Negara Diminta Lindungi Pembela HAM Lingkungan di Papua

0
1467

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Yayasan Pusaka Bentala Rakyat meminta Negara Indonesia untuk melindungi dan menghormati pembela Hak Asasi Manusia HAM Lingkungan di Papua.

Hal tersebut disampaikan Franky Samperante, Direktur Pusaka lewat rilis yang diterima suarapapua.com pada  Rabu (24/6/2020

Dijelaskan, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mendokumentasikan sepanjang bulan April- Juni 2020 terjadi kasus-kasus kekerasan, penangkapan, pengrusakan harta benda, pengungsian internal, intimidasi hingga ancaman pembunuhan yang dialami masyarakat adat dan Pembela HAM dan Lingkungan.

Kekerasan yang dialami tulis Pusaka bahwa masyarakat adat Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni (April 2020), masyarakat adat Aifat di Kabupaten Maybrat (April – Mei 2020), Pembela HAM Lingkungan di Kampung Ikana, Kais Darat  Kabupaten Sorong Selatan (Juni 2020), dan di Kali Kao, Distrik Jair, Kabupaten Boven Digoel (Juni 2020), Provinsi Papua.

Lanjutnya, beberapa kasus diantaranya terjadi pengulangan kekerasan terhadap korban Pembela HAM Lingkungan.

ads

“Berdasarkan laporan dan investigasi yang kami lakukan, kasus-kasus kekerasan memprihatinkan dan terjadi pada masa pandemi Covid19 tersebut, diduga berhubungan  dengan sikap masyarakat adat dan Pembela HAM Lingkungan untuk menyuarakan, mempertahankan dan membela hak-hak dasar, hak untuk hidup, hak atas tanah, hak atas lingkungan, hak atas pangan, hak atas mata pencaharian mereka, yang terancam hilang dan dirampas untuk kepentingan korporasi dan akumulasi modal dalam usaha perkebunan kelapa sawit dan pembalakan kayu,” tulis Pusaka.

Baca Juga:  Tragedi Penembakan Massa Aksi di Dekai 15 Maret 2022 Diminta Diungkap

Diketahui Pembela HAM Lingkungan adalah garda depan perjuangan untuk kelestarian lingkungan dan keberlangsungan hidup manusia di bumi, sehingga Negara mempunyai kewajiban untuk melindungi dan menghormati hak-hak Pembela HAM Lingkungan, sebagaimana diatur dan dijamin dalam kebijakan internasional dan peraturan perundang-undangan, antara lain: Deklarasi Pembela HAM (Desember 1998), konstitusi UUD 1945, Pasal 28C.

Lanjut Franky, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 100; Undang-Undang No. 11 Tahun   2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya; Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 66; Undang-Undan  No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, Pasal 4; Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum, Pasal 9 dan 11.

Demikian pula,  korporasi mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati hak-hak Pembela HAM Lingkungan, sebagaimana ketentuan kebijakan internasional tentang Deklarasi Pembela HAM (1998); Prinsip Panduan PBB tentang Bisnis dan HAM (2011); standar terbaik dan komitmen korporasi tentang  pengelolaan berkelanjutan.

Baca Juga:  Polda Papua Diminta Evaluasi Penanganan Aksi Demo di Nabire

“Beberapa kasus yang dialami Pembela HAM Lingkungan di Papua, Periode  April – Juni 2020 diantaranya, kasus meninggalnya anggota Brimob di areal perusahaan kayu PT. Wana Galang Utama,” katanya.

Kemudian, lanjut dia, 16 April – 07 Mei 2020 Aparat gabungan TNI   dan Polri melakukan operasi mengejar orang yang diduga sebagai pelaku dan membawa lari senjata milik anggota polisi Brimob     Briptu Mesak     Viktor    Pulung  (alm) yang meninggal (14/04/2020) saat bertugas di lokasi base camp perusahaan kayu PT. Wana Galang Utama (WGU), Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni.

Dikatakan, Operasi yang dilakukan pada  wilayah adaministrasi pemerintahan Distrik Moskona Selatan, Kabupaten Teluk Bintuni dan Distrik Aifat Selatan, dan Distrik Aifat Timur Jauh, Kabupaten Maybrat.

Operasi tersebut membuat warga kampung setempat mengungsi dan menghindar ke dusun dalam hutan, mereka ketakutan dan merasa tidak aman. Operasi itu juga dilaporkan membuat warga mengalami penyiksaan, rumah warga dirusak dan terjadi penangkapan.

Salah satunya, Piter Masakoda, Pembela HAM Lingkungan yang aktif menyuarakan keberadaan dan hak-hak dari Suku Moskona di Kabupaten Teluk Bintuni, terkena dampak dari  operasi tersebut. Piter Masakoda juga diawasi dan merasa ditekan secara tidak langsung oleh anggota kepolisian setempat. Selain Piter Pusaka merilis Kasus Kekerasan Terhadap Onesimus Wetaku dan Keluarga

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Guna mencegah kekerasan dan memberikan keadilan terhadap masyarakat adat dan Pembela HAM Lingkungan di Papua, maka kami meminta dan mendesak kepada

  1. Kepolisian RI memastikan perlindungan hukum bagi warga dan Pembela HAM Lingkungan, mengupayakan penegakan hukum secara serius dan adil atas berbagai laporan masyarakat adat dan Pembela HAM.
  2. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia melaksanakan fungsinya sesuai Pasal 8, Pasal 9 dan Pasal 10 Peraturan Nomor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia No 5 Tahun 2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM, untuk melakukan pemantauan dan mencegah berbagai potensi ancaman maupun pelanggaran HAM pada berbagai aktivitas bisnis di Tanah Papua, serta mendesak lembaga hukum memastikan perlindungan hukum bagi warga dan Pembela HAM Lingkungan.
  3. Pemerintah nasional dan daerah semaksimal mungkin menjalankan kewajibannya mencegah dan memberikan perlindungan kepada setiap orang dari ancaman / tindakan kekerasan.
  4. Korporasi untuk menghormati hak Pembela HAM Lingkungan untuk menyuarakan haknya, tidak melakukan tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan Pembela HAM Lingkungan, bertanggungjawab atas peristiwa kekerasan yang terjadi baik yang secara langsung dilakukan atau di manfaatkan orang lain.

Pewarta: Ardi Bayage

Editor: Arnold Belau 

Artikel sebelumnyaDPRP Fraksi Gerindra Berikan Bantuan ke Mahasiswa Yalimo di Jayapura 
Artikel berikutnyaAktivis Peduli OAP: Untuk Sekda Papua Serahkan Saja Pada Timsel