Satu Lagi Buku Cerita Anak Papua dari Teluk Mayalibit Raja Ampat

0
3534

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com — Satu lagi buku bergambar hadir menyapa anak-anak Papua. Buku berjudul ‘Lusi & Aplena dari Teluk Mayalibit Raja Ampat’ karya Riyanti Windesi, diterbitkan 14 Februari 2020.

Penulis buku cerita anak berkontekstual Papua ini sehari-harinya sebagai seorang dokter spesialis anak. Ia bertugas di Raja Ampat, provinsi Papua Barat. Menariknya buku dilengkapi gambar-gambar ilustrasi oleh I Gede Pradana Sthirabudhi.

Buku dengan ISBN 9786239073237 setebal 28 halaman yang diterbitkan Papua Cendekia ini merupakan karya kolaborasi antara anak (ilustrator) dan seorang ibu (penulis).

Tokoh utamanya, Lusia dan Aplena. Mereka adalah gambaran dari anak-anak di Teluk Mayalibit, Raja Ampat. Kebiasan anak-anak pulau yang suka mencari bia atau kerang laut bersama orang tuanya. Sosok bapak yang diceritakan mendayung ketinting. Ketinting adalah jenis perahu kecil dengan mesin tempel yang bisa dipakai mencari ikan oleh para nelayan di Raja Ampat.

Tokoh seorang ibu juga digambarkan dalam cerita ini. Ibu juga bersama-sama mencari bia.

ads

Buku ini ditujukan kepada anak-anak kecil, seperti anak TK, juga SD kelas satu. Alur ceritanya sederhana dan mudah untuk dimengerti oleh anak-anak. Dilengkapi dengan ilustrasi yang akan menumbuhkan imajinasi anak-anak dalam membayangkan Lusia dan Aplena saat bangun pagi, menikmati sunrise, matahari terbit di Teluk Mayalibit. Mereka pergi mencari bia bersama ayah dan ibunya. Kemudian, mereka membantu ibu menyiapkan bumbu, makan bersama, berenang melihat ikan dibawah terumbu karang, dan menikmati sunset, matahari tenggelam.

Baca Juga:  AMAN Sorong Malamoi Gelar Musdat III di Wonosobo

“Semoga buku cerita anak bergambar ini dapat bermanfaat dan menambah kecintaan kita pada alam,” kata dokter Riyanti.

Pemilihan kata dalam buku ini memang mudah dipahami anak-anak. Satu hal yang menarik adalah penulis juga memperkenalkan dialeg lokal Papua, seperti bia, ketinting, dan kitong. Ada pula sebutan lokal untuk ikan, contohnya ikan porobibi, dan ikan nemo.

Hal menarik lain yang disampaikan penulis yaitu makan papeda, dan bia kuah kuning. Kedua menu tersebut merupakan makanan khas yang menggambarkan masyarakat Papua yang suka hidup di pesisir pantai. Mereka sering mengkonsumsi bia. Ada pula yang dimasak kuah kuning, rica-rica, kecap, juga digoreng. Bia sering dikonsumsi oleh orang Papua yang hidup berdampingan dengan laut.

Baca Juga:  Lalui Berbagai Masalah, KPU Kota Sorong Sukses Plenokan di Tingkat Provinsi

Selain itu, pesan moral yang dititipkan penulis dalam buku ini yakni tentang menjaga terumbu karang di Teluk Mayalibit secara khusus, dan Raja Ampat umumnya. Bisa dilihat dari percakapan ini: “Lusi, jangan sampai kau menginjak karang-karang. Tahukah kau bahwa dibutuhkan puluhan bahkan ratusan tahun agar terumbu karang bisa besar dan seindah ini,” tanya Aplena, halaman 27.

Terumbu karang di Raja Ampat dan pulau lain di Papua belum menjadi perhatian khusus bagi masyarakat setempat juga pemerintah dalam menjaga dan melindunginya. Perhatian khusus sangat penting agar tidak dirusak oleh tangan-tangan orang jahat ataupun kapal. Seperti kejadian di Pulau Wayag, Raja Ampat, 19 Desember 2019. Kapal pesiar Inggris, Aqua Blu, menabrak terumbu karang di sana.

Buku cerita anak-anak yang ceritanya diangkat berdasarkan kearifan lokal Papua belum banyak. Ini tanggungjawab bersama untuk mengangkat cerita lokal Papua demi memenuhi kebutuhan anak-anak Papua. Tak perlu mengajarkan kereta api atau sapi atau padi. Tetapi bercerita tentang alam Papua dan isinya. Bercerita tentang menanam sagu, tokok sagu, berburu, dan lainnya yang bersentuh langsung dengan kebiasan, adat istiadat, serta budaya orang asli Papua. Mengajak mereka turut menjaga lingkungan, melindungi hutan dan lautan Papua serta isinya.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

Seturut inti sari dari buku ini menceritakan tentang alam yang harus dijaga agar tetap indah dan lestari, terutama alam yang ada di provinsi Papua Barat.

Meski dokter Riyanti menyadari masih banyak kekurangan baik dalam penulisan maupun ilustrasi, tetapi keinginan untuk membangkitkan semangat membaca pada anak-anak memacu untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.

“Saya berharap akan banyak bermunculan para penulis dan ilustrator dari Indonesia Timur demi menambah perbendaharaan buku cerita untuk anak-anak.”

Ia berharap setelah ini akan ada buku-buku lainnya yang mewakili tiap daerah di provinsi Papua dan Papua Barat.

Pewarta: Maria Baru
Editor: Markus You

Artikel sebelumnyaFrida Kelasin Ajarkan Mama-Mama Papua Memproduksi Bakso
Artikel berikutnyaSolusinya, Bubarkan NKRI