126 Organ Desak Rektor UNKHAIR Cabut SK DO 4 Mahasiswa

0
1800

DOGIYAI, SUARAPAPUA.COM — Sebanyak 126 organisasi menyatakan sikap bersama agar rektor Universitas Khairun Ternate (UNKHAIR) mencabut Surat Keputusan (SK) Drop Out (DO) terhadap empat mahasiswa dan menilai alasan rektor tidak jelas. Keempat mahasiswa itu,  Arbi M. Nur, Fahyudi Marsaoly, Ikra Alkatiri dan Fahrul Abdul, di DO dengan alasan mereka terlihat berdemonstrasi mendukung kemerdekaan Papua Barat.

Berikut pernyataan sikap ke-126 organ yang bersolidaritas tersebut.

Pernyataan Sikap Bersama

“Rektor UNKHAIR Harus Segera Mencabut Surat Keputusan Drop Out nomor 1860/UN44/KP/2019, dan Mengembalikan Fungsi Kampus Sebagai Ruang untuk Kebebasan Berpendapat dan Berpikir.”

12 Desember 2019 dengan menimbang Surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/Res Ternate tanggal 12 Desember 2019 perihal Surat Pemberitahuan. Tanpa alasan yang jelas, Rektor Universitas Khairun (Unkhair) Ternate memberhentikan 4 mahasiswanya dengan tuduhan melakukan perbuatan ketidakpatutan yang mengarah tindakan makar dan mengganggu ketertiban umum.

ads

Keempat mahasiswa tersebut adalah Arbi M. Nur (Mahasiswa Jurusan Kimia, FKIP, Semester XIII), Fahyudi Marsaoly (Mahasiswa Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Semester XI), Ikra Alaktiri (Mahasiswa Jurusan PKN, FKIP, Semester V) dan Fahrul Abdul (Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Semester II). Dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 1860/UN44/KP/2019 tertera bahwa yang menjadi dasar pemberhentian keempat mahasiswa tersebut adalah unjuk rasa damai “Memperingati 58 Tahun Deklarasi Kemerdekaan Rakyat West Papua” yang dilakukan pada 2 Desember 2019 di depan kampus Universitas Muhammadiyah Ternate.

Tidak ada hubungan hukum yang jelas terkait Surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/ dengan Pemberhentian Ke-4 Mahasiswa tersebut karena dalam isi surat Kepolisian Nomor B/52B/XII/2019/ bukan Surat mentersangkakan atau Surat Perintah Penangkapan tindak makar atau mengganggu ketertiban umum. Pun jika surat tersebut untuk penangkapan atau menjadikan sebagai tersangka tidak lantas Rektor menerbitkan SK. D.O karena seseorang belum bisa dikatakan bersalah tanpa putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, apalagi apa yang dilakukan ke-4 mahasiswa tersebut pada 2 Desember 2019 bukan merupakan tindak pidana melainkan dalam rangka mengekspresikan hak konstitusionalnya yang di jamin negara dalam bentuk unjuk rasa damai/demonstrasi damai memprotes kesewenang-wenangan negara terhadap rakyat Papua. Sehingga tindakan Rektor untuk mengambil Keputusan pemberhentian ke-4 Mahasiswa tersebut janggal dan terkesan dipaksakan.

Isian dari pada protes tersebut bukanlah menjadi persoalan yang mendasar karena unjuk rasa damai/demonstrasi damai apapun bentuknya selama itu dalam lingkup mengekspresikan hak dan tidak mengganggu atau membatasi hak orang lain bukan merupakan sebuah tindak pidana ataupun ketidakpatutan seperti apa yang didalilkan Rektor UNKHAIR. Sebaliknya protes terhadap kesewenang-wenangan negara tersebut merupakan sebuah keharusan dan kampus sebagai wadah yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan seharusnya turut serta dalam mengabarkan pesan-pesan kebenaran bukan menuduh mahasiswanya hendak melakukan tindak pidana.

Surat kepolisian tersebut tidak bisa menjadi dasar karena sifatnya bukan surat penetapan yang memiliki kekuatan mengikat untuk dilaksanakan karena isiannya adalah, tentang pemberitahuan yang dikirim komite aksi yang akan melakukan aksi damai/demonstrasi damai pada tanggal 2 Desember 2019. Surat pemberitahuan dari kepolisian itu sebagai bukti bahwa dalam melaksanakan unjuk rasa damai/demonstrasi damai ke-4 mahasiswa tersebut telah menempuh jalur hukum yang diperintahkan Undang-Undang. Sehingga dasar surat pemberitahuan sebagai alasan menerbitkan SK D.O adalah tidak beralasan menurut hukum.

