Guru Menjadi Tiang Penyangga Utama Pendidikan Tanah Papua

0
2200

Oleh: Ap Octoviaen Gerald B Kahipdana)*

Prolog

Pandangan awal saya bahwa pembangunan pendidikan dasar harus dijadikan program prioritas utama dan yang pertama pemerintah daerah di seluruh Papua. Dimana data empiris objektif telah menunjukan sebagian besar pendidikan dasar kita tidak memenuhi standar. Perlu bangun pemahaman bahwa bangun pendidikan dasar sama dengan memperbaiki kualitas hidup manusia sejak dini. Selain itu, melekatkan nilai-nilai budaya positif pada generasi bangsa sebagai pijakan hidupnya.

Bicara pendidikan tidak bisa terlepas dari aktor utamanya yakni guru. Guru merupakan tolok ukur perkembangan dan kemajuan pada satuan pendidikan tertentu. Guru selalu tampil sebagai pemberi jalan bagi peserta didik agar dengan bebas mengembangkan semua potensi diri, talenta yang dimiliki setiap individu manusia. Sebagaimana proses pendidikan selalu dimaknai sebagai satu aktivitas dialog antara orang yang lebih dewasa, orang yang berpengetahuan lebih bersama orang yang belum dewasa yang membutuhkan bimbingan dan didikan demi menemukan jati diri mereka sebagai manusia merdeka.

Guru senantiasa berperan ganda yakni sebagai pentransfer ilmu pengetahuan, tetapi sekalilgus sebagai pengganti orang tua yang cukup menguras pikiran bagi anak didiknya. Banyak nilai pendidikan positif yang tidak dimiliki orang tua justru guru jalan terakhirnya. Sudah jelas guru merupakan tiang penyangga negara, tetapi amat jarang mendapat penghormatan atas jasanya.

ads

Guru di Papua sudah setia memperjuangkan martabat manusia Papua, tetapi tidak banyak orang yang melihatnya. Akibat posisi guru tidak diprioritaskan dalam perencanaan pendidikan Papua selama ini adalah rendahnya kualitas lulusan, semakin meningkatnya angka pengangguran dan rendahnya mutu penyelenggaraan pendidikan. Rata-rata kualifikasi mutu pendidikan dasar di Papua sangat rendah dibanding daerah lain di Indonesia, karena sejak awal tidak mempersiapkan guru berkualitas handal melalui proses pendidikan yang benar dan melalui perguruan tinggi pilihan pula.

Penelitian saya dalam 10 tahun terakhir telah menemukan lemahnya kualitas lulusan dan lama rata-rata waktu pendidikan mahasiswa serta rendahnya indeks pembangunan manusia Papua yang selalu mendapat rangking pertama terendah di Indonesia adalah akibat dari tidak membangun pendidikan dasar (SD, SMP dan SMA/SMK) secara benar. Pendidikan dasar tidak diprioritaskan selama pembangunan pendidikan Papua sama dengan menumpuk masalah. Kenyataan ini terlihat jelas dari pelaksanaan pendidikan dasar program Wajib Belajar 9 Tahun maupun program Wajib Belajar 12 tahun yang dicanangkan negara sejak tahun 1994 tidak mengalami kemajuan. Bahkan di era Otonomi Khusus Papua ini belum berhasil merevitalisasi pendidikan dasar.

Pemerintah daerah Papua tidak serius tangani rapuhnya pendidikan dasar di Papua. Belum ada kabupaten/kota yang berani merevitaliasi pendidikan dasar. Lebih menggigit lagi, penyerapan dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat tidak memajukan pendidikan dasar. Belum tegas pada persentasi dana Otsus untuk membangun pendidikan dasar sebagai jalan pembebasan manusia Papua dari keadaan kepolosan hidup, ketidaktahuan, kemiskinan, kebodohan akan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi mutakhir dunia. Selain itu, sejumlah perencanaan program pembangunan pendidikan dasar yang ada masih abstrak dan tidak tepat sasaran.

Belum ada Gubernur, Bupati/Wali Kota yang memberikan perhatian serius dan fokus untuk membangun, memperbaiki dapur utama pencetak kehandalan kualitas sumber daya manusia Papua. Sebagian besar dari kita berpikir besar dan mengawang, tetapi tidak pernah duduk lalu lihat lubang besar yang amat dalam itu adalah rapuhnya pendidikan dasar sebagai benteng pertahanan peradaban suku bangsa di Papua. Kita perlu banyak belajar dari negara-negara yang pendidikan dasarnya kuat. Karena dimana-mana orang hebat, doktor, profesor selalu dipersiapkan dari pendidikan dasar yang baik, benar dan dari akar budaya yang kuat. Jadi, masalah terbesar yang tidak disadari sebagian besar orang Papua adalah rapuhnya pendidikan dasar.

