DEKAI,SUARAPAPUA.com— Napi Pahabol, salah satu alumnus Mahasiswa Se-Jawa Bali dan Sumatra meminta agar pemerintah provinsi papua dan papua barat untuk membuka akses pendidikan di Negara pasifik.
“Adik-adik kami yang mengenyam pendidikan di pulau jawa dihina dengan sebutan monyet, jadi kami tidak izinkan untuk mereka kembali. Kami minta pemerintah provinsi papua dan papua barat agar buka akses pendidikan di Negara pasifik,” kata Pahabol Senin, (16/9/2019) di Dekai.
Ia menjelaskan, sebab dengan adanya rasisme dengan sebutan monyet, ia merasa mahasiswa papua yang mengenyam pendidikan di Jogja, Jakarta, Surabaya, Makassar, Malang, dan Semarang, tidak pantas hidup berdampingan dengan manusia-manusia orang Jawa.
Baca Juga: Ketua Umum Ditangkap, KNPB: Penjara itu Istana Kami
selain itu, Pahabol juga merasa pendidikan bagi anak-anak papua di pulau jawa ditutup. Sebab, ada banyak jurusan atau sekolah yang harus di buka dan disekolahkan, namun orang-orang papua tidak pernah diterima.
“Kami orang papua bisa sekolah bagian rakitan, namun kami tidak bisa. Orang papua sekolah pilot namun kebanyakan belum bekerja di perusahaan-perusahaan penerbangan. Itu contoh besar yang Indonesia matikan karakter orang papua,” katanya.
Dengan demikian Pahabol meminta agar pembukaan akses pendidikan di Negara pasifik ini harus ditangani dengan serius. Agar, mahasiswa papua bisa mengenyam pendidikan bersama saudara-saudara di Negara pasifik.
Sementara itu, Marco salah satu mahasiswa papua yang pulang dari Jawa dan berada di Yahukimo mengakui jika dirinya alami rasisme sejak selama dirinya berada di kota study (Makassar). Katanya, setiap dirinya lewat di gang-gang dirinya selalu dicaci dengan sebutan monyet.
“Setiap saya lewat depan gang, saya selalu dikatakan monyet. Mungkin karena saya punya kumis dan kulit warna saya hitam,” kata Marco.
Marco menambahkan, dirinya dan teman-temannya sudah sepakat bahwa tidak akan balik lagi ke pulau jawa.
“Kami tidak akan balik ke pulau manusia. sebab monyet tidak pantas hidup dengan manusia, dengan demikian kami minta keluarkan monyet dari Negara manusia,” tutupnya.
Pewarta : Ruland Kabak
Editor : Arnold Belau