Baca Juga:  Berlakukan Operasi Habema, ULMWP: Militerisme di Papua Barat Bukan Solusi

Rektor UNKHAIR Melampaui Prosedur

Berkaitan dengan diterimanya surat kepolisian Rektor tanpa mendengarkan keterangan dari pihak mahasiswa menerbitkan SK. D.O pada tanggal yang sama dengan masuknya surat dari kepolisian. Kalau dilihat dari rentan waktu masuknya surat kepolisian dan terbitan SK. D.O adalah terkesan terburu-buru tanpa pertimbangan Rektor mengeluarkan SK. D.O. Padahal jelas dan terang disebutkan dalam Pasal 74 ayat (1) Peraturan Rektor No. 1714/UN44/KR.06/2017 tentang Peraturan Akademik bahwa tahapan sanksi dimulai dari: (a) teguran lisan, (b) teguran tertulis. Pada ayat (2) disebutkan sanksi akademik berupa: (a) tidak diizinkan mengikuti kegiatan perkuliahan dan kegiatan akademik lain, (b) tidak boleh mengikuti ujian semester, (c) pembatalan mata kuliah tertentu, (d) pembatalan skripsi/tugas akhir dan karya ilmiah lain, (e) diberhentikan sebagai mahasiswa yang menjadi salah satu alasan pelanggaran yang dilakukan ke-4 mahasiswa tersebut.

Selain itu menurut kepatutan rektor sebelum mengeluarkan SK. D.O terlebih dahulu memanggil ke-4 mahasiswa tersebut untuk mendengarkan keterangan mereka sehingga keterangan kedua belah pihak dapat menjadi pertimbangan yang objektif bagi rektor untuk mengeluarkan SK. D.O. Ke-4 mahasiswa tersebut bahkan belum pernah dipanggil sama sekali untuk didengarkan keterangannya.

Dalam hal memberikan sanksi, Rektor harus berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Akademik. Dalam SK D.O poin C di pokok pertimbangan, rektor menuduh ke-4 mahasiswa tersebut telah melakukan perbuatan yang dilarang dalam ketentuan pasal 32 ayat (4) sehingga dengan demikian sanksi terhadap perbuatan yang diatur dalam pasal 32 ayat (3) Peraturan Akademik harus merujuk pada ketentuan pasal 32 ayat (4), yaitu : “bagi mahasiswa yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan sanksi berupa teguran, diberhentikan sementara pada semester tertentu dan/atau dikeluarkan (putus studi) sebagai mahasiswa Universitas Khairun”. Dalam poin pertimbangannya, SK D.O tersebut merujuk pada ketentuan Pasal 32 ayat (3) tetapi dalam memberikan sanksi Rektor melampaui tahapan-tahapan yang diperintahkan dalam ketentuan pasal 32 ayat (4).

Kebebasan Berekspresi dan Kebebasan Intelektual

Sulitnya mendapatkan hak akan kebebasan untuk berekspresi dalam bentuk protes terhadap negara tidak terlepas dari represifitas negara yang tidak hanya datang dari aparatus kekerasan negara (sekalipun pelanggaran terbanyak dari aparat negara) tetapi sudah menyasar secara luas sampai pada dunia akademik. Padahal dunia akademik sudah seharusnya memberi kebebasan pada setiap individu untuk mengekspresikan minat bakat dan semua hal tentang kemampuan dirinya untuk berbuat bagi kehidupan yang lebih baik.

Dunia akademik melekat padanya kebebasan intelektual yang harus dibuat tumbuh subur pada setiap periodesasi bahkan setiap saat. Tapi represi akademik telah mengubah wajah kampus yang seharusnya ramah pada kritik dan pengungkapan kebenaran ilmiah menjadi otoriter dan sewenang-wenang. Dalam kasus ini, kampus UNKHAIR tidak amanah dalam mewujudkan Tridarma perguruan tinggi, yakni pengabdian terhadap masyarakat. Protes yang dilayangkan ke-4 orang tersebut kepada negara harus dimaknai sebagai pengabdian mereka dalam mengemban pengetahuan yang di dapat, kalau saja Rektor UNKHAIR mau supaya membantah protes tersebut harusnya didiskusikan dalam ruang-ruang keilmiahan, bukan sebaliknya menggunakan kuasa untuk menghantam setiap protes yang dianggap mengancam status quo negara.

