Label Teroris Kepada TPN OPM, Amnesty Indonesia: Sebaiknya Tetap Pendekatan Hukum

0
1607
TPNPB Kodap VIII Kemabu Intan Jaya. (Supplied for SP)
adv
loading...

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com— Amnesty International Indonesia menyoroti pernyataan Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar tentang kemungkinan mengklasifikasi “kelompok kriminal bersenjata” yang berafiliasi dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai organisasi teroris.

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, pelabelan tersebut tidak akan mengakhiri pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berkepanjangan terhadap orang Papua.

“Pelanggaran HAM banyak di antaranya diduga dilakukan oleh aparat keamanan negara. Untuk tindakan kriminal bersenjata yang dilakukan oleh aktor non-negara, sebaiknya tetap dengan pendekatan hukum,” katanya dalam siaran pers, Selasa (23/3/2021) sebagaimana disiarkan seputarpapua.com.

Pegiat HAM juga khawatir pemberian label ‘teroris’ akan dijadikan dalih untuk semakin membatasi kebebasan berekspresi dan berkumpul orang Papua melalui UU Terorisme, yang sebelumnya sudah dikritik oleh Amnesty International karena berpotensi melanggar HAM.

Baca Juga:  Sidang Dugaan Korupsi Gereja Kingmi Mile 32 Timika Berlanjut, Nasib EO?

Amnesty mencatat, dalam tiga bulan pertama 2021 saja sudah ada setidaknya tiga kasus dugaan pembunuhan di luar hukum (unlawful killing) oleh aparat keamanan, dengan total 5 korban.

ads

“Pemerintah seharusnya fokus menginvestigasi kasus-kasus ini dan menghentikan pembunuhan di luar hukum dan pelanggaran HAM lainnya di Papua dan Papua Barat,” kata Hamid.

Sebelumnya dalam rapat dengan Komisi III DPR RI pada 22 Maret, Kepala BNPT Irjen Boy Rafli Amar mengatakan bahwa BNPT sedang mempertimbangkan menyebut kelompok bersenjata yang berafiliasi dengan OPM sebagai organisasi teroris.

Amnesty mendokumentasi sejak Februari 2018 sampai Maret 2021 terdapat setidaknya 49 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 83 korban.

Baca Juga:  HRM Rilis Laporan Tahunan 2023 Tentang HAM dan Konflik di Tanah Papua

Tiga kasus dugaan pelanggaran HAM terjadi pada tahun 2021 antaralain menimpa Janius Bagau, Soni Bagau dan Justinus Bagau di Puskesmas Bilogai, Yokatapa, Sugapa, Intan Jaya pada 15 Februari 2021.

Kemudian kasus Donatus Mirip di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 27 Februari 2021 dan kasus Melianus Nayagau di Distrik Sugapa, Intan Jaya, Papua pada 6 Maret 2021.

Menurut Hamid, Undang-Undang Anti-Terorisme 2018 memberikan wewenang kepada polisi untuk menahan tersangka hingga 221 hari tanpa dibawa ke pengadilan.

“Pelanggaran terang-terangan terhadap hak siapa pun yang ditangkap atas tuduhan pidana untuk segera dibawa ke hadapan hakim dan diadili dalam waktu yang wajar atau dibebaskan,” kata dia.

Baca Juga:  Akomodir Aspirasi OAP Melalui John NR Gobai, Jokowi Revisi PP 96/2021

Amnesty menggarisbawahi bahwa hak atas kebebasan berekspresi serta berkumpul dijamin oleh Pasal 19 dan 26 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Meskipun kebebasan berekspresi dan berkumpul dapat dibatasi, lanjut Hamid, batasan tersebut harus sesuai dengan hukum, mengejar tujuan yang sah, diperlukan dan proporsional untuk mencapai fungsi perlindungan mereka.

Di samping itu, ahli hak asasi manusia PBB juga menyatakan, penggunaan undang-undang kontra-terorisme untuk menargetkan orang-orang yang mengungkapkan perbedaan pendapat tidak pernah sesuai dengan hukum hak asasi manusia.

 

Editor: Elisa Sekenyap

SUMBERSeputar Papua
Artikel sebelumnyaPenembakan Demianus Magai, Polisi Akan Ambil Keterangan Keluarga
Artikel berikutnyaSinode GKI-TP Teken Kerja Sama Dengan Penerbangan Yajasi dan Helivida