BeritaDPRD Yahukimo Minta Aparat Hentikan Penyitaan Alat Kerja Warga di Dekai

DPRD Yahukimo Minta Aparat Hentikan Penyitaan Alat Kerja Warga di Dekai

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Nathan Wetipo, Anggota DPRD Kabupaten Yahukimo minta aparat gabungan TNI dan Polri agar hentikan penyitaan alat kerja warga masyarakat di Dekai dalam upaya mencari pelaku pembunuhan sejumlah warga di Dekai.

Hal itu disampaikan Wetipo berkaitan dengan penyitaan alat kerja seperti linggis, sekop, kampak, pisau dapur, termasuk anak panah yang menjadi tradisi warga masyarakat Yahukimo secara turun temurun.

“Penyitaan alat-alat kerja ini tidak masuk akal, karena alat-alat ini yang selalu menjamin mereka berkebun dan bekerja, termasuk Pisau yang dipakai di dalam rumah. Panah juga itu sudah menjadi tradisi ada di dalam rumah dari dulu. Jadi tidak seharusnya pihak keamanan sita barang-barang itu.  Itu terkesan buruk dan saya minta tidak boleh lakukan lagi dan tidak boleh terulang, supaya masyarakat tidak takut dan trauma,” tegas Wetipo kepada suarapapua.com di Jayapura, Senin (8/9/2020).

Selain itu, ia minta kepada aparat keamanan dalam mencari pelaku agar betul-betul melaksanakan tugas dengan standar operasional prosedur (SOP) kepolisian yang ada.

Baca Juga:  Polri akan Rekrut 10 Ribu Orang untuk Ditugaskan di Tanah Papua

“Agar masyarakat tidak timbul trauma dan takut terhadap aparat ketika penyisiran, terutama di saat menyita alat-alat kerja di rumah-rumah warga. Maka itu harus dengan SOP yang jelas, mana yang harus disita dan tidak, juga kepada siapa penyitaan itu dilakukan,” ujarnya.

Sejauh ini terlepas dari penyisiran dan penyitaan kata Wetipo, jika telah mengetahui pelaku dari pembunuhan itu, aparat mestinya menangkapnya saja, ketimbang melakukan penyisiran dan penyitaan yang mengakibatkan warga menjadi trauma dan takut.

“Saya minta kepada Kapolres agar menjaga keamanan di Yahukimo dengan baik, terutama tidak menimbulkan trauma dan ketakutan. Hal ini tidak terulang dan menimbulkan dampak keamanan yang kurang baik, mengingat tahun ini [2020] kita di Yahukimo masuk pada tahun politik juga,” tukas Wetipo yang adalah Sekretaris Fraksi Yahukimo Bangkit.

Baca Juga:  Jawaban Anggota DPRP Saat Terima Aspirasi FMRPAM di Gapura Uncen

Serupa disampaikan Amsal Siep, Anggota DPRD Kabupaten Yahukimo. Menurutnya, pihak aparat tidak boleh lagi melakukan tindakan penyisiran terhadap warga di Dekai Yahukimo.

“Saya berharap penyisiran aparat tidak boleh, masyarakat lainnya terganggu secara psikologis atau rasa takut. UUD 1945 sebagai norma hukum tertinggi telah memuat pasal-pasal yang menjamin perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM. Menurut saya, jaminan HAM yang sering dilanggar atau disampingkan, baik oleh negara maupun kelompok individu adalah hak atas rasa aman. Menurut UUD 1945 pada amandemen yang ke-II secara tegas sudah memasukan hak atas rasa aman ini di dalam pasal 28a- 28i,” kata Amsal pekan lalu.

Oleh sebab itu ia berharap agar aparat bisa mencari tahu pelaku pembunuhan itu dengan cara-cara kerja intelijen dan pelakunya diproses hukum. Agar masyarakat lainnya tidak terganggu psikologis mereka.

Baca Juga:  Pencaker Palang Kantor Gubernur Papua Barat Daya

“Saya berharap juga alat-alat tradisional rakyat seperti panah dan juga alat kerja mereka seperti parang, pisau dan kapak tidak boleh sita sembarang, karena itu alat kerja rakyat untuk mencari makan,” tukas Amsal.

Sementara, mahasiswa dan Pelajar asal Kabupaten Yahukimo di Denpasar Bali meminta Polda Papua agar segera menarik pasukannya yang dikirim ke Dekai, Ibu Kota Kabupaten Yahukimo.

Ketua Korwil Mahasiswa Yahukimo di Bali, Ypolki Kobak, kepada suarapapua.com menjelaskan, alasan pihaknya meminta agar pasukan Polri ditarik dari Yahukimo untuk mengejar pelaku pembunuhan adalah karena kehadiran aparat membuat masyarakat resah.

“Pendekatan militer Indonesia sangat keras. Bahkan setiap tahun pendropan terus meningkat di West Papua. Pada tahun ini juga terus terjadi. Dan pendropan anggota Polri di Yahukimo bikin masyarakat resah. Jadi kami meminta agar Polda Papua tarik pasukannya,” jelas Kobak pada Senin (7/9/2020) dari Bali.

 

Pewarta: Elisa Sekenyap

Terkini

Populer Minggu Ini:

Orang Mee dan Moni Saudara, Segera Hentikan Pertikaian!

0
“Kami tegaskan, jangan terjadi permusuhan sampai konflik diantara orang Mee dan Moni. Semua masyarakat harus tenang. Jangan saling dendam. Mee dan Moni satu keluarga. Saudara dekat. Cukup, jangan lanjutkan kasus seperti ini di Nabire, dan di daerah lain pun tidak usah respons secara berlebihan. Kita segera damaikan. Kasus seperti ini jangan terulang lagi,” ujarnya.

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.