Boaz dan Tipa Generasi Emas Persipura (Bagian III)

Bagian Ketiga dari tulisan Arti Dibalik Air Mata Boaz Salosa

0
1213

Oleh: Mecky Mulait)*
)* Penulis adalah Pencinta Persipura Jayapura

Pertama-tama, tulisan ini merupakan bagian ketiga dari tulisan sebelumnya yang sudah terbit dengan judul Arti Dibalik Air Mata Boaz Solossa dan Pengaruh Boaz Solossa dan Arti Persipura Bagi Masyarakat Papua. Tulisan ini juga merupakan pandangan pribadi saya sebagai pencinta Persipura Jayapura.

Para pencinta Persipura tahu sebesar apa peran Boaz dan Tipa dibalik 4 bintang. Persipura memang tim besar dengan sejumlah nama besar seperti Timo Kapisa, Yohanes Auri, Rully Nere, dan lain-lain. Nama mereka sebut dalam lirik lagu “Black Brothers”.

Tetapi generasi Boaz Solossa dan Tipa (selain Ian Kabes dan Ricardo Salampessy yang masih di Persipura) akan dikenang oleh publik Papua sebagai generasi emas Papua yang menorehkan tinta emas sepak bola Papua.

Empat bintang Persipura dimulai pada 2005 ketika Boaz dan Ian Kabes masih menjadi pemain junior jebolan PON 2004 dan masing-masing membubuhkan 1 gol di partai puncak lawan Persija Jakarta yang dimenangkan Persipura dengan skor 2-3. Setelah itu pada 2005-2006 Liga 1 bergabung Ricardo Salampessy dari Persiwa Wamena sesudah memperkuat PON 2004. Kemudian pada 2007 bergabunglah Tinus Pae di Persipura.

ads

Semenjak itu Persipura menjadi tim besar yang begitu menakutkan bagi tim-tim lawan. Kolaborasi pemain-pemain senior seperti Eduard Ivakdalam, Jack Komboy, Mauly Lessy serta pemain junior, Boaz Solossa, Ian Kabes, Ricardo Salampessy, Yustinus Pae, Gerald Pangkali, Immanuel Wanggai dan Ruben Sanadi dihiasi dengan pemain asing berkelas seperti Victor Igbonefo, Bio Pauline, Alberto Gonzalves, Ravid Da Rocha, Christian Lenglolo, Lim Joon-Sik, Yoo Jae Hoon, dan lainnya.

Para pilar Persipura yang saya sebutkan di atas dalam jangka waktu 10 tahun terakhir Persipura menorehkan 4 bintang Liga 1 dan 1 bintang di liga tidak resmi. Suatu prestasi bersama generasi yang spektakuler.

Untuk meneruskan dan mempertahankan prestasi yang luar biasa ini, manajemen bersama pelatih sesungguhnya sudah berupaya untuk mengkolaborasi pemain senior (Boaz Cs) dan pemain junior yang kini sedang bersinar seperti Todd Ferre, Gunansar Mandowen Cs. Namun persoalan ini membuat rencana ini tidak akan berjalan mulus.

Baca Juga:  Adakah Ruang Ekonomi Rakyat Dalam Keputusan Politik?

Pelatih Jacken F. Tiago pun mengakui betapa sulitnya menemukan sosok pemain seperti Boaz sekarang. Butuh waktu lama untuk menghasilkan pemain sekelas Boaz. Barangkali upaya regenerasi menjadi alasan manajemen mengambil keputusan tegas untuk menertipkan karakter pemain muda sejak awal. Tindakan dan alasan dibalik ini masuk akaln karena sepak bola sekarang sudah mengarah kepada sepak bola industri dan profesional.

Tuntutan gaya dan organisir sepak bola sekarang memang dibutuhkan kedisiplinan dan menghindari tindakan indisipliner karena pasti itu akan mengganggu seluruh rancangan tim dalam mencapai tujuan tim itu sendiri. Tetapi dalam rangka mewujudkan tujuan tim Persipura yang lebih profesional dengan dasar disiplin, manajemen tidak mampu belajar dari sejarah, budaya dan perjalanan Persipura sendiri termasuk peristiwa-peristiwa yang menyakitkan (kesalahan kebijakan manajemen sebelumnya).

Kalau itu dapat disadari dan dilalui secara benar, maka peristiwa yang menghebohkan sekarang tidak perlu terjadi. Kita bandingkan saja loyalitas yang ditunjukkan oleh para pemain senior era Boaz Cs sekarang. Generasi mereka kualitasnya ada di atas rata-rata dan kesemuanya menjadi langganan Timnas Indonesia.

Boaz bahkan mampu menjadi kapten Timnas Indonesia. Menjadi kapten Timnas itu bukan suatu perkara mudah. Lain halnya dengan menjadi kapten Persipura, itu jauh lebih mudah. Timnas Indonesia sering ada muatan politis yang cukup kental ketika bicara dengan orang Papua.

Sejarah bangsa ini seringkali rasis, sehingga tampilnya Boaz yang membawa lebel manusia kelas dua di republik ini merupakan suatu terobosan yang luar biasa dalam sepak bola Indonesia. Biasanya bangsa yang merasa superior karena ada yang diimperiorkan, tidak mampu mengakui apalagi dipimpin oleh yang dianggap imperior. Itu suatu perendahan martabat kelompok superior. Itu semua mampu diatasi oleh Boaz karena kemampuan sebagai seorang striker hebat dan subur dengan karakter kepemimpinan yang ia tunjukkan di Persipura. Kapasitas sebagai kapten Timnas Indonesia saja sudah menunjukkan bahwa Boaz bukan pemain sembarangan yang dapat diperlakukan seenaknya oleh manajemen Persipura.

