Negara Segera Bebaskan Tujuh Tapol Papua dan Minta Maaf kepada Orang Papua

0
1573

MANOKWARI, SUARAPAPUA.com— Dewan Adat Papua (DAP) wilayah III Doberai angkat suara mendesak Pemerintah Indonesia segera membebaskan tanpa syarat Tujuh Anak Adat Papua (Tapol) yang di tahan Balikpapan, Kalimantan.

DAP menilai perlakuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terhadap 7 tapol tersebut diperlukan sangat tidak manusiawi  Korban rasisme justru dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan belasan tahun sedangkan pelaku Rasis di Surabaya dituntut 7 bulan penjara.

Ke tujuh anak adat itu, yakni Buchtar Tabuni Ketua Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP)  dituntut 17 tahun penjara, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay dituntut 15 tahun penjara, dan Ketua Umum KNPB Agus Kossay dituntut 15 tahun penjara.

Mantan Ketua BEM Universitas Cenderawasih Ferry Kombo yang dituntut 10 tahun penjara, Ketua BEM Universitas Sains dan Teknologi Jayapura Alex Gobay dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok dituntut 5 tahun penjara, dan Irwanus Urobmabin dituntut 5 tahun penjara.

Baca Juga:  Ruang Panggung HAM Harus Dihidupkan di Wilayah Sorong Raya

Sem Awom Kepala Pemerintahan Adat wilayah III mengatakan negara kesatuan republik Indonesia melecehkan hukumnya sendiri. Menurutnya,  apa yang dilakukan tidak manusiawi untuk itu Negara wajib minta maaf kepada orang Papua.

ads

“Ini dibuktikan bahwa negara sangat diskriminasi dan tidak mematuhi hukumnya sendiri kami bukan hanya minta dibebaskan saja  tanpa syarat tetapi juga negara wajib minta maaf terhadap masyarakat adat Papua,” ujarnya kepada suarapapua.com di Kantor DAP III Doberai di Manokwari. Selasa,(16/6/2020).

Awom mengatakan, Orang Papua adalah korban rasisme bukan aktor rasisme oleh sebab itu ketujuh tapol tidak layak jika labeli hukuman yang tidak semestinya.

Baca Juga:  Pertamina Pastikan Stok Avtur Tersedia Selama Arus Balik Lebaran 2024

“Sangat lucu jika negara menuntut mereka dengan hukuman yang sangat berat. Sebenarnya kalau kita tau bagaimana masyarakat Papua marah atas perlakuan Rasisme yang sebenarnya bukan baru terjadi kemarin. Perlakuan Rasisme sudah terjadi saat Papua dipaksakan bergabung dengan Indonesia. Penyebutan kata hitam, bodoh, pemabuk Monyet dan lain-lain sampai sekarang ujaran itu masih kami dengar,” ungkapnya.

Oleh sebab itu Sem Awom menegaskan Masyarakat adat di tujuh wilayah adat dan juga kepada majelis rakyat Papua (MRP) jangan terjebak dengan opini politik praktis tetapi mari mengalawal proses tuntutan ini sampai berakhir.

Sementara itu, Plt. Zakarias Horota, ketua DAP III mengatakan masyarakat dari tujuh wilayah adat perlu bersatu dan menyatukan tekad demi memperjuangkan keadilan.

Baca Juga:  KPU dan Bawaslu PBD Akan Tindaklanjuti Aspirasi 12 Parpol

“Jangan berpecah belah karena uang dan lainnya mari suku-suku saatnya mulai konsolidasi dari wilayah adat suku, marga keret. Kita harus bersatu bahwa kita anak-anak adat papua dan tau aturan hukum dalam republik ini kita jangan takut kita harus selamatkan masyarakat adat kita.”

“Kami melihat banyak pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang dilakukan Republik ini terhadap masyarakat adat Papua. Melanggar Hak sipil, politik, ekonomi dan sosial budaya,” katanya.

Untuk itu Horota mengajak, sesama anak adat mari duduk bersama bergandengan tangan mencari solusi bersama terkait pelanggaran HAM di wilayah adat Papua dan khususnya wilayah adat  tiga Doberai.

Pewarta : Charles Maniani

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaVIDEO: Dihadang Polisi, Mahasiswa Uncen Duduki Putaran Taksi Waena
Artikel berikutnyaIrwanus Uropmabin Divonis 10 Bulan