Baca Juga:  Freeport Indonesia Dukung Pengentasan Penyakit TB di Kabupaten Mimika

Dalam hal ini, sebagai negara yang menjunjung tinggi HAM dan Demokrasi, UNKHAIR sebagai institusi perpanjangan tangan dari negara yang bergerak di bidang akademik memberikan ruang bagi setiap individu/mahasiswa untuk bebas bicara tentang apa saja yang diyakini sebagai kebenaran ilmiah dan ketidaksetujuan setiap orang atas hal tersebut mesti diuji lewat ruang-ruang dialogis yang ilmiah pula. Jika tidak, apapun alasan kita sebagai bangsa Indonesia yang meratifikasi konven tentang HAM, mengamandemen Konstitusi dengan Pasal-Pasal tentang Jaminan HAM dan pelaksanaannya dibuat dalam Undang-Undang untuk menjamin hak orang tidak akan pernah terwujud selama di ruang akademik saja dibatasi orang berbicara dan berekspresi dengan D.O apalagi ruang kita bermasyarakat.

Untuk itu dalam mewujudkan pendidikan yang bersih, mengedepankan kebebasan akademik, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan pemenuhan hak asasi setiap orang dengan pembatasannya adalah hak dan kebebasan orang lain maka segala bentuk tindakan unjuk rasa damai/demonstarsi damai yang dilakukan setiap mahasiswa/orang lain harus dimaknai sebagai ekspresi atas hak yang dilindungi oleh konstitusi dan peraturan perundangan dibawahnya termasuk Statuta UNKHAIR. Sehingga tindakan represifitas dan pengekangan terhadap hak berekspresi harus dijadikan sebagai musuh setiap orang yang menginginkan tegaknya demokrasi dan HAM serta diakui pemberlakuannya.

Berdasarkan uraian di atas dengan tegas, untuk ruang demokrasi, kebebasan akademik dan juga kebebasan intelektual maka kami menuntut:

  1. Cabut Surat Keputusan Rektor Universitas Khairun (Unkhair) Ternate nomor 1860/UN44/KP/2019
  2. Meminta kepada Menteri dan Kebudayaan RI, Nadiem Anwar Makarim untuk memecat Rektor Universitas Unkhair karen telah menciderai hak mahasiswa untuk berkumpul, berekspresi, dan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi
  3. Berikan jaminan kebebasan akademik sesuai dengan amanat konstitusi
  4. Menyerukan dukungan solidaritas untuk kebebasan berpendapat, berkumpul, dan berserikat
  5. Menuntut pertanggungjawaban pihak Universitas Khairun Ternate atas penggunaan kekerasan dalam pembubaran massa aksi Solidaritas Perjuangan Demokrasi Kampus pada 30 Desember 2019.

Senin, 2 Januari 2020

Dalam Solidaritas :

