Sa dan Literasi-Baca Tulis

0
4038

Oleh: Maria Baru
Jurnalis Suara Papua

Sa, Maria Baru. Sejak lahir sampai dewasa Sa bukan dari kalangan orang tua yang suka membaca dan juga menulis. Maklum karena memang tong pu budaya bukan budaya membaca dan menulis. Tapi, tong lebih suka bertutur, mengukir, memahat, merajut, berburu, menari, dan bermain dengan alam. Sa juga tra pu hobi membaca dan menulis selama menjadi seorang pelajar. Kalo tidak salah, waktu SMP. Sa suka buat puisi. Sa ingat judul puisi pertama yaitu “Tempe”. Sa lupa dia pu syair. Kalo ingat. Sa tulis di sini. Biar kam lagi, ikut tertawa. Sa disuruh Suster pimpinan membacakan saat tamu datang berkunjung di tong pu asrama. Sa membacakannya dengan gerak-gerik tubuh yang lucu sehingga adik-adik, kaka, para tamu, suster, dan , sa pu teman-teman dong tertawa terbahak-bahak dalam aula yang begitu besar. Puisinya begitu lucu. Dari puisi tersebut, Suster selalu suruh sa buat puisi ketika ada tamu yang datang. Sa juga tidak menyadari tentang bakat tersebut. Ketika sa beranjak ke Sekolah Menegah Kejuruan  (SMK)  Wiyasa kota Magelang, Jawa Tengah [selama di bangku kejuruan] juga tra pu  kebiasaan membaca dan  menulis.

Kebiasaan membaca dan menulis. Sa temukan  saat semester tujuh dan sedang menulis skripsi. Menulis skripsi mengajarkan sa untuk terus membaca buku-buku sehingga menemukan referensi yang berkaitan dengan sa pu judul skripsi. Sa pu Skripsi tentang bahasa gaulnya Gay. Selain membaca, sa juga mencatat setiap point yang penting. Dari dua hal tersebut sa melakukan selama menulis skripsi satu semseter lebih. Sa merasa, membaca membuat sa, menemukan hal-hal yang baru dan sangat bermanfaat bagi pengembangan diri. Salah satunya menambah pengetahuan dan wawasan tentang hal-hal yang belum pernah sa ketahui. Satu hal lagi, ketika sa banyak membaca, sa mendapat pengetahuan tentang kosakata baru. Itu merupakan hal yang sangat membuat hati tersenyum. Bagemana tra bahagia. Sa bisa ketemu kata yang tra pernah liat. Tahu, dia  pu arti. Tu menarik kawan.

Selama semester tujuh, banyak melibatkan diri dalam organ-organ gerakan bersama aktivis-aktivis dari Yogyakarta dan juga mahasiswa Papua sendiri.  Banyak berjumpa dengan kawan-kawan baru dan juga buku-buku baru. Sa terdorong dengan keinginan yang tinggi untuk mengetahui ilmu-ilmu yang baru. Setiap ada diskusi. Pasti sa pu kawan-kawan dong bawa buku untuk dibaca dan dijual. Saat dompet ada isi pasti satu, atau dua buku dibawa pulang. Setiap diskusi pasti ada materi yang dibagikan. Hal tersebut mendorong untuk harus membaca. Sa pun suka membaca dan mengoleksi buku-buku yang menurut sa baik untuk dibaca. Sa koleksi buku dari membeli dan  meminjam dari teman. Dari hasil pinjam, kadang tra kasi kembali. Hahahah, sa memang sengaja.

