MRP dan MRPB Ajukan JR Pasal 77 UU Otsus ke MK

0
1316

JAKARTA, SUARAPAPUA.com — Sejarah mencatat, Papua bergabung ke Indonesia sejak 1 Mei 1963, dengan nama Irian Barat. Namun sejak awal, rakyat Papua merasa ada ketidakadilan. Hal itu ternyata masih dirasakan hingga kini, setelah 58 tahun bergabung dengan Ibu Pertiwi.

Ketidakadilan yang kini begitu nyata dirasakan terkait revisi UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua. Padahal, tadinya pemberian Otonomi Khusus dipandang sebagai solusi bijak dan konsensus politik antara Jakarta dengan Papua.

Merasa kecewa karena tidak diikutsertakan pada pembahasan revisi UU Otsus Papua, Majelis Rakyat Papua (MRP) dan Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menggugat pasal 77 UU No. 21/2001.

Mereka melakukan uji sengketa kewenangan di Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 77 UU 21/2001 yang menyatakan, “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPRP kepada DPR atau Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Baca Juga:  Vince Tebay, Perempuan Mee Pertama Raih Gelar Profesor

Ketua MRP, Timotius Murib menjelaskan, karena terdapat kejanggalan, dimana kedua lembaga kultural yang dilahirkan UU Otsus Papua tidak dilibatkan.

ads

Dia menegaskan, pemerintah pusat telah mengambil alih kewenangan tersebut. Sehingga MRP dan MRPB memberikan kuasa kepada Tim Hukum dan Advokasi Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Rumah Bersama Advokat (RBA) untuk melayangkan gugatan tersebut.

“Kami mempertanyakan, siapa sebenarnya yang berhak memberi usulan perubahan, rakyat Papua atau pemerintah pusat?” tanya Timotius Murib Ketua MRP dalam acara Rapat Konsultasi sekaligus penandatanganan surat kuasa hukum untuk sengketa kewenangan di MK, di Jakarta, Rabu (16/6/2021)

Baca Juga:  KKB Minta Komisi Tinggi HAM Investigasi Kasus Penyiksaan OAP

Sementara itu, Maxsi Nelson Ahoren, Ketua Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) pada kesempatan itu menegaskan, pihaknya tidak melawan negara, hanya saja mempertegas siapa sebenarnya yang berhak memberi usulan perubahan UU Otsus Papua.

Selain itu, dipertanyakan pula soal sikap pemerintah pusat yang tidak melibatkan MRP dan MRPB dalam membahas kelanjutan Otsus yang habis masa berlakunya di tahun ini.

Menurut Murib, selama ini rakyat Papua bertanya-tanya, kenapa selama 20 tahun implementasi UU 21/2001 ini, dari 24 kekhususan yang diberikan, hanya 4 yang dilaksanakan.

“Jelas ini tidak fair bagi rakyat Papua. Bahkan ada yang menduga itu hanya akal-akalan pemerintah pusat saja,” kata Murib.

Sementara itu, Dr. Roy Rening Anggota Tim Hukum dan Advokat MRP dan MRPB menegaskan, pihaknya ingin mempertegas soal kewenangan terkait usulan perubahan.

Baca Juga:  Kepala Suku Abun Menyampaikan Maaf Atas Pernyataannya yang Menyinggung Intelektual Abun

“Kalau memang itu hak rakyat Papua, ya berikan saja. Jangan diambil alih oleh pemerintah pusat. Itu namanya sewenang-wenang. Jangan-jangan ini upaya pemerintah pusat untuk menarik kewenangan yang harusnya menjadi milik rakyat Papua,” ujarnya.

Karenanya, kata Roy, pihaknya akan fight untuk memperjuangkan keadilan bagi rakyat Papua.

“Orang Papua juga warga Indonesia. Mereka memiliki hak yang sama untuk memenuhi kebutuhan dan mengembangkan daerahnya sendiri. Jangan hak itu diambil oleh pusat,” tegasnya.

Dirinya berharap MK bisa arif dan bijaksana dalam melihat persoalan ini. Paling tidak, ujar Roy, MK bisa menunda revisi ini dan meminta agar UU ini didiskusikan dengan rakyat Papua sesuai amanat UU No. 21/2001.

 

Pewarta : Agus Pabika

Editor: Arnold Belau

Artikel sebelumnyaKomaruddin Watubun: Pemerintah Pusat Bisa Usulkan Pemekaran di Papua
Artikel berikutnyaAnggota MRP Ini Dukung Pemekaran Provinsi Papua Selatan