Tanah PapuaAnim HaDewan Adat Wambon Koleyombin Bantah Pernyataan Gereja Katolik Papua Selatan

Dewan Adat Wambon Koleyombin Bantah Pernyataan Gereja Katolik Papua Selatan

JAYAPURA, SUARAPAPUA.com — Dewan Adat Wambin Koleyombin Kabupaten Boven Digoel dengan tegas membantah pernyataan pihak Gereja Katolik Keuskupan Agats dan Keuskupan Agung Merauke tentang Otsus dan Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua Selatan yang disampaikan Pastor Hendrikus Hada Pr dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Pansus Otsus DPR RI pada awal Juni lalu di Jakarta.

Ketua Dewan Adat Wambon Koleyombin, Hilarius Akyap Mahandin saat menyikapi pernyataan yang disampaikan Pastor Hendrikus Hada, menegaskan, menolak kompromi sepihak dari Keuskupan Agats dan Merauke.

Dia menilai pernyataan yang disampaikan Pastor Hendrikus Hada merupakan bagian dari kompromi sepihak atau keputusan Gereja Katolik Merauke dan Asmat tanpa melibatkan rakyat Papua di bagian selatan yang mendiami empat kabupaten (Merauke, Asmat, Mappi dan Boven Digoel).

Pernyataan Pastor Hendrikus Hada Mewakili Para Uskup di Papua Selatan

Sebelumnya, dalam RDP Pansus Otsus DPR RI dengan Tim Pemekaran DOB Provinsi Papua Selatan, Pastor Hendrikus Hada membeberkan sejumlah pesan yang dititipkan para Uskup – Keuskupan Asmat dan Keuskupan Agung Merauke – kepadanya.

Inti pesan yang disampaikan Pastor Hada dalam RDP itu:

Dirinya telah bertemu dengan Uskup Mandagi (Uskup Agung Merauke) satu hari sebelum pertemuan RDP di DPR RI berlangsung. Dalam penyampaiannya, dia mengatakan, Gereja Papua Selatan hadir sejak 116 tahun lalu. Namun, sepanjang 116 tahun dampingi masyarakat Papua dalam konteks Papua, Papua Selatan terkesan terlambat dari daerah di pesisir Utara Papua.

Baca Juga:  KPU Papua Terpaksa Ambil Alih Pleno Tingkat Kota Jayapura

Namun, dia mengakui bahwa Otsus telah memberikan manfaat dan berperan besar dalam pembangunan di Papua, secara khusus di daerah Papua Selatan.

Pastor Hendrikus Hada kemudian menjabarkan pesan yang menurut dia dititipkan para uskup (Asmat dan Merauke). Setidaknya, ada tiga pesan yang disampaikan Pastor Hada, antara lain:

Pertama, pembagian kewenangan yang diberikan harus jelas. Dia mengibaratkan, dalam 20 tahun Otsus berjalan, sama seperti kepala dipegang Jakarta dan hanya ekor yang dilepas ke Papua. Maka dia sampaikan bahwa kewenangan (Provinsi, Kabupaten dan Kota di Papua) harus jelas.

Kedua, Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Papua Selatan sangat kecil karena hanya mengandalkan APBD, DAU dan DAK. Dan dengan adanya Otsus selama 20 tahun sangat membantu untuk pembangunan. Sehingga dia harapkan supaya dalam perubahan RUU Otsus yang sedang dibahas ini anggarannya ditambah.

Ketiga, kami (Gereja Katolik Papua Selatan) mendukung dan mengharapkan agar Papua Selatan yang terdiri dari kabupaten Asmat, Merauke, Boven Digoel dan Mappi dapat dimekarkan menjadi provinsi sendiri supaya pembangunan bisa berjalan.