Hari-hari berlalu. Selama bersama kawan-kawan, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP. Sa menemukan kegelisahan. Akhirnya sa pun mencoba menulis kegelisahan itu. Saat itu, tahun 2016 awal pertama kali belajar menulis. Judul tulisannya “Penindasan Perempuan Papua, cinta, dan Seksisme”. Tulisan tersebut diedit, kawan Jhon Gobai. Dalam tulisan tersebut menulis gaya pacaran anak Papua. Dong masih pacaran su praktek penindasan, menindas dan ditindas.

ads

Contoh, masih pacaran, tapi bikin pacar seperti istri. Larang dong pi ikut kegiatan, larang dong bermain dengan laki-laki. Masih pacaran, tapi baku dek kuat apa. Buat salah sedikit, su  ada tindakan  kekerasan dalam pacaran (KDP),  intinya gaya pacaran anak papua itu belum positif, kata lain pacaran tra sehatlah. Dan dalam organisai bahkan organisasi gerekan pun ada masalah dalam setiap individu yang tergabung di dalam namun tidak dapat diselesaikan secara demokrtis dalam organisasi tersebut hanya menjadi buah bibir atau gosipan kosong. Tapi, sa bangga, AMP sekarang, dong ada masalah pasti diselesaikan secara demokratis. Tulisan tersebut dipublish di websitenya AMP. Tulisan tersebut merupakan salah satu tulisan yang mendatangkan komentar paling banyak. Ada perdebatan pro dan kontrak dalam tulisan tersebut.

Dari situ, sa pun bersemangat dalam dunia menulis. Tulisan ke duaku, yaitu “Goresan 1 Desember Di Bundaran HI Jakarta”. Sa bercerita tentang perjalanan menuju Jakarta untuk aksi, dan juga bagimana diperlakukan oleh kepolisan Polda Metro Jaya, Tito Kurnivian dan antek-anteknya. Dipublish di webnya sastra Papua. Tulisan ini pun semakin kuat mendorong sa untuk terus membaca dan menulis. Waktu itu, sa semangat menulis karena ada kawan, Jhon Gobai, yang selalu bersedia untuk cek sa pu tulisan. Sa ingat, Jhon pu kata-kata. “Ko tulis terus saja. Lama-lama nanti ko bisa”, dia pu pesan begitu di inbox facebook. Memang, benar menulis dan membaca dilakukan terus. Lama-lama tong akan menjadi editor pertama sebelum orang lain edit lagi. Tong jadi kenal letak kesalahan kita dalam menulis karena sering berlatih menulis dan membaca.

Sa pun merasa,menulis merupakan curahan kegelisahan hati, kebahagian, dan kesedihan,. Ketika sudah membentuk kata-kata, kalimat, dan paragraph dalam kertas atau pun leptop. Rasanya hati pun tenang dan bahagia. Hal yang biasa mendorong menulis cepat. Saat, sa rasa sedih dengan sa pu diri, dan juga hal yang sa liat dengan sa pu mata sendiri. It tu kata-kata mengalir lancar saja.

Dua hal tersebut memudahkan dalam menemukan kata-kata yang mau digunakan untuk menulis. Sulit itu, ko tulis sesuatu yang tra pernah ko lihat dan rasakan. Hal paling sulit, menulis esai dan cerita anak-anak, dan lainya. Menulis esai menurut sa. Membutuhkan teori, data, dan referensi yang banyak. Untuk menulis cerita anak. Soal penempatan kata-kata yang sesuai dengan anak-anak, dan juga alur ceritanya. Di situ, sa masih terus belajar sampai sekarang dan  terus belajar.

Membaca dan menulis merupakan dua hal yang sangat penting. Selain sebagai suatu hobi. Tapi itu juga merupakan suatu kemampuan. Kemampuan tersebut tidak bisa hadir begitu saja, namun didorong oleh dirimu sendiri.  Hal yang sa juga lakukan, memotivasi diri sendiri untuk membaca dan menulis. Sa juga mau menjadi penulis seperti para penulis yang karya-karyanya [biasa] sa baca.

Selain itu, hal penting lain terutama bagi generasi muda Papua. Dunia membaca dan menulis harus menjadi bagian hidupmu. Situasi Papua sekarang membutuhkan anak muda yang mampu menggambarkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan melalui jalan bercerita. Menurut Pramoedya Ananta Toer, tokoh nasional yang mendedikasikan hidupnya di dunia baca-tulis, Sastra. Pace bilang, menulis adalah tugas nasional karena itu menulis merupakan sikap patriotik yang ditujukan seorang anak bangsa untuk kejayaan bangsa yang melahirkan dan menumbuhkanya.

