JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Wirya Suproyadi ativis Jaringan Advokasi untuk Perampasan Tanah (JangRapasT) di Provinsi Papua, mengatakan aksi demonstrasi yang dilakukan GempaR Papua dalam rangka peringati hari masyarakat adat sedunia itu tidak salah.
Menurutnya, kegiatan tersebut dinilai berlangsung dengan berbagai kegiatan diantaranya konferensi Pers, aksi masa diskusi dan lain sebagainya, di beberapa kota kabupaten Provinsi Papua dan provinsi Papua Barat.
“Memang benar bahwa investasi saat ini cenderung mengalir ke Papua dan semakin banyak. Tentu saja para investor membutuhkan lahan , baik untuk perkebunan sawit, pertambangan maupun HPH” ujar Wirya, pada Rabu pekan kemarin.
Sehingga aksi yang dilakukan oleh (GempaR) tidak salah. Karena jika negara perintahkan investor masuk, maka semua lahan dan tanah akan dirampas oleh pengusaha asing tersebut. Sementara jika dilihat Papua bukan Tanah Kosong.
Menurutnya, cenderung meningkatnya potensi konflik hak atas baik antara masyarakat adat dengan masyarakat adat atau pun masyarakat adat dengan perusahaan.
“Dan alih kontrol tanah adat secara legal dan Ilegal dalam skala yang luas dapat dikategorikan sebagai rampasan tanah/lahan, maka disitu cenderung akan terjadi potensi konflik masyarakat adat dengan perusahaan” ujar Wirya.
Wirya menjelaskan, perampasan lahan adalah kontrol melalui kepemilikan, sewa, konsesi, kontrak, kuota, atau kekuasaan umum dengan jumlah yang lebih besar dari jumlah lokal secara tipikal oleh orang atau badan dengan cara apa pun (‘legal’ atau ‘ilegal’).
“Untuk tujuan spekulasi, ekstraksi, kontrol sumber daya atau komodifikasi, agroekologi, penguasaan lahan, hancurnya kedaulatan pangan dan adanya pelanggaran hak asasi Manusia,” ujar Koordinator JangRampasT Papua.