BeritaBegini Kesaksian Wisudawan STK “Touye Paapaa” Deiyai Selama Kuliah

Begini Kesaksian Wisudawan STK “Touye Paapaa” Deiyai Selama Kuliah

WAKEITEI, SUARAPAPUA.comPara dosen di Sekolah Tinggi Katolik (STK) Touye Paapaa Deiyai, Keuskupan Timika, Papua, berjasa besar bagi mahasiswa-mahasiswinya dalam melengkapi kekurangan materi kuliah lantaran sulitnya akses internet.

Robertus Tatogo, salah satu wisudawan angkatan pertama, merasa bersyukur karena ketua dan staf dosen tak membiarkan mahasiswa belajar dalam segala keterbatasan.

“Selama ini dosen kami sangat berjasa dan luar biasa, karena selalu bantu kami untuk mendapatkan sumber referensi berupa modul, buku bacaan dan bahan penunjang setiap mata kuliah. Tuhan berkati para dosen STK,” katanya saat ditemui suarapapua.com, Jumat (23/10/2020), usai menghadiri wisuda di gedung lama Gereja St. Yohanes Pemandi Wakeitei, dekenat Tigi.

Anak muda dari Paroki St. Fransiskus Asisi Epouto ini menyebut para dosennya sebagai pahlawan tanpa jasa.

“Perjuangan dari dosen-dosen kami memang patut diteladani,” ucap Tatogo.

Kegigihan para dosen di kampus ini diakui juga Fransiska Tekege dan Lemarce Youw, dua wisudawati STK “Touye Paapaa”.

Kendati kerap kewalahan mendapatkan buku-buku penunjang dalam perkuliahan, mereka bersyukur karena kekurangan tersebut ditanggulangi para dosen.

Tak hanya modul dan buku referensi, kampus ini belum memiliki saran dan prasarana pendukung proses perkuliahan. Termasuk gedung yang representatif.

Meski begitu, Yosinta Giyai, perwakilan wisudawan-wisudawati menyampaikan kesan dan pesan saat acara wisuda angkatan pertama, menyampaikan apresiasinya kepada para dosen atas dedikasi dan kerja keras selama ini.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

“Sejak awal masuk di kampus ini pada tahun 2014 hingga yudisium pada bulan lalu, banyak kekurangan dan keterbatasan terutama sarana dan prasarana di kampus. Tetapi hal itu tidak mengurangi semangat belajar kami dan selalu percaya kepada dosen yang bekerja keras untuk menutupi semua keterbatasan,” tuturnya.

Yosinta mengaku sangat bangga walau kampus yang didirikan atas kebutuhan dan kesepakatan umat Katolik itu belum memiliki bangunan yang kokoh seperti halnya di kota-kota besar.

“Kami juga mendapat kendala dengan buku-buku panduan serta sarana dan prasarana dalam perkuliahan kami, tetapi kami semua bangga karena mempunyai dosen yang tangguh dan gigih yang pantang menyerah dalam mendidik kami sebagai anak-anak mereka untuk bisa menjadi yang terbaik,” kenangnya.

Para dosen STK, kata dia, tak pernah patah semangat dan terus berjuang dengan berbagai macam cara demi melengkapi segala macam kekurangan di kampus. Apalagi akses internet tak semudah saat ini, memaksa harus pulang pergi Deiyai-Nabire demi masa depan sumber daya manusia di daerah ini.

“Modul pembelajaran yang diberikan pada saat itu juga dicarikan oleh para dosen dengan berbagai macam cara. Sekalipun itu harus turun ke Nabire untuk mencari modul itu di warnet karena pada saat itu dunia media sosial yang berkembang saat ini tidak sama seperti  awal mulanya kami angkatan pertama masuk kuliah di STK ini. Mereka adalah pahlawan tanpa jasa yang patut dicontohi,” puji Yosinta.

Baca Juga:  Panglima TNI dan Negara Diminta Bertanggung Jawab Atas Penembakan Dua Anak di Intan Jaya

Sementara itu, Oktovianus Pekei, ketua STK “Touye Paapaa” Deiyai, mengakui keterbatasan dan kekurangan di kampus yang berumur jagung ini, sehingga tentu butuh dukungan dan bantuan dari berbagai pihak demi mewujudkan misi luhur yakni mempersiapkan sumberdaya manusia di masa mendatang.

“Dalam kondisi yang terbatas dari sisi sarana prasarana seperti yang disampaikan melalui sambutan perwakilan wisudawan-wisudawati bahwa ada hal-hal yang memang kurang dan ini wajar sebagai kampus baru.”

Gedung yang dipakai selama ini, katanya, disewa dan ada kampus kedua di Damabagata yang sudah dibangun oleh pemerintah daerah Deiyai sebanyak lima ruang.

“Sesuai kebutuhan, gedung lain memang harus perlu dibangun lagi sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi,” kata Pekei.

Pekei juga akui kesabaran dari wisudawan-wisudawati yang bertahan dalam waktu cukup lama dengan kondisi kampus yang banyak kekurangan sarana-prasarana hingga bisa wisuda.

Belum lagi muncul banyak pertanyaan bernada keraguan baik dari mahasiswa maupun keluarga dan pihak lain, tetapi semua berakhir dengan diadakannya wisuda yang dihadiri Dirjen Bimas Katolik, kepala Kantor Kementerian Agama provinsi Papua serta pemerintah daerah da pihak terkait lainnya.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

“Keraguan, pertanyaan dan rasa frustrasi mahasiswa maupun umat, hari ini kita akhiri dengan suka cita,” ucapnya.

Untuk itu, ia menyampaikan selamat sukses kepada wisudawan-wisudawati yang sudah berjuang keras, pertama masuk status kampus masih belum terakreditasi, kemudian suka-duka, tantangan dan hambatan telah dialami.

“Memang mahasiswa, para wisudawan-wisudawati, keluarga, banyak ragukan. Tetapi puji Tuhan, situasi yang sempat bikin patah semangat, merasa tidak ada harapan, hampir-hampir juga frustrasi, hari ini berakhir dengan semua perasaan senang, suka cita dan gembira. Sikap tabah, sikap setia para wisudawan-wisudawati inilah yang luar biasa bagi kami yang kadang-kadang dikatakan angkatan percobaan atau angkatan uji coba,” tutur Pekei.

Rapat senat terbuka dalam rangka wisuda angkatan pertama program sarjana diadakan setelah sebelumnya 32 mahasiswa mengikuti yudisium di aula Soskat Kaboudabii Wakeitei, Rabu (16/9/2020) lalu. Kegiatan yudisium bagi sembilan mahasiswa dan 23 mahasiswi menandai pengukuhan kelulusan mereka setelah memenuhi berbagai syarat akademik dan non-akademik sebagaimana lazim diterapkan di setiap perguruan tinggi.

Syarat akademik, salah satunya, penulisan skripsi mandiri hingga ujiannya dilaksanakan melalui video Zoom selama sepekan (24-29/8/2020).

Pewarta: SP-CR17
Editor: Markus You

Terkini

Populer Minggu Ini:

ULMWP Himbau Rakyat Papua Peringati 1 Mei Dengan Aksi Serentak

0
“ULMWP sebagai wadah koordinatif gerakan rakyat, siap bertanggung jawab penuh atas semua rangkaian aksi yang dilakukan dalam bentuk apa pun di hadapkan kolonialisme Indonesia dan dunia Internasional.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.