Bernafsu Mekarkan 6 Provinsi di Papua, Jakarta Abaikan Aspirasi OAP

0
1818

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Menteri Dalam Negeri Indonesia, Tito Karnavian terus begerilya dan mengkampamnyekan wacana Jakarta untuk mekarkan Papua menjadi 6 provinsi di Papua. Sementara seluruh orang Papua yang ada di provinsi Papua dan Papua Barat, terus menolak niat Jakarta itu.

Tito Karnavian berpendapat bahwa dengan melakukan pemekaran hingga menjadi 6 provinsi di Tanah Papua, mampu menjawab dan menyelesaikan segala persoalan yang terjadi sejak Papua dianeksasikan ke Indonesia hingga saat ini.

Tito juga membeberkan niat Jakarta untuk mekarkan empat provinsi baru tersebut. Antara lain alasan analisis bidang intelijen, mempercepat pembangunan dan menjaga situasi keamanan agar tetap kondusif.

Selain dana otsus, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan pasal yang direvisi terkait prosedur pemekaran daerah. Dalam UU 21/2001, pemekaran hanya bisa diusulkan Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Dalam draf revisi, ada norma yang memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat.

”Pemekaran dapat dilakukan pemerintah, maksudnya pemerintah pusat,” jelasnya seperti dilansir ceposonline.com.

ads

Tito menuturkan, norma tersebut dibutuhkan sebagai alternatif. Tito berdalil bahwa, selama ini ada kasus di mana pembahasan pemekaran di MRP atau DPRP mengalami deadlock. Di sisi lain, ada aspirasi dan kebutuhan untuk melakukan pemekaran.

Alasan Tito Karnavian tersebut ditolak masyarakat Papua sebagai pemilik negeri Tanah Papua. Mahasiswa Papua dari seluruh tanah Papua yang ada di Papua maupun di luar Papua menyatakan sikap menolak wacana Jakarta yang dibawa Tito tersebut.

Rakyat Papua Tolak Otsus dan Pemekaran

Menyikapi sikap pemerintah Indonesia, Komite Nasional Papua Barat (KNPB) melalui Juru Bicara Internasional, Victor Yeimo menyampaikan  agar Pemerintah Indonesia berhenti memaksakan segala bentuk kebijakan yang tidak menyelesaikan akar persoalan West Papua.

Baca Juga:  Gereja Pasifik Desak MSG Keluarkan Indonesia Jika Tidak Memfasilitasi Komisi HAM PBB Ke Papua

“Kami tahu itu kebijakan reaksioner Jakarta menghadapi gelombang aspirasi rakyat West Papua yang terus menolak kelanjutan Otsus, dan menuntut solusi referendum yang damai,” kata Victor.

Sikap Jakarta itu, menurut Victor, terkesan dipaksakan walau secara akademis sudah dikaji pemekaran tidak memenuhi syarat, maka tentu hanya untuk memenuhi hasrat dan desain ekonomi politik Jakarta dalam meningkatkan daya cengkeramnya untuk tujuan eksploitasi Sumber Daya Alam Papua.

“Sudah jelas, Otsus dan Pemekaran ini produk jahat Jakarta, maka hanya orang jahat yang akan kompromi dukung Jakarta merancang kejahatan dibalik retorika kesejahteraan,” tegas Victor yang juga adalah Juru Bicara dari 45 organisasi Petisi Rakyat Papua tolak Otsus.

Suku  Yerisiam Gua, dengan tegas menolak pemekaran provinsi Papua Tengah yang diprakarsai asosiasi bupati Meepago.  Penolakan itu disampaikan Sekertaris besar suku Yerisiam Gua, Robertino Habebora mengatakan, masyarakat adat di Papua akan terancam nasibnya, sehingga dengan melihat hal tersebut, suku Yerisiam Gua menolak keras pemekaran provinsi Papua Tengah.

“Hari ini rakyat Papua termarjinalkan dan tak ada kebebasan di tanahnya sendiri, mulai dari lahirnya Otsus tahun 2001 hingga kini, masyarakat adat semakin disudutkan. Jadi tidak penting untuk bikin provinsi Baru,”  katanya.

Alfred F Anouw, politisi muda partai Garuda dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Papua menegaskan dirinya menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua.

“Saya ada dan besar karena rakyat. Saya ada bersama rakyat untuk menolak pemekaran. Siapa pun yang perjuangkan pemekaran, saya akan dukung kalau masyarakat yang minta. Tetapi dukung dengan beberapa pertimbangkan seperti kesiapan SDM dan bahan yang jadi tolak ukur,” tegasnya kepada media ini.

