Kampung Sima di Nabire Rawan Banjir

0
1748

DEIYAI, SUARAPAPUA.com — Banjir yang menerjang kampung Sima, distrik Yaur, kabupaten Nabire, Papua, awal tahun ini, Rabu (1/1/ 2020) lalu, memang bukanlah pertama kali. Banjir pernah terjadi sebelumnya, Maret 2016 dan Februari 2019.

John NR Gobai, pengurus Dewan Adat Papua, mengatakan, upaya penanganan harusnya sudah dari lalu dilakukan mengingat banjir di Sima seperti langganan tiap tahun karena hingga kini tiga kali dengan sasaran lokasi yang sama.

“Dua kali banjir besar di kampung Sima pada tahun 2016 dan 2019 itu seharusnya dijadikan sebagai pengalaman agar tidak terjadi lagi bencana yang sama. Usulan dari kami pernah sampaikan pada tahun lalu, sebelum banjir yang ketiga ini,” katanya, Senin (18/1/2020).

Sayangnya, ujar John, beberapa usulan ke pemerintah dan pihak terkait belum ditindaklanjuti. Hingga kini bahkan tak ada reaksi sedikitpun. Para pihak terkait sepertinya tak peka terhadap penanganan banjir di Sima.

‟Sangat prihatin dengan dampak yang sedang dirasakan masyarakat Yaur dan sekitarnya,” kata John.

ads

Baca Juga: Pemkab Nabire Dinilai Gagal Tangani Banjir Sima

Hasil analisis Badan Meterologi dan Geofisika (BMKG) kabupaten Nabire, hujan 1 Januari 2020 dikategorikan hujan ringan. Meski begitu, hujan kala itu menyebabkan banjir melanda kampung Sima.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

Robertino Hanebora, tokoh pemuda yang juga sekretaris Suku Yerisiam Gua memastikan dampak bencana kali ini cukup terasa lantaran derasnya luapan air Sungai Sima. Akibatnya, kampung Sima nyaris tenggelam dalam air banjir.

Kendati tak banyak rumah, salah satunya milik keluarga Keso Yoweni, dan satu kantor bakal Klasis Nabire Barat rusak diterjang banjir, dampak secara umum dirasakan ratusan warga di kampung Sima.

Wilayah Sima diakuinya sering menjadi langganan banjir. Dalam empat tahun terakhir, sudah tiga kali bencana alam sama terjadi.

Baca Juga: Pemkab Nabire Didesak Buat Perda Tentang Pengakuan Wilayah Adat

Sudah berulang kali masyarakat setempat melaporkan hal itu ke wakil rakyat di gedung DPRD dan pemerintah daerah. Termasuk pihak perusahaan kelapa sawit, PT. Nabire Baru. Tetapi belum direspons.

”Selain banjir awal tahun ini, setelah dua kali bencana yang lalu itu juga sudah kami menyurat ke pihak-pihak terkait, tetapi semua trada yang respons baik. Cuma janji-janji saja tanpa realisasi. Sudah bosan,” ujarnya.

Dengan tiga kaji banjir, kampung Sima memang sangat rentan dengan resiko bencana alam. Pada 25 Maret 2016, tak hanya distrik Yaur, banjir juga melanda kawasan distrik Yaro. Air banjir mencapai dua meter. Badan jalan terendam air. Jembatan utama rusak. Bahkan, sedikitnya 56 rumah warga tergenang banjir.

Baca Juga:  Freeport Setor Rp3,35 Triliun Bagian Daerah atas Keuntungan Bersih 2023

Tiga tahun kemudian, 19 Februari 2019, bencana naas kembali melanda tiga distrik: Wanggar, Yaro, dan Yaur. Kala itu kampung Sima di distrik Yaur cukup parah dihantam banjir.

Mencegah banjir kembali terulang memang perlu tindakan nyata. Salah satunya, seperti diusulkan John, harus dibikin talut dan danau buatan.

Baca Juga: Hutan Sumber Kehidupan Kami, Bukan Kelapa Sawit

Kenyataan saat hujan, kata Gobai, bagian barat Nabire termasuk Sima tak luput dari ancaman banjir. Apalagi jika curah hujan tinggi dan kapasitas guyur besar, rumah-rumah warga jadi sasaran empuk air luapan Sungai Sima.

‟Ini sudah tiga kali banjir, jadi harus ada solusi. Kegiatan normalisasi Sungai Sima sangat mendesak, itu setelah lihat fakta di lapangan. Perlu dibuat jalur baru aliran air, terus bikin talut, dan danau buatan untuk tampung air,” ungkapnya mengutip usulan tahun lalu.

Usulan ini, kata dia, pernah disampaikan ke Balai Wilayah Jalan dan Sungai provinsi Papua. Ada respons. Satu tim turun ke Sima lihat langsung lokasi rawan banjir. Cuma kemudian tak direalisasikan. Padahal dananya dari APBN, sesuai pengakuan tim dari provinsi. Kegiatan terganjal diduga karena belum ada rekomendasi dari Bupati Nabire.

Baca Juga:  Heboh! Banyak Bangkai Babi di Mimika Dibuang ke Aliran Sungai

John menyebut beberapa usulan itu bagian dari solusi jangka panjang terhadap persoalan banjir di kampung Sima dan umumnya tiga distrik.

Baca Juga: Perjuangan Masyarakat Adat Yerisiam Gua Pertahankan Dusun Sagu

Menurut pengakuan masyarakat setempat, rawan banjir kian bertambah seiring lajunya deforestasi oleh proyek perkebunan sawit di kabupaten Nabire.

“Dari dulu tidak ada bencana begini, hanya satu kali pernah terjadi pada tahun 1982,” ucapnya meniru pengakuan tokoh adat Suku Yerisiam Gua.

Kampung Sima dihuni masyarakat Suku Yerisiam Gua. Mereka sejak awal mendiami kampung itu. Satu dari empat kampung di wilayah distrik Yaur. Jarak dari Nabire sejauh 43 KM, dapat ditempuh dengan transportasi laut maupun darat.

Masyarakat Yerisiam Gua dengan beberapa sub suku mendiami wilayah barat Nabire hingga perbatasan Wasior, Fakfak, Kaimana dan Dogiyai.

Sebuah riset memperlihatkan data selama ini devisa cukup besar bagi kabupaten Nabire disumbangkan dari tanah adat Yerisiam Gua, antara lain lewat sektor kehutanan, perkebunan, pertambangan, obyek wisata, dan perikanan.

Pewarta: Markus You

Artikel sebelumnyaIan Luis Kabes, Si Pemain Serba Bisa di Ujung Karier
Artikel berikutnyaMispo Gwijangge Korban Polisi Salah Tangkap