Catatan Kelam: Pengamanan Tambang dan Kekerasan Seksual di Timika (4)

0
2341

“Seorang perempuan, satu minggun setelah melahirkan, ia bekerja di kebun, tiga orang tentara datang lalu diperkosa, dipukul dengan senjata hingga pingsan dan dilempar kedalam parit.”

Konflik di wilayah pertambangan di Timika telah berlangsung selama wilayah ini pertama dibuka untuk pertambangan pada tahun 1967. Kaum perempuan menjadi korban akibat operasi militer yang dilancarkan untuk “mengamankan” lokasi pertambangan.

Baca Juga: Catatan Kelam: Tentara Perkosa Perempuan Buta di Manokwari (1)

Pada tahun 1977, tentara melakukan serangan balasan kepada masyarakat yang dianggap merusak (melakukan sabotase) terhadap infrastruktur PT Freeport. Tim Dokumentasi STOP SUDAH! mewawancarai seorang perempuan yang menjadi Korban pemerkosaan tahun 1977.

Pada saat itu, korban baru saja melahirkan satu minggu sebelumnya dan sedang bekerja di kebun, ia diperkosa oleh tiga orang tentara oyame [pendatang], dipukul dengan senjata sampai pingsan, dan dilemparkan ke parit.

ads
Baca Juga:  Apakah Kasuari dan Cenderawasih Pernah Hidup di Jawa?

Baca juga: Catatan Kelam: Kekerasan Seksual dan Operasi Militer di Biak (2)

Ia mengalami sakit tulang belakang, tidak bisa bekerja keras, dan menderita pendarahan selama lima bulan. Ironisnya, mama ini kembali menjadi korban pada saat terjadi perang suku di Timika pada 2003. Ia kehilangan ternak dan perabotan rumahnya dirampas sehingga ia terpaksa pindah ke tempat baru.

Pemerkosaan yang dialaminya lebih dari 30 tahun yang lalu, korban mengatakan, “Mama inginkan pelaku bayar denda dan minta maaf kepada semua anak-cucu, supaya mereka bisa bebas bergaul dengan siapa saja tanpa hinaan lagi. Selama ini orang cerita tentang kejadian ini hingga mereka malu.”

Operasi militer,  tentara sampai ke kampung-kampung di sekitar Timika, di mana perempuan-perempuan yang berkebun sangat rentan terhadap kekerasan yang dilakukan. Seorang mama mengingat penderitaannya pada tahun 1984 ketika tentara bertugas di kampungnya.

Baca Juga:  Peringatan IWD Menjadi Alarm Pergerakan Perempuan Kawal Segala Bentuk Diskriminasi Gender

Pada suatu hari, ia dan anaknya ke kebun, ketika berpapasan dengan tentara, mama ini ditangkap. Tentara memaksa mama ini untuk memenuhi nafsu mereka. Karena menolak, anak laki-lakinya dipukul, ditendang, dan diancam ditembak mati.

Karena anaknya merasa terancam mati, ia mohon mamanya menuruti saja keinginan tentara. Ia memohon berulang-ulang kepada mamanya yang juga takut anaknya mati. Si mama pun akhirnya diperkosa. Setelah itu, anak laki-laki dan mamanya dilepaskan.

Baca Juga: Catatan Kelam: Polisi Tahan Perempuan dan Lakukan Kekerasan Seksual di Wamena (3)

Operasi militer yang dikenal dengan Operasi Belah Rotan dari pasukan Tribuana berlangsung di wilayah Timika sekitar tahun 1985-1995. Seorang anak perempuan Amungme, berumur 12 tahun, menjadi korban kekerasan seksual yang berkelanjutan.

Baca Juga:  Non OAP Kuasai Kursi DPRD Hingga Jual Pinang di Kota Sorong

Menurut narasumber, sebuah patroli tiba di rumah anak perempuan ini di mana ia, bersama kakak dan orang tuanya berada. Waktu pasukan melihat korban, mereka mengajaknya ke pos. Karena ia menolak, akhirnya salah satu dari mereka memegangnya secara paksa, merobek pakaian, lalu memerkosanya di depan orang tua secara bergantian.

Akibat pemerkosaan tersebut ia hamil dan melahirkan seorang anak. Setelah pergantian pasukan, lagi-lagi korban menjadi sasaran pemerkosaan, dan ini berlanjut hingga lima kali pergantian pasukan. Akhirnya korban memiliki lima orang anak dari tentara. (BY)

Sumber: Laporan Komnas Perempuan  berjudul Stop Sudah!, Kesaksian Perempuan Papua Korban Kekerasan & Pelanggaran HAM, 1963-2009. Hasil pendokumentasian bersama kelompok kerja Pendokumentasian kekerasan & pelanggaran ham perempuan papua, 2009-2010

Artikel sebelumnyaLegal Aid Bilong Papua Paspas Long Kantri Handel 40.819 Manmeri Ol Kilia Bilong Ples Bilong Ol
Artikel berikutnyaBelanda Diminta Bertanggungjawab Atas Perjanjian New York