Orang Indonesia Gampang Asosiasikan Orang Papua dengan Monyet

0
332

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — “Derajat manusia sangat jelas tidak sama dengan sebangsa binatang seperti monyet itu. Tetapi orang-orang Indonesia begitu gampang sekali mengasosiasikan nilai kemanusiaan orang papua sama dengan binatang monyet.”

Hal ini dikatakan Paskalis Kossay, Politisi dan Tokoh Masyarakat Papua menanggapi ucapan-ucapan rasisme orang Indonesia kepada TOkoh Intelektual Papua, Natalius Pigai di berbagai paltform media soial.

“Hal ini [Ucapan-ucapan rasis kepada Natalis Pigai] sangat menghina martabat orang papua sebagai kodrat Allah. Tuhan Allah menciptakan manusia sama dan sederajat sesuai dengan citra-Nya. Karena itu hidup manusia didunia ini harus saling menghargai. Soal perbedaan suku, bangsa dan ras atau warna kulit adalah anugrah Tuhan,” tegasnya kepada suarapapua.com pada Kamis (14/5/2020) di Jayapura, Papua.

Menurut Kossay, rasisme sudah menjadi suatu ideologi atau budaya masyarakat Indonesia yang mayoritas suku bangsa melayu.

Baca Juga:  Empat Jurnalis di Nabire Dihadang Hingga Dikeroyok Polisi Saat Liput Aksi Demo

“Sepertinya sudah tidak ada tempat bagi suku bangsa minoritas seperti melanesia (papua) dan China keturunan. Selalu dikucilkan, mendapat cemoohan mana kala terjadi ketersinggungan kepentingan, entah politik, sosial, budaya, ekonomi maupun hukum,” katanya.

ads

Khusus orang papua, kata Kossay, sudah banyak kali dirasialisasi oleh masyarakat Indonesia lainnya. Dia membeberkan, teranyar masalah penyerangan asrama mahasiswa papua di Surabaya (16-17/8/2019) lalu dan yang terakhir terhadap saudara Natalius Pigai disereng dengan kata monyet.

“Dikatai monyet pada orang papua bukan kali ini saja, tetapi sudah banyak kali termasuk pada pemain Persipura,” kata Kossay.

Tetapi, lanjut Kossay, orang papua terus mengalami rasisme dari waktu ke waktu. Padahal orang papua adalah warga negara Indonesia.

“Dengan terus mengalami rasisme seperti ini, sebagai makluk Tuhan, kita juga berpikir panjang. Pantaskah kita harus hidup berdampingan dengan suku bangsa melayu yang mayoritas di Republik ini. Sebagai manusia tentu kita merefleksi kebersamaan kita sebagai sesama anak bangsa,” ujar Kossay kesal.

Baca Juga:  Direpresif Aparat Kepolisian, Sejumlah Massa Aksi di Nabire Terluka

Oleh karena itu, Kossay menegaskan agar sebaiknya stop pandangan rasisme yang dimiliki sebagian besar masyarakat Indonesia suku bangsa melayu. Sebaiknya berpikir yg positif saja bahwa negara ini diisi oleh beragam suku bangsa, ras dan agama.

“Semua suku bangsa yang adalah warga negara Indonesia itu punya hak dan kewajiban yang sama. Siapapun boleh berekspresi dalam bentuk opini/pikiran dengan lisan maupun tulisan. Tidak perlu dibatasi dengan umpatan rasisme. Sebaiknya opini dicaunter dengan opini juga kalau orang yg berpikiran sehat. Bukan opini dibungkam dengan cacian rasisme , seperti yang dialami sdr Natalius Pigai selama ini,” tegas Kossay.

Sementara itu, KH Syaiful Ismal Al Payage, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Papua menegaskan lewat sebuah video yang diunggah ke media sosial, dia mengecam dan mengutuk orang-orang Indonesia yang ucapkan kata-kata rasis kepa Natalius Pigai.

Baca Juga:  Ribuan Data Pencaker Diserahkan, Pemprov PBD Pastikan Kuota OAP 80 Persen

“Saya mengutuk keras terhadap terjadinya rasisme kepada anak negeri putra terbaik papua, Bapak Natalius Pigai. Saya ingin sampaikan bahwa orang-orang papua dan anak-anak papua tidak pernah minta lahir di papua, tidak pernah minta untuk lahir dengan kulit hitam dan rambut keriting. Ini adalah pemberian dari Tuhan.

Dia juga menegaskan, masih ada orang-orang yang berfikir sempit, masih ada orang-orang yang berfikir rasisme, berhenti dan stop mulai detik ini.

“Saya meminta kepada negara Republik Indonesia, khususnya kepolisian republik Indonesia segera memproses orang-orang yang menyebarkan rasisme di negara republik indonesia ini.
Sekali lagi saya mengecam dan mengutuk orang-orang yang menyebarkan rasisme dari Sabang sampai Merauke,” tegasnya.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaDemi Pengembangan Ekonomi Bougainville, Tambang Panguna Harus Dibuka
Artikel berikutnyaMenakar Pemberian Atribut Adat di Papua dari Sudut Pandang Politik Identitas