JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Pendeta Socratez Sofian Yoman mengatakan dirinya mendapat dukungan dari gereja-gereja kristen setempat, atas haknya untuk berbicara tentang kekerasan yang terjadi di Papua.
Diketahui, sebelumnya pendeta Socratez Yoman dipanggil oleh pihak Kepolisian Indonesia untuk mengklarifikasi sebuah artikel yang ditulisnya terkait serangan yang menewaskan seorang warga Selandia Baru terbunuh di Timika, Papua pada Maret.
Meskipun dirinya tidak dapat hadir, Pendeta Yoman mengatakan bahwa sesama pemimpin gereja keberatan jika dia dipanggil karena artikelnya.
Kata dia, hal tersebut terkait dengan Pendeta Dr. Benny Giay sebagai Dewan Gereja Papua, yang terdiri dari empat denominasi Kristen utama di tanah Papua yaitu; GKI, Kingmi, GIDI dan Baptis.
“Lalu dia mengatakan kepada saya bahwa tidak, ini tentang komunitas orang-orang di Papua Barat. Anda berbicara atau menulis artikel tentang keprihatinan kami, dan polisi harus mengadakan pertemuan dengan kami, empat pemimpin gereja.”
Pendeta Yoman mengatakan bahwa gereja-gereja Papua Barat sakit dan lelah dengan kekerasan di tanah air mereka. Oleh karenanya, mereka mencari beberapa diskusi terbuka dengan polisi dan militer.
Artikel pemimpin Gereja Baptis yang mempertanyakan peran pasukan keamanan Indonesia dalam pembunuhan baru-baru ini di Mimika, telah disambut dengan penolakan dari pihak kepolisian.
“Mereka harus datang dan bertemu dengan kita. Ini tanah kita. Mereka harus datang melihat kita dan berbicara dengan jelas tentang apa yang terjadi,” kata Yoman.
“Kami akan berbicara dengan mereka tentang perspektif kami, perspektif gereja. Dan mereka dapat memberi tahu kami terkait perspektif mereka tentang apa yang terjadi di Papua Barat.”
Sementara itu, pemimpin gereja mengatakan bahwa meskipun ada pembatasan publik dan lockdown di Papua dalam menanggapi pandemi ini, ada manfaat bagi rakyat Papua Barat.
Dia mengatakan itu berarti orang Papua didorong untuk kembali ke tanah mereka, agar menanam dan memelihara sumber makanan dan mata pencaharian mereka sendiri sebagaimana secara tradisional.
Sources: RNZ
Editor: Yance Agapa