Baca Juga:  Jelang Idul Fitri, Pertamina Monitor Kesiapan Layanan Avtur di Terminal Sentani

Dewan Adat Wambon Koleyombin Bantah Pernyataan Gereja

Ketua Dewan Adat Wambon Koleyombin, Hilarius Akyap Mahandin menyatakan menolak pemekaran Daerah Otonomi Baru Provinsi Papua Selatan seperti yang diharapkan dan didukung Gereja Katolik Papua Selatan yang disampaikan Pastor Hendrikus Hada mewakili Uskup Agats dan Merauke dalam RDP dengan Pansus Otsus DPR RI di Jakarta.

“Saya tidak setuju dan dengan tegas menolak pemekaran DOB Papua Selatan. Karena hanya mendatangkan orang lain (non Papua) untuk datang menginjak dan menutupi orang asli Papua. Hari ini orang Papua habis dibunuh, diperkosa, dan diinjak dengan keji oleh pihak aparat TNI/Polri,” tegas Hilarius kepada suarapapua.com dari Boven Digoel, Senin (12/7/2021).

Hilarius mengaku kecewa dengan sikap Gereja Katolik Papua Selatan yang mendukung dan mengharapkan agar Papua Selatan dimekarkan menjadi provinsi baru.

“Saya selaku dewan adat Wambon Koleyombin sangat menyesal dengan sikap Gereja. Saya siap menolak pemekaran kabupaten/kota yang sedang diperjuangan oleh Gereja Katolik dan para pejabat Papua Selatan,” tegasnya.

Soal Otonomi Khusus yang menurut Pastor Hendrikus Hada telah memberikan manfaat dan berperan baik dalam pembangunan di Papua Selatan, Hilarius menegaskan, justru sebaliknya, masyarakat tidak merasakan dampak baik dari Otsus selama 20 tahun di Papua Selatan.

“Saya mewakili seluruh masyarakat adat Wambon Koleyombin, sama sekali tidak merasakan Otsus selama 20 tahun berjalan ini. Jadi apa yang dikatakan oleh pihak Gereja Katolik itu tidak benar dan berdosa. Itu sama saja mereka telah menghukum orang asli Papua,” tegasnya.

Baca Juga:  Masyarakat Tolak Pj Bupati Tambrauw Maju Dalam Pilkada 2024

Menurut Hilarius, harusnya Gereja Katolik tidak perlu terlibat secara langsung dalam hal-hal yang berbau politis. Sebab, kata dia, bicara soal pemekaran dan otonomi khusus adalah rana politik.

“Gereja Katolik ikut terlibat dalam permainan politik itu sudah salah. Gereja bicara tentang Tuhan Yesus dan Allah, itulah membela kebenaran. Tetapi, hari ini Gereja turut bermain politik berarti Gereja akan hancur binasa di Papua dan khususnya di tanah Wambon,” tegasnya.

Hilarius mengaku kaget dengan adanya pernyataan dari Gereja Katolik Papua Selatan yang disampaikan oleh Pastor Hendrikus Hada bahwa Gereja meminta penambahan anggaran Otsus.

“Gereja Katolik melalui Pastor Hendrikus Hada minta penambahan uang Otsus itu tidak benar dan sangat keliru. Kami umat Tuhan dan masyarakat Papua di selatan Papua tidak tahu menahu tentang pernyataan Gereja dan pihak-pihak yang memanfaatkan Gereja sebagai tempat cari makan dan mencari keuntungan (bisnis). Karena mereka berbicara itu demi kepentingan mereka dan bukan untuk orang asli Papua,” pungkasnya.

Pewarta: Arnold Belau

Terkini

Populer Minggu Ini:

Pemkab Yahukimo dan PGGJ Diminta Perhatikan Keamanan Warga Sipil

0
"Sampai saat ini belum ada ketegasan terkait pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di sana. Tidak ada ketegasan dari pemerintah daerah Yahukimo. Kami minta untuk segera tangani.”

Fortnightly updates in English about Papua and West Papua from the editors and friends of the banned 'Suara Papua' newspaper.