Atas kerapuhan pendidikan dasar di Tanah Papua amat penting dievaluasi total dan dibuat solusi. Jumlah anggaran tahunan pembangunan pendidikan dasar penting dinaikan berdasarkan pemetaan masalah setiap wilayah. Membangun pendidikan dasar yang saya maksudkan adalah memperbanyak sekolah berpola asrama dengan menyediakan tenaga guru dan tenaga pembina profesional serta sarana prasarana yang memadai. Sehingga sekolah ini dapat diakui sebagai pusat peradaban manusia Papua modern. Sekolah berpola asrama sebenarnya secara tradisional suku bangsa di Papua sudah ada, sehingga tinggal disempurnakan sesuai perkembangan zaman. Karena membangun pendidikan dasar berpola asrama sangat mungkin mempertahankan ciri khas dan integritas suku bangsa Papua dari generasi ke generasi.

Raport rendah mengenai lemahnya kualitas sumber daya manusia Papua selama puluhan tahun ini hanya karena satu alasan saja yakni pendidikan dasar tidak dijadikan program prioritas dengan budgeting anggaran yang tidak tanggung-tanggung sebagai bentuk kesungguhan kerja pemerintah di dalam mencerdaskan anak bangsa di Papua. Sampai sekarang belum ada satu pemimpin Papua yang serius melihat kondisi rapuhnya pendidikan dasar yang tanpa disadari sudah lama dijadikan proyek penelitian para pihak. Dari analisis penulis, sejumlah penelitian itu belum ada yang menjamin dapat memecahkan masalah kebutuhan pendidikan dasar di Papua.

Baca Juga:  Kura-Kura Digital

Dengan demikian, saya meyakni bahwa selama pendidikan dasar tidak menjadi prioritas pemerintah daerah dan para cendekiawan Papua, selama itu pula mutu pendidikan tetap rendah, kualitas lulusan tetap lemah dan secara tidak langsung karakter generasi bangsa yang Tuhan Allah titipkan di Tanah Papua ini dilenyapkan. Perlu memiliki kesadaran baru dan membangun pendidikan dasar yang kuat di seluruh Papua.

Tiang Penyangga Utama Pemanusiaan Manusia Papua

Ada satu masalah krusial yang belum mendapat perhatian serius para pengambil kebijakan di Papua. Adalah guru pendidikan dasar yang telah beralih profesi menjadi birokrat dan politisi. Akibatnya terjadi kekosongan guru di sekolah-sekolah. Hal ini berdampak pada semakin meresotnya mutu pendidikan dasar. Peran guru menjadi perhatian penting semua pihak. Kita perlu belajar dari guru-guru zaman Belanda.

Kelompok orang Papua pertama yang dididik para Misionaris adalah guru. Suku-suku di bagian Utara dan Selatan Papua dipersiapkan sebagai guru dan ditugaskan ke dan di berbagai daerah pedalaman dengan menanggung segala resiko. Mereka menamatkan pendidikan setingkat SMP dan SMA, tetapi kedalaman pengetahuannya jauh melebihi sarjana zaman sekarang. Mereka mendidik anak-anak dengan berbekalkan pengetahuan yang didapatkan lewat kalam batu. Mereka sudah sukses mendidik anak-anak pedalaman hingga kini menjadi pejabat teras pada berbagai instansi di Papua, di Indonesia dan di luar negeri. Semangat pengabdian guru masa lalu penting bagi guru dan calon guru orang asli Papua sekarang. Karena mereka inilah peretas perabadan suku bangsa di Tanah Papua.

Semangat guru-guru misionaris Papua mesti dijadikan dasar di dalam perencanaan calon guru orang asli Papua kedepan. Di dalam perencanaan pendidikan dasar, guru mesti mendapat tempat utama. Dalam pada itu perlu dibuat peraturan gubernur dan atau bupati demi mempersiapkan tenaga pendidik dan kependidikan orang asli Papua. Karena sekalipun satuan pendidikan tertentu dilengkapi dengan sejumlah fasilitas, tetapi tidak disertai dengan tenaga pendidik dan kependidikan secara baik dan seimbang, maka tidak akan mengalami perubahan apa-apa. Dan kondisi ini yang sedang terjadi di seluruh Papua. Lalu, dimana dana Otonomi Khusus?.

