Mahasiswa Tambrauw Desak Pemerintah Batalkan Peresmian Kodim 1810

0
1117
Mahasiswa Tambrauw menyatakan menolak peresmian Kodim 1810 Tambrauw. (Reiner Brabar - SP)
adv
loading...

KOTA SORONG, SUARAPAPUA.com— Ikatan Mahasiswa Tambrauw (IMT) di kota studi Jayapura desak pemerintah Kabupaten Tambrauw, Papua Barat untuk segera membatalkan peresmian Kodim 1810 Tambrauw, karena dinilai belum mendapatkan ijin lokasi pendirian dari masyarakat pemilik hak ulayat, serta tidak adanya kesepakatan bersama antara 4 suku besar di Kabupaten Tambrauw.

Niko Momo, Ketua IMT kota studi Jayapura menilai peresmian Kodim 1810 Tambrauw merupakan tindakan ilegal dan sepihak tanpa koordinasi dengan masyarakat.

“Peresmian Kodim 1810 yang terlaksana di Makorem 181 Praja Vira Tama, Kota Sorong pada, Senin (14/12/2020) adalah tindakan sepihak,” kata Momo melalui pres release yang diterima suarapapua.com, Selasa (15/12/2020).

Kata Niko, sejak pihaknya merencanakan untuk mendirikan Kodim, hingga pemberian gedung eks Dinas Perhubungan Kabupaten Tambrauw untuk digunakan sebagai markas TNI di Tambrauw, pemilik hak ulayat, masyarakat serta mahasiswa telah melakukan berbagai upaya penolakan.

Baca Juga:  ULMWP: Aneksasi Papua Ke Dalam Indonesia Adalah Ilegal!

“Sejak 2019 hingga Juli 2020, masyarakat dan mahasiswa Tambrauw melakukan demo untuk menolak mendirikan Kodim dan sejumlah Koramil baru di beberapa distrik. Sejak itu, aspirasi penolakan telah disampaikan kepada pihak ekskutif maupun legislatif, namun hingga saat ini belum direspon,” jelasnya.

ads
Aksi penolakan mahasiswa Tambrauw terkait kehadiran Kodim di Wilayah Tambrauw. (Ist)

Sementara, Agustina Momo, mahasiswi asal Kabupaten Tambrauw di Jayapura, menjelaskan sejak kehadiran Kodim persiapan 1810 di Tambrauw sejak 2019, masyarakat di Kabupaten Tambrauw selalu merasa tidak aman, karena sering kali di intimidas bahkan mengalami kekerasan fisik.

Baca Juga:  Konflik Horizontal di Keneyam Masih Berlanjut, Begini Tuntutan IPMNI

“Sejak hadirnya Kodim 1810 Tambrauw dan sejumlah koramil baru di Kwoor, Fef, Ases,Miyah dan Yembun, maka telah banyak terjadi intimidasi dan kekerasan fisik kepada masyarakat Tambrauw,” ujarAgustina.

Serupa disampaikan Yanto Wabia, salah satu mahasiswa Tambrauw dari Amberbaken yang tegas minta kepada pihak Pemkab Tambrauw agar membatalkan aspirasi peresmian Kodim 1819.

“Mahasiswa Tambrauw senusantara telah sepakat bersama. Jika Pemkab tidak segera membatalkan peresmian Kodim 1810, maka mahasiswa Tambrauw senusantara akan melakukan aksi demo secara besar-besaran dan memblokade seluruh aktivitas di Fef, ibu kota Kabupaten Tambrauw,” pungkasnya.

Mahasiswa Tambrauw ketika gelar aksi penolakan Kodim di Tambrauw. (Ist)

Berikut sejumlah kasus kekerasan aparat terhadap masyarakat setempat sejak Kodim 1810 persiapan ditempati.

  1. Pada 12 Juli 2020, Alex Yapen di pukul aparat di distrik Sausapor.
  2. pada 25 Juli 2020, aparat intimidasi 3 warga kampung Werbes distrik Bikar, yaitu Maklon Yeblo, Selwanus Yeblo dan Abraham Yekwan.
  3. Pada 28 Juli 2020, kekerasan fisik terhadap 4 orang warga Kwosefo, yaitu Neles Yenjau, Carlos Yeror, Harun Yewen, Piter Yenggeren yang di Distrik Kwoor.
  4. Pada 29 Juli 2020 Kekerasan fisik terhadap 2 warga distrik Kasi, Soleman Kasi dan Hengki Mandacan.
  5. Pada 6 Desember 2020, aparat TNI melakukan intimidasi terhadap 4 warga, yaitu Markus Yekwam, Timo Yekwam, Alberthus Yekwam, Willem Yekwam dan di distrik Syubun.
Baca Juga:  Dewan Pers Membentuk Tim Seleksi Komite Perpres Publisher Rights

Pewarta: Reiner Brabar

Editor: Elisa Sekenyap

Artikel sebelumnyaKoalisi BEM USTJ dan Uncen Serahkan Hasil Kajian Otsus ke MRP
Artikel berikutnyaPMKRI Jayawijaya Bantu Umat Renovasi Gedung Gereja Stasi Gume Tiom