SURABAYA, SUARAPAPUA.Com — Malam ini, Rabu (15/08/2018), pukul 23:00 WIB, sebanyak 49 orang mahasiswa penghuni Asrama Kamasan Papua di Surabaya diangkut ke Polrestabes Surabaya.
Penyebabnya, menurut informasi yang dihimpun suarapapua.com, ada dua. Pertama, penolakan ormas atas demonstrasi damai menolak perjanjian New York 15 Agustus 1962 yang dilaksanahkan tadi pagi, dimana asrama Kamasan Papua di Surabaya adalah titik kumpul massa aksi.
Kedua, penghuni asrama menolak memasang bendera merah putih di depan dengan alasan mereka tidak merasa menjadi bagian dari Negara Indonesia. Warga, ormas dan polisi mendesak dan memaksa mahasiswa Papua mengibarkan bendera merah putih.
Siang tadi, mahasiswa Papua terlibat bentrok dengan aparat gabungan dan ormas yang merusak pagar asrama Papua dan mendobrak pintu.
Beberapa ormas yang bergabung dengan polisi dalam insiden itu adalah Patriot Garuda, Pemuda Pancasila dan Benteng NKRI.
Menurut data yang dikumpulkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya, ormas reaksioner duluan menyerang mahasiswa Papua yang kala itu tidak ingin memasang bendera merah putih.
Mahasiswa Papua penghuni asrama membela diri.
Menurut laporan beberapa media, salah seorang anggota ormas terkena sabetan benda tajam.
Sejak saat itu, asrama dikepung oleh kepolisian dan ormas reaksioner. Hingga malam, polisi datang dan berusaha menangkap beberapa orang mahasiwa Papua. Adu mulut terjadi hingga pukul 23:00 WIB.
Akhirnya semua mahasiswa Papua, berjumlah 49 orang, dibawa ke Polrestabes Surabaya.
Sekretaris Jendral Aliansi Mahasiswa Papua (Sekjen AMP) pusat, Albert Mungguar, kepada suarapapua.com menegaskan, persis seperti yang terjadi di Surabaya, itulah yang juga terjadi, dilakukan oleh negara melalui militernya terhadap orang Papua di tanah Papua.
“Nasionalisme bukan barang paksaan. Nasionalisme adalah menyangkut ideologi, ia lahir dari kesadaran rakyat. Bila rakyat Papua dan mahasiswa Papua hari ini tidak ingin mengibarkan bendera merah putih, maka yang harus dilakukan negara dan sesama warga negara adalah bertanya, mengapa mahasiswa Papua tidak punya nasionalisme Indoensia, bukannya mendesak, memaksa, bahkan bikin seperti kerasukan setan, memaksakan kehendak dengan tindakan kekerasan,” ujar Mungguar, Rabu (15/08) malam.
Untuk ke-49 mahasiswa Papua yang saat ini masih di Polrestabes Surabaya, AMP pusat menuntut mereka dibebaskan tanpa syarat atas nama penegakan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi.
“Kami mengutuk tindakan represif aparat dalam hal ini Polrestabes Surabaya dan ormas reaksioner. Dan Kami minta segera bebaskan 49 kawan kami yang ditangkap tanpa alasan rasional,” tegas Mungguar.
Sebelumnya, di pagi hari, terjadi aksi serentak di beberapa kota dikoordinir AMP. Mereka menolak perjanjian New York yang dilaksanahkan 15 Agustus 1962. Baca: 15 Agustus: AMP dan FRI WP Sebut New York Agreement Ilegal.
Pewarta: Bastian Tebai