Salah satu tujuan mulia hadirnya kabupaten/kota di Papua adalah “mau menyelamatkan manusia Papua”. Cara penyelamatan pertama dan utama bagi orang Papua adalah penyelenggaraan pendidikan dasar secara baik dan benar. Karena itu, APBD setiap tahun lebih banyak diperuntukan membangun pendidikan dasar dari aspek guru maupun sarana prasarana lain yang mendukung memastikan kemajuan satuan pendidikan tertentu dan memperkuat pertumbuhan ekonomi rakyat. Atau perlu design pusat-pusat pendidikan dengan menyediakan fasilitas rakyat yang mendukung kelancaran proses pendidikan serta memastikan para guru tidak tinggalkan tugas seperti yang terjadi selama ini.

Salah satu dampak adanya kabupaten/kota adalah membuka peluang kerja besar-besaran, sehingga banyak guru yang beralih profesi dan terjadi kekosongan guru di sekolah-sekolah. Ada yang mengisi jabatan tertentu di pemerintahan, organisasi politik, mau manfaatkan peluang usaha dan menjadi pengusaha sukses, pensiun, meninggal dunia dan bahkan pindah tugas. Situasi ini berpengaruh pada psikologis para guru yang masih bertahan sebagai seorang guru, tetapi lama kelamaan akhirnya pindah juga. Kondisi yang amat memprihatinkan, tetapi belum ada pemimpin daerah yang memiliki strategi tepat untuk mengatasi kekosongan guru tersebut.

Ada kabupaten tertentu telah melakukan terobosan pengiriman calon guru ke berbagai perguruan tinggi di Indonesia, tetapi tidak direncanakan secara matang, sehingga gagal. Ada pula pemanfatan program pemerintah pusat, seperti guru Indonesia mengajar yang hanya mengisi satu tahun saja karena magang untuk memenuhi tugas akhir studinya. Bisa dipastikan banyak dari mereka sulit beradaptasi di Papua. Pada satu sisi mereka mendidik dan melakukan testimony sebagai perbandingan antara anak-anak Papua dengan daerah maju lainnya. Manfaatkan program seperti ini boleh, tetapi tidak akan menjawab masalah pendidikan dasar di Tanah Papua.

Selain itu, berdatangan pula para pencari kerja dari luar Papua. Banyak dari mereka melamar sebagai guru walaupun bukan berlatarbelakang sarjana pendidikan. Ada juga para anggota TNI/Polri yang bertugas di daerah pedalaman menjadi guru. Beginilah realitas pendidikan di seluruh pelosok Papua. Benar, ketika guru Papua beralih profesi, roh pendidikan mengalami degradasi luar biasa. Siapa yang berani merekonstruksi ulang pendidikan dasar di Tanah Papua? Diperlukan strategi jitu mengembalikan semangat guru yang akan mempersiapkan generasi emas Papua.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Fenomena lain, akibat guru pindah profesi justru melegitimasi para tamatan sarjana pendidikan untuk tidak tertarik menjadi guru. Memang banyak sarjana pendidikan, tetapi selama mengenyam pendidikan seringkali tidak dibekali dengan keilmuan pedagogi sebagai pendidik maupun ketrampilan lain yang harus dimiliki seorang guru, seperti ketrampilan berbahasa. Kenyataan ini perlu solusi untuk menguatkan jiwa panggilannya menjadi guru. Bila perlu instansi teknis terkait perlu menyediakan ruang dan waktu dalam rangka penguatan panggilan jiwa seorang guru.

Para guru di Papua umumnya dan pedalaman khususnya memainkan dua peran besar yakni sebagai pentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik, juga sekaligus sebagai pengganti orang tua. Banyak nilai pendidikan yang tidak dimiliki orang tua justru gurulah yang bekerja keras untuk melengkapinya. Beda dengan para guru di kota-kota besar di Indonesia yang hanya melaksanakan tugas di lingkungan sekolah saja. Sementara guru di Papua memiliki nilai plus yang wajib dihargai dan dijaga baik oleh semua pihak. Guru mempunyai pengaruh yang cukup besar dalam pertumbuhan dan perkembangan potensi diri anak didik daripada orang tua.

Banyak aspek yang guru tangani, seperti: tanamkan nilai-nilai kedisiplinan, pola belajar, pola makan, cara merapikan pakaian, cara berpikir dan bertindak atas apa saja dan sebagainya. Apalagi anak-anak pedalaman yang datang bersekolah di kota, sebagian besar pola hidupnya dibentuk oleh guru dan lingkungan sekitarnya, seperti hidup berasrama bersama pembina. Para pembina asrama bertindak sebagai pengganti orang tua secara penuh.

