Anggota MRP Ini Dukung Pemekaran Provinsi Papua Selatan

0
1062

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Amatus Ndatipist, Anggota MRP Utusan Wilayah Adat Anim Ha mendukung pemekaran Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua Selatan.

Pernyataan ini disampaikan untuk mendukung deklarasi yang dilakukan empat bupati dari Papua Selatan, antara lain bupati Asmat, Merauke, Boven Digoel dan Mapi yang telah dilakukan beberapa hari lalu.

Menurut Amatus Ndatipist, deklarasi PPS merupakan aspirasi masyarakat adat Anim Ha.

“Sebagai anak adat dari akar rumput Papua Selatan, kami mendukung pemekaran ini. Terlebih hal ini dilakukan sebagai kebutuhan rakyat,” jelas Amatus Ndatipist seperti dilansir kumparan.com pada Jumat (18/6/2021).

Amatus yakin dengan PPS dapat meringankan segala kebutuhan masyarakat, misalnya pelayanan pemerintah yang jauh menjadi dekat, lalu yang panjang menjadi pendek.
Dinding Negara

ads

“Jika nantinya PPS disahkan, maka PPS akan menjadi provinsi di Indonesia paling timur yang berbatasan dengan negara Papua Nugini. PPS bisa menjadi dinding terakhir dengan negara tetangga Papua Nugini,” ujarnya.

Dirinya yakin dengan aspirasi PPS sejak 20 tahun lalu, maka SDM Anim Ha mampu untuk melanjutkan aspirasi tersebut. Termasuk sumber daya alam (SDA) yang mumpuni, seperti berlimpahnya biota laut, tanah yang subur, termasuk sumber mineral lainnya.

Sementara, jika ada oknum atau kelompok yang menolak PPS, hal itu adalah wajar di tengah demokrasi di Indonesia yang semakin membaik.

Baca Juga:  Situasi Paniai Sejak Jasad Danramil Agadide Ditemukan

“PPS layak dimekarkan dan jalan ini sudah ditempuh dengan panjang. Kami harapkan pemerintah pusat tak butuh waktu lama untuk meresmikan PPS. Jangan lama-lama, cukup akhir tahun 2021, bisa ketok palu untuk PPS,” jelasnya.

Pada 4 Maret 2020, Albert Moiwend, Amatus Ndatipist dan John Wop melakukan pertemuan dengan mahasiswa di Jayapura dalam rangka mendengar aspirasi dari mahasiswa tentang wacana pemekaran itu.

Dalam pertemuan tersebut, mahasiswa menyatakan tidak menyatakan sikap jelas. Justru ragu-ragu dengan masa depan mereka jika pemekaran dilakukan. Saat itu, perwakilan mahasiswa, Elias Mahuse, mengatakan mahasiswa tidak berdiri dalam posisi menolak atau mendukung pembentukan Provinsi Papua Selatan.

Mahuse menyatakan pihaknya mencari jaminan masa depan jika Provinsi Papua dimekarkan dan Provinsi Papua Selatan terbentuk.

“Apakah pemekaran ini akan menjamin masa depan kami? Apakah pemekaran juga akan memenuhi keluhan [atas rendahnya keterwakilan] orang Papua selatan di kursi parlemen dan birokrasi?” ujar Mahuse seusai pertemuan itu.

Albert Moiwend, yang hadir bersama dua rekannya dalam pertemuan dengan mahasiswa itu menyatakan sikap tegas. Dia berpendapat bahwa realitas pemekaran wilayah dan pembentukan daerah otonom baru di Papua menunjukkan pemekaran tidak menguntungkan orang asli Papua.

Baca Juga:  Kronologis Tertembaknya Dua Anak Oleh Peluru Aparat di Sugapa, Intan Jaya

Pasca terbentuk, daerah otonom baru cenderung didominasi oleh orang non-Papua. Moiwend juga menyatakan orang asli Papua tetap saja kesulitan mencari pekerjaan di daerah otonom baru.

Berbeda dengan Anggota Pokja Adat MRP, Amatus Ndatipist menyatakan pertemuan itu telah mengungkap aspirasi dan saran para mahasiswa dari empat kabupaten di Wilayah Adat Animha.

“[Mereka] menolak adanya Provinsi Papua selatan,” katanya saat itu.

Ndatipist mengatakan para mahasiswa menilai ada hal mendesak yang harus diselesaikan sebelum pembentukan Provinsi Papua Selatan. Mahasiswa meminta lima kabupaten (empat kabupaten di Wilayah Adat Animha dan Kabupaten Pegunungan Bintang) yang akan disatukan untuk membentuk Provinsi Papua Selatan harus terlebih dahulu menertibkan data kependudukannya.

“Ada usulan pemerintah kabupaten mendata penduduk asli Papua masing-masing. Mereka minta pemerintah memperbaiki dulu isi di bawah. Masyarakat harus ditata lebih dulu. Mereka berharap aspirasi mereka diteruskan kepada pimpinan MRP,” kata Ndatipist.

Ketua MRP Bicara

Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib menyatakan pihaknya sampai saat ini belum menerima pengajuan pembentukan Provinsi Papua Selatan yang diprakarsai oleh empat bupati di wilayah tersebut.

Baca Juga:  Atasi Konflik Papua, JDP Desak Pemerintah Buka Ruang Dialog

“Iya kami dengar ada usulan pembentukan Papua Selatan, ada isu. Pemekaran itu baik. Tapi sampai saat ini belum diajukan ke MRP. Belum pernah,” kata Timotius seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Timotius mengatakan pemekaran wilayah di Papua harus diajukan ke MRP, DPR Papua dan Gubernur Papua. Mekanisme itu diatur dalam Undang-undang (RUU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua.

Menurutnya, pemekaran bisa berjalan apabila tiga institusi tersebut memberikan rekomendasi.

“Kalau mereka sudah masukkan ke MRP, tentu MRP akan lakukan kunjungan kerja ke wilayah-wilayah tersebut untuk dapatkan aspirasi itu. Dan mekanisme itu belum jalan,” ujarnya.

Timotius menilai sudah seharusnya wilayah-wilayah di Papua mengalami pemekaran. Menurutnya, pemekaran sangat bermanfaat untuk pembangunan dan bisa mendekatkan pemerintah ke rakyatnya.

“Tapi jangan serta merta bupati dua periode habis mereka kan enggak ada jabatan lagi, nah untuk mendapatkan job jangan ambisi pemekaran. Itu enggak boleh,” katanya.

Timotius mengatakan pihaknya menunggu pengajuan resmi dari tim pembentukan Provinsi Papua Selatan. Ia tak mempermasalahkan aspirasi masyarakat yang hendak melakukan pemekaran di Papua.

“Aspirasi silakan, mau deklarasi silakan, tapi harus melalui mekanisme yang berlaku,” ujarnya.

REDAKSI

Artikel sebelumnyaMRP dan MRPB Ajukan JR Pasal 77 UU Otsus ke MK
Artikel berikutnyaDPRD Yahukimo Desak Bupati Segera Cairkan Dana Desa Bagi 517 Kampung