1. Pusat Perjuangan Mahasiswa untuk Pembebasan Nasional (Pembebasan)
2. Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
3. Left Indonesia
4. Lingkar Study Sosialis (LSS)
5. Semar Universitas Indonesia
6. Partai Pembebasan Rakyat (PPR)
7. Partai Rakyat Pekerja (PRP)
8. Konfederasi Serikat Nasional (KSN)
9. Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi-Dewan Nasional (LMND-DN)
10. Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI)
11. Federasi Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-Sedar)
12. Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN)
13. Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR)
14. Komite Perjuangan Politik Alternatif (KPPA)
15. Solidaritas Perjuangan Parlemen Jalanan (SP2J)
16. Women’s March Kota Ternate
17. Perempuan Normarae Palu
18. Pergerakan Pelaut Indonesia (PPI)
19. Front Mahasiswa Nasional (FMN) Surabaya
20. Surabaya Melawan
21. Cakrawala Mahasiwa Yogyakarta
22. Sukoharjo Melawan Racun
23 Massa Rakyat Stasiun Bersatu
24. Aliansi Pelajar Bandung
25. Aliansi Pelajar Malang
26. Aliansi Pelajar Garut
27. Aliansi Pelajar Yogyakarta’
28. Federasi Pelajar Indonesia (Fijar)
29. Aliansi Pelajar Pontianak
30. Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber 31. Daya Alam (FNKSDA)
32. Komunitas Mahasiswa Papua (KMP) kota Ternate
33. Federasi Pelajar Ternate
34. Solo Bergerak
35. Aksi Kamisan Yogyakarta
36. Gempar Maluku Utara
37. Sekolah Kritis Maluku Utara
38. Sebumi Maluku Utara
39. Pusmat Kota Ternate
40. KPMG Maluku Utara
41. Srikandi Ternate
42. Srikandi Makassar
43. PMII Komisariat IAIN Ternate
44. Akademi Kerakyataan (AKAR) Jakarta
45. Pangkalan Joger Palu
46. Solidaritas Perjuangan Mahasiswa untuk 47. Demokrasi (SEMAD – FMK Palu)
48. LPM Mantra
49. Study Fala Kota Ternate
50. Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Cabang Ternate
51. Badan Pengurus Daerah KPR Maluku Utara
52. Gamhas Maluku Utara
53. Koma
54. KAMASEKA
55. Himpunan Pelajar Mahasiwa Dolik (HPMD)
56. Aksi Kamisan Ternate
57. LPM Kultura
58. PMII Rayon FAI UMI
59. Solidaritas Indonesia
60. Kolektif Abu Bakar
61. Kamisan Malang
62. Brawijaya Student Movement
63. Panggung Kamisan Fakultas Ilmu Budaya
64. SEOPMI Halmahera Timur
65. Falasany
66. PB-HIPPMAMORO
67. HMJ Ilmu Sejarah
68. FPM UBK
69. Yoes S Sangaji
70. Pengurus Wilayah Komunitas Muda Indonesia (PW KAMI Maluku)
71. Komunitas Mahasiswa Pro Demokrasi
72. Partai Pergerakan Mahasiswa UAD Yogyakarta
73. Kamisan Gorontalo
74. Unit Kegiatan Studi Kemasyarakatan (UKSK) UPI Bandung
75. Lembaga Pengkajian dan Pengabdian Masyarakat Demokratis (LPPMD) Unpad
76. Hima PGSD Unkhair Ternate
77. ALERTA
78. BEM STMIK AKBA
79. HIMTI AKBA
80. BPD- KPR DKI Jakarta
81. Himpunan Mahasiswa Susupu (Himasu)
82. BPD-KPR Sulawesi Selatan
83. BPD-KPR Jogjakarta
84. Barisan Masyarakat Indonesia
85. CGMD
86. BPD-KPR Jawa Tengah
87. BPD-KPR NTB
88. M Rifaldi
89. Alternative Study Club (ASC)
90. Lapak Baca Anti Sweeping
91. Lapak Baca Airnisme
92. BEM FAI UMI
93. Central Gerakan Mahasiswa Tual
94. Rumah Rakyat Sinjai (RRS)
95. Komunitas Sehati Makassar
96. Rakyat Melawan Oligarki Makassar
100. United Voice Bandung
101. Front Mahasiswa Bersatu (FMB)
102. Komunal Makassar
103. BEM FAI Makassar
104. Fosis
105. PPMI DK Makassar
106. Gertak
107. BPD-KPR Jawa Barat
108. Kamisan Yogyakarta
109. Himpunan Mahasiswa Susupu (Himasu)
110. FKGMT
111. BPD – KPR Jawa Barat
112. KOMUNAL
113. PMII Rayon FAI UMI
114. BEM FAI UMMI MAKASSAR
115. Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia
116. BPD – KPR Lampung
117. BPD – KPR Jawa Timur
118. Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI)
119. Jarkom SP Perbankan
120. BPD KPR Sulteng
121. BPD KPR Kaltara
122. SAMURAI Maluku Utara
123. LBH Makassar
124. Jaringan Muda Maluku Utara.
125. DPM – Fakultas ISIP UNPPATI Ambon
126. Organisasi Pemerhati Pendidikan Maluku Utara (OPPMU).

Baca Juga:  Pacific Network on Globalisation Desak Indonesia Izinkan Misi HAM PBB ke West Papua

Pewarta: Bastian Tebai

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaUskup Timika, Uskup yang Sedang Dinantikan
Artikel berikutnyaAlberth Wanimbo: Kita Harus Hidup Sebagai Sahabat