Tentu semua keadaan ini hanya karena para orang tua di daerah pedalaman Papua rata-rata tidak mengalami pendidikan formal, sehingga tidak banyak tahu tentang pendidikan formal. Karena itulah guru berperan penuh di dalam mempersipakan anak didiknya. Fakta ini tidak bisa dibantah.

Pemerintah Daerah dan Politisi Tanah Papua di Indonesia

Bagian ini mau memposisikan para intelektual Tanah Papua yang sedang bekerja di berbagai institusi di Papua, Indonesia dan bahkan di luar negeri untuk arahkan fokus perhatian pada masalah terbesar orang Papua yang selama ini seringkali dianggap biasa saja. Adalah rendahnya mutu pendidikan dasar dan lemahnya lulusan pendidikan dasar yang berdampak pada rendahnya indeks pembangunan manusia Papua secara nasional bertahun-tahun.

Satu lagi pola berpikir dan tindakan orang Papua selama ini merupakan bagian tak terpisahkan dari rapuhnya, tidak kuatnya pendidikan dasar. Padahal kualitas hidup manusia selalu ditentukan oleh pendidikan dasar yang baik, benar, dan kuat. Lain lagi, semua orang yang menjadi besar dan hebat dimana-mana selalu berawal dari yang kecil, sederhana, tetapi melalui pendidikan dasar yang benar dan akar budaya yang kuat.

Kita lihat ke belakang, praktek pendidikan dasar di Papua tahun 1970-1990an berbeda jauh dengan pendidikan zaman sekarang. Sebab itu, kita semua mesti bertekuk lutut dan lihat secara bijak kondisi rapuhnya penyelenggaraan pendidikan dasar Papua sekarang. Ini akibat dari guru beralih profesi dan sekolah-sekolah mengalami kekosongan guru. Bahaya sekali, masalah terbesar sekaligus kebutuhan fundamental orang Papua sedang diabaikan oleh kita sendiri. Kedepan kita mesti lakukan gerakan pembangunan pendidikan dasar dengan perannya masing-masing.

Mengacu pada kondisi objektif kekosongan guru di sekolah-sekolah di pedalaman Papua, maka bagi pengambil kebijakan perlu penting bersikap tegas dan posisikan guru pendidikan dasar sebagai unsur pengendali utama hal fundamental yang mengantarkan generasi muda Papua kepada kehidupan yang lebih baik dari generasi ke generasi. Perlu mendorong agenda guru pendidikan dasar (SD-SMA/SMK) menjadi prioritas pembangunan pendidikan Papua pada 5-10 tahun kedepan. Bila agenda ini dikerjakan dengan sunguh-sungguh, percaya saja akan ada kemajuan dan peningkatan luar biasa pada calon guru, mutu pendidikan, kualitas lulusan dan berkurangnya lama pendidikan mahasiswa.

Hasil penelitian penulis di 10 tahun lalu dengan logus pada perencanaan dan kebijakan pembangunan pendidikan Papua sangat jelas bahwa dinas teknis di tingkat provinsi dan kabupaten/kota tidak prioritaskan penuntasan kebutuhan pendidikan dasar. Akibat dari perencanaan yang kurang berfokus dan tidak memiliki target yang jelas, maka lulusan banyak yang gagal melanjutkan pendidikan. Dampak dari itu tercipta banyak masalah sosial yang sulit terpecahkan oleh pemerintah daerah dan stakeholders pembangunan Papua.

Poin penting yang perlu dipahami baik dan dijadikan kebijakan pemimpin di Papua adalah peran, tugas guru di Papua. Peran, tugas guru di Papua beda dengan peran guru luar Papua. Guru di Papua melaksanakan dua tugas berat sekaligus yaitu sebagai guru di sekolah, mentransfer ilmu pengetahuan lewat kegiatan belajar mengajar di kelas dan sekaligus melaksanakan tugas orang tua. Tugas paling berat bagi guru Papua adalah ambil bagian tugas orang tua peserta didik yang menampilkan karakteristik diri yang berbeda satu dengan lainnya.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Berkaitan dengan peran guru ini perlu ada upaya dari intelektual asli Papua sebagai birokrat, akademisi, politisi dan wiraswasta agar pemerintah daerah buat satu regulasi khusus yang menjamin guru Papua di dalam mengemban tugas mulia dan berat ini. Hanya dengan metode berpikir beginilah akan dapat memecahkan masalah guru dan pendidikan dasar di Tanah Papua.

