Oleh: Awuyum Koleyom)*
)* Penulis adalah Anak asli Wambon Koleyombin dari Kampung Anumka
Sebelum baca lebih lanjut, ada baiknya baca lebih dahulu bagian pertama dari tulisan ini, Misteri Gunung Koreyom dan Eksploitasi Budaya Adat Wambon. Karena tulisan ini merupakan bagian kedua.
Dahulu kala, masyarakat Wambon pada keseluruannya sudah mempunyai kepercayaan terhadap ajaran leluhur, moyang, atau disebut ajaran dari Tuhan itu sendiri. Â Suatu kepercayaa, tentang kelahiran dan kematian, penciptaan dan akhir dunia (kiamat).
Orang wambon mempunyai kepercayaan tentang “Ketuhanan Yang Maha Tinggi”. Sudah ada, sebelum mereka mengenal agama Katolik atau ajaran dari luar bangsa eropa.
Tentang, ajaran moral; yang baik dan buruk (salah dan benar), ada aturan adat istiadat yang mereka taati, sebagai simbol kepercayaan dari leluhur. Tua-tua adat, sering menyebut aturan adat itu dengan nama “Amop”.
Amop, adalah aturan terlarang yang ketat. Kalau ada orang yang melanggar dan abaikan aturan itu, berarti nyawa menjadi taruannya. Dan itu disebut kesalahannya sendiri.
Misalkan, tidak bole berbuat zinah atau cabul terhadap istri orang, tidak bole mencuri, tidak bole menipu, tidak bole merampas hak orang lain, dan tidak bole membunuh sesama manusia, dan aturan lainnya yang dipegang dan ditaati.
Aturan itu disebut “Hukum Adat”, (Kum-Kowet). Ajaran ini yang dipegang turun temurun oleh masyarakat wambon, yang berhak memegak aturan dan menyalurkan hukum atau ajaran kepada masyarakat wambon seluruhnya adalah “Dewan Adat”.
Ajaran dan kepercayaan, kepada aturan adat istiadat adalah satu keistimewaan yang dipeluk masyarakat wambon, sebelum ajaran “Agama Katolik”, masuk pada abad ke-19 dan 20, di bagian selatan Papua.
Kepercayaan, pada nilai-nilai Adat Istiadat”, dapat menjadi pedoman, atau “Dogma penyembaan dan kepercayaan yang suci terhadap aturan adat istiadat”. Kepercayaan terhadap adat istiadat tersebut, manjadikan masyarakat Wambon telah diakui mempunyai hukum tersendiri yang disebut masyarakat hukum adat.
Garis-garis dalam aturan hukum adat tersebut; mengatur tentang hukum perkawinan adat, hukum tentang batas-batas dusun atau wilayah, hukum tentang menjaga tanah dan hutan, hukum tentang pemberian nama marga atau silsila. Ada pula, hukum tentang larangan; jangan membunuh, jangan mencuri, jangan berzinah terhadap istri orang, jangan menipu, dll. Itu sebut (Amop).
Hukum Adat, telah menjadi simbol kepercayaan yang dipegang, dan diajarkan oleh para leluhur masyarakat wambon sejak dahulu kala, hingga dilanjutkan oleh para tetua-tetua adat sejak masa komunal.
Contoh-contoh lainnya, adalah tari-tarian adat, lagu-lagu adat (betenop), atau bahasa (ibu), ini digambarkan sebagai suatu simbol kepercayaan atau puji-pujian kepada leluhur dan Tuhan yang mereka sembah.
Kemudian, selain itu juga ada pula ajaran tentang bercocok tanam atau berkebun, masyarakat wambon juga dapat dilatih untuk berburu hewan; seperti ikan, udang, kuskus, babi, kasuari dll, untuk dimakan bersama-sama.
Mereka, yang dipercayakan sebagai seorang pemburu, atau pencari makan, selalu dilengkapi dengan alat-alat berburu seperti busur anakpana, parang dari tulang sagu, kapak batu, dan alat-alat pembantu lainnya.
Orang-orang ini, disaat mau pergi berburu di hutan atau dusun, mereka selalu berdoa atau memohon kepada leluhur atau Tuhan yang mereka sembah sebagai pelindung, agar terhidar dari amukan binatang, orang jahat dll.
Kemudian, setiap hasil buruan yang pertama kali didapat. Mereka, selalu persembahkan kepada leluhur atau Tuhan lebih utama. Persembahan itu, melalui bakar-bakaran diatas batu, atau para-para tungku api yang dibuat oleh tetua-tetua adat, untuk setiap persembahan hasil pertama dari orang-orang yang dipercayakan sebagai pemburu.