Di Papua Barat, lebih khusus wilayah Sorong Raya. Sa belum menemukan anak muda asli Papua yang menulis tentang kenyataan sosial, budaya, ekonomi, dan politik yang dihadapi oleh masyarakat setempat. Kalo pun ada . Pasti tra lebih dari tiga atau Lima. Baik berupa karya sastra atau pun karya ilmiah. Kita masih sangat kurang di bagian itu.

Kembali ke  sa pu dunia baca-tulis. Akhir 2016, sa kembali menetap di tanah Papua, Kota Sorong,  dari merantau panjangku 13 tahun di Yogyakarta dan sekitarnya.  Awal tiba di Sorong, terasa asing di negeri sendiri. Sa pun bekerja dan tidak meninggalkan dunia membaca dan menulisku.

Tahun 2017, sa mengambil data tentang tingkat putus sekolah anak asli Papua di kota dan kabupaten Sorong. Dari data tersebut diolah menjadi satu tulisan dengan judul “Potret Pendidikan di Kota Sorong”. Untuk tulisan itu, menggambarkan tingkat putus sekolah anak asli Papua dari SD, SMP, dan SMA. Dalam data yang diolah dalam statik. Sa pun menemukan perbandingan tingkat putus sekolah antar level. Level paling terbanyak, SD. Faktor utama yaitu orang tua kurang mampu dalam membiayai anak-anaknya untuk bisa sekolah. Dong pu orang tua kebanyakan dari transmigrasi local, Maybrat, Tambrauw, Sorong Selatan, dan wilayah lainnya. Rata-rata umur putus sekolahnya 10-20 tahun. Tulisan tersebut dipublish di komunitas sastra papua.

Di tahun 2018, mencoba  menulis lagi. “Mahasiswa Papua Sorong Raya dan Orientasi Organisasi. Di situ, sa berbicara tentang dinamika mahasiswa dalam dunia organisasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi mahasiswa Papua belum kritis dan kreatif dalam melihat situasi di Papua, dan Sorong Raya secara khusus. Selain itu juga, menulis artikel di media, Locita.co. Sa diajak, kaka Dhihram Tenrisau menulis artikel berkonteks Papua dan berdialeg Papua. Sa ada tulis empat artikel. Dari empat artikel tersebut. Sa dapat honor Rp 600.000. Kaka Dhihram, selalu mengingatkan sa untuk bayak membaca  untuk meningkatkan kemampuan menulis yang bagus. Sekarang, tidak lanjut lagi. Kaka yang ajak sa tulis. Dia juga su tra di media tu jadi sa juga tra lanjut tulis lagi.

Selain itu, November 2018. Sa bertemu dengan kaka Dayu Rifanto. Salah satu Founder BukuntukPapua (BUP). Sa diajak belajar menulis cerita anak. Menulis cerita anak berkonteks Papua. Kami pun belajar bersama. Dari situ, sa pun belajar banyak hal tentang menulis cerita anak, seperti penggunaan kata. Alur yang sederhana. Penokohan, dan level tingkat membaca. Ada pra membaca, membaca dini, membaca awal dan terakhir tu baca kritis. Selama belajar menulis cerita anak sa sempat ikut sayembara menulis cerita anak yang diadakan oleh Balai Bahasa Papua. Ehhh ternyata menang juga. Judul buku yang dikirim “Buah Matoa Dari Papua”. Buku tu menceritakan buah Matoa berasal dari Papua. Ada warna hijau, kuning, dan merah. Rasanya manis dan enak. Pesan buku itu, mau kasi tau ke dunia kalo buah Matoa tu dia pu asal dari Papua.Tong,tra tahu. Beberapa tahun ke depan, orang lain klaim bilang.Buah Matoa dari dong pu daerah. Nanti, siapa yang salah. Ahh, seperti itu jadi harus menulis.

