JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Ismail Keikera, kepala suku Momuna kabupaten Yahukimo, yang juga Ketua Dewan Adat Momuna (DAM) meminta pihak TNI untuk tidak mengambil tanah lebih dari enam hektar untuk membangun Komando Distrik Militer (Kodim) Yahukimo di jalan Seradala, Kab. Yahukimo, Papua.
Menurut Ismail, pihaknya sudah menyerahkan enam hektar tanah kepada TNI untuk membangun Kodim Yahukimo. Namun, dari pantauannya, jika dilihat dari proses pembangunan Kodim, luas laham melebihi luas yang sudah diserahkan setelah disepakati.
“Kami lihat lahannya lebih dari enam hektar seperti yang kami serahkan. Jadi sekarang orang tua yang punya tanah ada datang mengamuk ke saya. Jadi saya minta agar pihak TNI jangan ambil tanah lebih dari enam hektar seperti yang sudah disepakati,” jelas Keikera, melaui sambungan telepon kepada suarapapua.com pada Selasa (23/7/2019) lalu.
Ismail Ismail mengatakan, gedung bangunan yang berseberalahan dengan RSUD Yahukimo, belum dilunasi pembayarannya. Namun pembangunan terus dilakukan.
“Jadi tanah yang kami masyarakat adat Momuna lepaskan untuk bangun Kodim Yahukimo di Saradala 200×300 meter, semuanya 6 hektar. Dalam proses pembangunannya mereka patok sampai lewat batas yang sudah ditentukan. Padahal lokasi yang sedang dibangun itu belum ada surat pelepasan secara adat dari suku Momuna sebagai pemilik tanah tersebut,” ungkapnya kesal.
Untuk sementara, kata Ismail, dirinya sedang menyurati pihak TNI di Yahukimo dan akan menyurati juga kepada lembaga LSM di tanah Papua untuk advokasi lebih lanjut.
“Saya sudah sampaikan kepada Jerat Papua, kemudian saya akan bikin surat dan kasi kepada TNI di kabupaten Yahukimo, dan kepada Pemerintah juga akan saya kasih,” ujar Ismail.
Sementara itu, di tempat yang sama, pemilik tanah lokasi pembangunan Kodim Yahukimo, Ayubia Keikemengatakan, luas tanah yang sedang digunakan untuk pembangunan lebih dari yang sudah disepakati dan diserahkan.
“Jangan ambil berlebihan, cukup yang kita sudah kasih, pelepasan saja belum baru jangan tambah-tambah,” tegasnya singkat.
Pewarta: Ardi Bayage
Editor: Arnold Belau