Sehingga, hasil berburu itu pun diberkati oleh tua-tua adat, karena mereka mampu menghasilkan makanan untuk dimakan bersama-sama, atau kerja bersama-sama (kolektif).
Pola kehidupan mereka, sangat bergantung sama alam, (alam sama dengan mama), karena mereka percaya bahwa dari alam mereka dapat makan, minum, dapat udara yang sejuk, air yang bersih dsb.
Jadi filosopi; tentang berburu, berkebun, buat rumah, merawat hutan, dan menjaga kepercayaan terhadap aturan adat istiadat telah diwariskan oleh leluhur, nenek moyang kepada anak cucu.
Zaman Penjajahan (Kolonialisme)
Kalau sekarang, aturan adat istiadat tersebut, masih dipegang oleh beberapa tokoh adat atau dewan adat, yang sudah dilantik secara adat (sah), dan diakui telah melewati berbagai macam ujian.
Jadi kepercayaan dan ketaatan, pada aturan adat istiadat bagi masyarakat wambon sejak itu. Yang telah menjadikan mereka sebagai manusia sejati (Wambon Man)”, kini tinggal nama dan ingatan yang sulit dipraktekan kembali. Menjadi tantangan besar hari ini bagi masyarakat wambon.
Jika sekarang, yang bisa kita jumpai adalah warisan peninggalan leluhur, seperti sistem “Big Man” atau seorang tokoh adat atau dewan adat serta aturan adat istiadat yang dipegangnya sudah langka. Padahal sejak dahulu kala, orang-orang ini dianggap sebagai orang-orang suci (kharismatik), karena masih memegang kepercayaan pada aturan adat istiadat, dan pula mempengaruhi kehidupan masyarakat Wambon sejak masa komunal.
Walaupun, disaat ini tidak semua orang wambon mentaati adat istiadat tersebut ditenga-tengah harusnya pembangunan pemerintahan asing (kolonial), melalui ajaran-ajaran agamanya, budaya asing, atau sekolah-sekolahnya dll.
Tetapi, menyakut masyarakat adat tetap ada aturan adat istiadatnya, bahkan aturan adat ini masih melekat pada lini kehidupan masyarakat Wambon sampai hari ini. Walaupun, dierah perkembangan zaman yang semakin meroket.
Sebagai contoh, misalnya para tokoh adat atau dewan adat, dapat dipercayakan oleh masyarakat adat untuk mengambill sebuah solusi penyelesaian terkait masalah sengketa tanah adat, atau batas-batas dusun dll.
Selain itu, seorang tokoh adat atau dewan adat juga mampu menterjemakan seluk beluk garis keturunan atau silsila. Karena itu, keputusannya pada suatu masalah dapat dipegang dan dipercayayai turun temurun oleh masyarakat Wambon saat ini.
Sekarang kepercayaan atau warisan leluhur tinggal nama. Segala sumber daya warisan leluhur hilang dimakan waktu, segala kekayan intelektual orang wambon sudah rapu dan terancam punah.
Penulis berkesimpulan bahwa, terkait masalah kepercayaan masyarakat wambon mula-mula, perlu dihidupkan kembali di saat ini oleh masyarakat wambon. Atau bangsa Papua pada umumnya. Karena, dierah penjajahan bangsa lain (kolonialisme), budaya, adat istiadat, bahasa daerah (ibu) hancur dann terancam punah.
Kenapa penjajah (kolonialisme), mudah mengontrol dan memecah bela bangsa Papua? Adalah dengan cara, menghacuran hukum adat istiadat yang kita punya, mereka benar-benar memutuskan hubungan kepercayaa kita pada leluhur dan Tuhan yang kita punya, lalu mereka melarang kita untuk berbicara bahasa daerah (ibu), yang kita punya.
Sehingga hari ini, benar-benar kita sudah, sedang, dan akan dihancurkan oleh sistem penjajahan kolonialisme indonesia. Mereka penjajah dengan semangat memanipulasi hukum adat dengan membentuk LMA.
Mereka penjajah, juga paksa kita dengan ajaran-ajaran lain yang sama sekali jahu dari hukum dan aturan adat istiadat yang kita punya, melalui ajaran disekolah-sekolah, hukum-hukum, pengadilan, pemerintahan, dll.
Yang sesungguhnya, sudah, sedang, dan akan menghancurkan kita perlahan-lahan tapi pasti. Inilah penjajahan, inilah kolonialisme dengan semangat kapitalisme yang siap menyapu bersih kepercayaan, adat istiadat, dan bahasa daerah yang kita punya.
Bersatu Selamatkan Yang Tersisa…!