Di penghujung, 2019. Sa mencoba melamar di suarapapua.com. Mengikuti seleksi dan uji coba selama satu bulan. Ujia coba selama satu bulan lebih. Kita belajar meliput berita. Pengalaman pertama liput berita tentang mama-mama penjual Kelapa muda di Tembok. Rasanya, malu sekali. Tidak berani ketemu mama-mama. Rasa ada yang aneh ketika tiba-tiba minta waktu untuk wawancara. Sa pun mencoba beranikan diri. Jadi wartawan itu. Ternyata harus tidak tau malu, dan jangan memalukan diri. Sa mencoba membeli kelapanya. Kemudian, minum dan duduk santai bersama mereka. Gila ya, ketika Kelapa sudah habis diminum dan dimakan. Hahahahha, sa pun su salah tingkah. Mau jelaskan keberadaan sa di sana juga salah-salah. Mau Tanya-tanya juga sulit sekali. Rasanya mulut berat sekali. Tapi sa tetap melebarkan pipi biar tra terlihat aneh di dong pu mata. Sa su tanya. Dong juga tra mo kasi keluar kata. Tu bikin sa su keringat dingin. Sa coba bikin santai. Cerita baku tipu yang lain dulu. Dari cerita baku tipu. Sa bisa dapat dong pu jawaban. Sampai ada yang su emosi pak Lurah dan Wali kota. Lalu bilang “Dong (pemeintah) su janji kasi tenda, tapi su lupa janji”, kata mama Robeka. Ahhh, mama dong ini bikin sa grogi juga eeee.Tapi, akhirnya, dong juga mau buka mulut bicara. Dari dong pu marah-marah. Sa dapat satu berita. Sa pun pulang. Hati tenang.

Menulis berita, susah-gampang. Langkah awal jadi, sa terus belajar bersama keluarga di Suarapapua (SP). Sa suka  SP pu visi “meyuarakan kaum tak bersuara”. Visi tersebut menyatu dalam jiwa ini. Awal, sa  ikut tranning jurnalis SP di Jayapura. Sa kira nanti ada ketemu orang tua, tapi ternyata pasukan dalam SP itu anak muda semua. Mereka bermodal semangat. Mungkin yang umur jauh sedikit dari tong, kaka Markus You. Kaka Markus, paling sangat teliti dalam edit berita. Contoh, nama tempat atau orang. Dia pasti cari tau kebenarannya. Kaka sampe bisa googling di internet atau dia suruh tong pastikan lagi.

Hal yang sa masih merasa sulit, persoalan pemilihan kata-kata yang sesuai dengan konteks berita tersebut. Kadang, sa masih rasa berat tu,  tulis berita yang berkaitan dengan pasal-pasal, hukum, undang-undang. Sa dapat berita tu. Sa  butuh waktu sehari untuk baca dulu, dengar rekaman baik-baik. Su  mantap lalu sa tulis. Sa kagum tu. Dong yang editor. Dong olah liputan jadi sesuatu yang indah di mata dan enak dibaca. Pele, ko pu hati gembira , Ko pu liputan dipublish jadi berita untuk dibaca orang bayak. Ko senyum jungkir balik, hahahahha.

Terakhir tu, sa mo bilang. Menulis dan membaca sangat penting. Terutama buat ko anak asli papua. Siapa yang akan tulis Papua besar ini. Bukankah, itu ko pu tanggungjawab. Tra usah tulis yang berat dulu. Ko coba tulis yang ringan-ringan saja. Tulis ko pu kegiatan sehari-hari  ka. Ko pu pengalaman masa kecil di kampung atau kota ka. Apa yang ko lihat di sekitar, dan ko rasakan. Ko mencoba menulis. Ko coba sering menulis dan menulis, dan akhirnya ko bisa karena su biasa.

)* Penulis adalah Jurnalis suarapapua.com

Artikel sebelumnyaAdministrator Apostolik Keuskupan Merauke Kutuk Keras Pelaku Pembunuhan di Asiki
Artikel berikutnyaNegara Dinilai Dorong Gencatan Senjata Tanpa Lihat Realita di Papua