Agar target pemecahan terwujud, diperlukan strategi seperti: (1) pelaksanaan seminar untuk memotivasi generasi muda Papua dalam memantapkan panggilannya sebagai guru; (2) Gubernur mewajibkan setiap bupati/wali kota memastikan program prioritas persiapan guru orang asli Papua sesuai kebutuhan pendidikan dasar; (3) dibangun sinergitas antara pemerintah, pengelola sekolah dengan perguruan tinggi di Papua. Perguruan tinggi juga dapat menciptakan kualitas tenaga pendidik dan kependidikan yang handal dengan cara seleksi ketat bagi calon guru; (4) menyediakan beasiswa khusus bagi calon guru orang asli Papua dan dibina secara khusus oleh perguruan tinggi tertentu di dalam dan luar negeri. Hanya dengan mempritoritaskan “guru Papua”, peningkatan mutu pendidikan semakin baik dan meningkat, kehandalan kualitas sumber daya manusia Papua dan kualitas hidup manusia Papua akan bercahaya dari generasi ke generasi.

Epilog

Kemajuan berbagai sektor pembangunan Papua menjadi impian semua orang. Adalah sejalan dengan konsepsi filsasaf manusia yaitu manusia sebagai makhluk pengada di bumi. Manusia Papua sebagai makhluk pengada, maka mereka mau ada kemajuan yang dialami setiap orang. Kemajuan seseorang selalu dicapai melalui proses pendidikan informal, non formal dan formal. Secara khusus pendidikan formal berfungsi mendorong seseorang mengalami kemajuan pada aspek kognitif, afektif, dan aspek psikomotorik yang dimiliki setiap individu manusia. Ketiga aspek diri manusia ini dapat dikembangkan bersama guru sebagai orang dewasa dan siswa sebagai orang yang belum dewasa melalui proses pendidikan.

Guru memegang peran penting di dalam pengembangan potensi diri siswa melalu proses pendidikan di sekolah. Dengan demikian, guru pendidikan dasar menjadi kebutuhan penting dan sangat urgent di seluruh Papua.

Papua membutuhkan guru berkualitas handal untuk memajukan mutu pendidikan dan kualitas lulusan sesuai tuntutan zaman. Sejak tahun 2002-2020 telah terjadi kekosongan guru di sekolah karena guru beralih profesi menjadi birokrat dan politisi. Padahal peran guru di Papua amat sangat menentukan kemajuan pada berbagai sektor pembangunan. Peran dan tugas guru di Papua berbeda dengan peran guru di luar Papua. Guru di Papua melaksanakan dua tugas berat sekaligus yaitu sebagai guru di sekolah dan melaksanakan tugas orang tua yang rata-rata tidak mengalami pendidikan formal. Bagian ini mesti dipahami baik oleh orang tua siswa dan terutama para perencana dan pengambil kebijakan pembangunan pendidikan di Papua.

Peran guru dianggap amat penting, sehingga harus ada upaya serius para intelektual Papua sebagai birokrat, akademisi, politisi dan wiraswasta menghasilkan regulasi khusus yang menjamin guru Papua. Dapat saja melakukan langkah-langkah konstruktif pemecahan masalah pendidikan dasar di Papua, seperti: seminar bagi siswa-siswi SMA/SMK untuk memantapkan panggilannya menjadi calon guru; mendorong gubernur dan bupati/wali kota menetapkan program prioritas persiapan guru bagi orang asli Papua; mendorong perguruan tinggi di Papua mampu memetakan kebutuhan utama bagi orang Papua. Yang terpenting lagi ialah pemerintah daerah Provinsi, kabupaten dan kota menyediakan beasiswa bagi calon guru orang asli Papua dengan sistem seleksi diperketat dan dikuliahkan di perguruan tinggi tertentu di dalam dan luar negeri.

Kita perlu tawarkan pola pendidikan dasar yang tepat bagi suku bangsa di Papua sesuai tuntutan zaman. Sementara konsep pola pendidikan dasar di Papua yang telah saya rumuskan adalah pendidikan sekolah berpola asrama. Pola pendidikan ini cocok dengan pola pendidikan tradisional suku bangsa di Papua. Pendidikan nilai dan moralitas di dalam menegakkan integritas diri sebagai manusia Papua sejati akan didapatkan melalui penggalian mendalam nilai-nilai pendidikan tradisional suku bangsa di Papua. Semoga!.

)* Penulis adalah peneliti masalah pendidikan dan sosial budaya Tanah Papua.

Artikel sebelumnyaKNPB: Semua Pihak di Tanah Papua Segera Bersatu dan Lawan Covid-19
Artikel berikutnyaDPR Otsus dan Identifikasi Kebudayaan dalam Implementasi Rekruitmen