Baca Juga:  Presiden Jokowi Segera Perintahkan Panglima TNI Proses Prajurit Penyiksa Warga Sipil Papua

Pernyataan yang sama disampaikan Laurenzus Kadepa, seorang anggota DPR Papua. Kadepa berpendapat pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) Papua tidak dibutuhkan masyarakat di Tanah Papua. Pemekaran provinsi itu bukan untuk kepentingan masyarakat, itu murni ada kepentingan politik.

“Ada kepentingan politik yang sedang dibawa dalam isu pemekaran DOB dan itu merugikan pemerintah dan rakyat Papua. Pemekaran DOB akan menghancurkan keutuhan orang Papua yang sudah terjalin selama ini. Justru ide pemekaran DOB itu atas saran dan ide intelijen. Ini berarti ada kepentingan politik,” tegasnya.

Dalam upaya penolakan dua paket yang ditawarkan Jakarta, yaitu Perpanjangan Otsus untuk Papua dan Pemekaran DOB Kabupaten dan provinsi di Tanah Papua, seluruh elemen yang mendiami Tanah Papua menyatakan sikap menolak. Namun, aspirasi masyarakat Papua itu terus diperjuangkan Jakarta melalui Tito karnavian dan beberapa menteri lainnya.

Pada 8 April kemarin, ribuan masyarakat Papua di Yahukimo lumpuhkan kota tersebut. Tuntutannya adalah menokak perpanjangan Otsus dan menolak pemekaran DOB di tanah Papiua. Suara penolakan itu dikumandangkan dari pertigaan jalan depan Ruko Dekai, ibu kota kabupaten Yahukimo, Rabu (7/4/2021) kemarin.

Aksi massa ini dibanjiri seluruh rakyat Yahukimo. Tak tampak anggota DPRD menerima aspirasi rakyat. Menurut informasi, seluruh wakil rakyat masih di Jayapura mengikuti sidang pengesahan APBD tahun anggaran 2021.

Yerim Kobak, koordinasi umum, dalam orasinya memastikan segenap rakyat Yahukimo satu tekad menolak pemekaran daerah otonom baru (DOB) dan Otsus jilid II sebagaimana terus menerus diwacanakan pemerintah pusat bersama elit politik.

“Sesuai dengan informasi yang kami keluarkan untuk aksi tolak Otsus, akhirnya kota ini kami lumpuhkan dengan lautan manusia. Ini bukti bahwa rakyat akar rumput menolak Otsus jilid dua,” ujarnya.

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Sikap rakyat sudah jelas, sehingga menurut Yerim, Jakarta jangan paksakan kehendak politik sepihak melanjutkan Otsus dan pemekaran daerah seenaknya.

“Otsus sudah gagal. Otsus sudah berakhir masanya. Kami juga menolak pemekaran daerah baru. Karena DOB ada di dalam Otsus itu sendiri. Rencananya enam kabupaten baru di wilayah Yahukimo. Lihat sekarang, rakyat mau atau tidak. Semua sudah tolak, jadi jangan paksakan lagi,” tegasnya.

Perempuan Papua, dalam berbagai kesempatan menyuarakan penolakan pada Otsus dan Pemekaran. Perempuan Papua menyatakan menolak Otonomi Khusus (Otsus) termasuk rencana pemekaran daerah otonom baru (DOB) serta mengutuk segala upaya pemaksaan pemerintah melanjutkan kebijakannya di Tanah Papua.

“Perempuan Papua tidak merasakan Otsus. Hari ini perempuan Papua masih berjualan di atas bahu jalan, bahkan di pinggiran toko. Ini bukti Otsus sudah gagal,” ujar Nova Sroyer di Sorong pada peringatan hari Perempuan sedunia.

TPNPB Tolak Pemekaran dan Otsus

Markas Pusat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) menyatakan sikap menolak Otonomi Khusus Jilid II yang sedang akan berakhir pada tahun ini dan gencar dibicarakan oleh para elit politik dan birokrasi di Papua dan Jakarta.

Pernyataan itu dikeluarkan pimpinan besar TPNPB Gen. Goliat Tabuni dan Komandan Operasi Umum TPNPB, Lekagak Telenggen. Pernyataan tersebut dibuat dan dibacakan di salah satu kampung di Ilaga, Puncak Papua bersama ratusan anggotanya pada 22 Maret 2021 lalu.

Dalam pernyataan itu, TPNPB menyatakan menolak otonomi khusus karena Otonomi khusus diberikan ke Papua hanya untuk 20 tahun dan pada tahun 2021 adalah terakhir Jakarta memberlakukan Otsus di Tanah Papua.

Pewarta: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaJenazah Dua Guru yang Ditembak di Beoga Sudah Dievakuasi ke Timika
Artikel berikutnyaWabup Terpilih Yahukimo Sampaikan Visi Misi Saat Musrenbang RKPD 2022