Warga PNG yang Terkena Dampak Bencana Gempa