Arti Persipura bagi Boaz

Terlepas dari kehebatan Boaz, hal yang paling penting saya ingin angkat adalah kecintaan Boaz bagi Persipura.

Baca Juga:  Musnahnya Pemilik Negeri Dari Kedatangan Bangsa Asing

Apa yang kurang dari Boaz sebagai pesepak bola yang hebat?.

Dengan kehebatannya, tentu saja Boaz biasa buat apa saja yang ia mau. Tetapi demi Persipura dan masyarakat Papua, ia bertahan.

Saya tidak tahu persis dalam hatinya bagaimana rasa kecintaan kepada rakyat Papua karena selama ini jarang ia ungkapan secara tersurat di hadapan publik. Ia hanya tunjukkan kecintaan itu melalui loyalitas pada Persipura.

“Waktu 16 tahun ini tidak sedikit dengan loyalitas yang saya tunjukkan buat Persipura, tetapi cara manajemen memperlakukan kami seperti ini yang saya pikir tidak menghargai sama-sekali”. Begitu Boaz bersaksi.

Tetapi ekspresi dan kesetiaannya bisa kita tafsirkan lebih jauh sebagai ungkapan kecintaan pada tanah dan masyarakat Papua.

Saya kembali mengingat kata Boaz pada tahun 2005 ketika ditawari oleh salah satu tim hebat Indonesia PSMS dengan harga yang fantastik bahkan dari tim Malaysia (Selangor FC), Juga klub dari liga Belanda. Boaz katakan, “Saya akan pergi kalau Persipura juara tiga kali”. Dan, itupun kalau Persipura tidak memakai jasanya lagi. Itu suatu ungkapan dan komitmen serta kecintaan yang luar biasa. Cinta akan tanah dan masyarakat Papua ia menolak tawaran-tawaran yang menggiurkan.

Hal itu berbeda dengan pemain generasi berikut yang begitu bersinar dan mendapatkan tawaran yang menggiurkan muda pindah, pergi dan kembali.

Karena itu, Boaz pergilah ke mana engkau mau pergi. Kalian adalah pemain profesional yang memiliki tanggung jawab buat keluarga. Engkau sudah berbuat yang terbaik buat Persipura dan Papua. Engkau sudah menjadi ikon bagi sepak bola Papua dan apapun alasannya tidak akan bisa menyangkal fakta ini.

Masyarakat Papua baik sekarang bahkan generasi yang akan datang akan mengenangmu sebagai satu pemain yang tidak ada duanya di negeri emas ini. Engkau bukan hanya hebat dalam urusan gol (3 kali top skor) Liga Indonesia dan 3 kali pemain terbaik sama seperti pemain bintang sekelas Ronaldo, Messi, dan lain-lain.

Tetapi yang lebih istimewa bagi masyarakat Papua terhadapmu adalah kecintaan dan loyalitasmu bagi Persipura. Bertahan di satu tim di saat posisi pemain biasa-biasa itu mudah, tetapi bertahan saat engkau diburu sejumlah klub ternama dengan bayaran yang tinggi serta klub asing itu sulit. Itulah yang membuatmu berbeda dari pemain bintang manapun di dunia ini.

Baca Juga:  Vox Populi Vox Dei

Masyarakat Papua tahu sejauh mana cintamu bagi negeri ini, negeri yang penuh ketidakadilan dan darah manusia yang tidak berdosa. Percayalah bahwa masyarakat Papua mencintai kalian sama seperti kalian mencintai klub kebanggaan mereka.

Kesalahan sebesar apapun yang kalian lakukan apalagi hanya persoalan indisipliner tidak akan mampu menghapus cinta masyarakat Papua terhadap loyalitas dan cinta kalian bagi tim yang mereka banggakan. Kesalahan itu tidak akan bisa menghapus jasa kalian yang membuat masyarakat Papua menjadikan kalian sebagai legenda hidup Persipura. Sama seperti kalian mendoakan Persipura supaya tetap eksis, begitu juga doa kami untuk Persipura dan menjadi doa kita bersama karena pelatih dan manajemen serta pemain akan silih berganti, tetapi Persipura akan tetap satu dari dulu, kini dan kedepannya.

Pergilah tanpa harus merasa bersalah maupun dilecehkan secara berlebihan. Itulah hanyalah dilakukan sepihak oleh manajemen yang barangkali suatu keputusan yang sulit pertimbangan dengan keberadaan pelatih, Jacksen F Tiago. Dan tentu itu tidak mewakili pandangan Persipura mania dan masyarakat Papua umumnya.

Bagi masyarakat Papua, kalian adalah putra-putra Papua terbaik. Sama seperti kalian tunjukkan jati dirinya jelas sebagai anak Papua dalam dunia sepak bola. Kebaikan dan kecintaan kalian pada Persipura sebagai wujud nyata kecintaan pada masyarakat Papua akan terpatri selamanya dalam hati dan ingatan masyarakat Papua. Suatu waktu kalian akan gantung sepatu. Suatu waktu pula pergi menghadap sang pencipta. Tetapi nama kalian akan abadi di Tanah Papua.

Selamat pergi Boaz dan Tipa dari Persipura. Selamat bertarung di klub baru. Masyarakat Papua pasti mendoakan kalian selalu agar bisa memberikan yang terbaik di klub baru, juga menjadi kebanggaan orang Papua. Bravo Boaz. Bravo Tipa.

Bersambung… (Bagian keempat/terakhir dari tulisan ini akan terbit dengan judul ‘Boaz Solossa dan Tipa’)

Artikel sebelumnyaKNPB Yahukimo Tolak Pembentukan Pemuda Nusantara
Artikel berikutnyaVIDEO: Sikap Egianus Kogeya Soal Otsus Papua, Pemekaran Distrik dan Kampung di Nduga